Part 12

1.4K 105 9
                                    

Update sekarang.
Ini part terakhir dari ff ini. Maaf karena pendek. Ada urusan di real life yang harus segera diselesaikan.

Selamat membaca, semoga tidak mengecewakan. :)

***

"Shan?"

"Hmm?"

"Simpan ini dulu, ih!" Sisil menarik script dari tanganku.

"Kenapa sih?" kesalku.

"Boby lagi ada di depan."

"Ya terus?" tanyaku. Aku kembali mengambil kertas dari tangan Sisil. "Gue harus baca ini, bentar lagi take."

"Muka dia bonyok." aku melempar script yang kubaca dan bergegas keluar studio. Ku dengar Sisil memanggilku.

Ia duduk lesehan di samping mobilku. Sudut bibirnya sepertinya membiru.

"Kamu habis berantem sama siapa?" tanyaku. Aku memeriksa wajahnya, ada luka kecil di sudut bibirnya.

"Pacarnya yang nonjok." ujarnya. Ia menyerahkan sebuah kertas memo kecil yang berisi tanda tangan dari salah satu mantannya. Aku memeriksa kertas itu. Gaby, itu nama mantan selingkuhannya -ralat, mantan cewek yang pernah ia PHP- yang kedua.

Kenapa PHP? Karena menurut pengakuannya ia tidak pernah secara resmi menjadikan wanita-wanita itu sebagai kekasihnya.

Aku dan dia memang sudah membuat daftarnya di kertas memo. Kertas memo yang harus di tanda tangani sebagai bukti kalau ia benar-benar sudah meminta maaf.

"Ini sakit banget, Shan." keluhnya.

"Syukurin! Kamu emang pantes dapetin itu." cibirku. "Aku harus take sekarang. Kamu bisa pulang sekarang," pamitku sebelum kembali masuk ke studio.

***

Aku keluar kamar mandi masih dengan kimono handuk dan handuk kecil melilit di kepalaku. Kulihat Boby berguling di kasurku, masih dengan pakaian lengkap, lengkap selengkap lengkapnya. Sepatunya masih terpasang rapih di kedua kakinya.

"Itu sepatu bisa dibuka dulu baru tiduran di kasur. Kasurku jadi kotor!" omelku. Aku menarik kakinya dengan kedua tanganku.

"Shan, Shan. Aku jatuh!"

Bugh

Kepalanya terbentur di pinggir kasur.

"Rasain! Siapa suruh seenaknya." aku menarik bed coverku. Aku akan menggantinya dengan yang baru malam ini juga.

"Kok kamu makin barbar sih." ia duduk di lantai dan menggosok kepalanya.

"Bodo!" sungutku. "Sana mandi, ih!" aku menendang pahanya saat melewatinya.

Aku membawa bed coverku ke sudut kamar, dimana tumpukan pakaian kotorku berada. Sedang ia masuk ke kamar mandi. Beberapa saat kemudian, air shower mulai terdengar.

Ia kembali tinggal bersamaku sejak hari itu. Tapi kami tidak berbagi kasur, tentu saja. Aku kan belum resmi memaafkannya.

Aku mengganti bajuku dengan piyama, tak lupa mengeluarkan piyama untuknya juga. Aku duduk di meja rias dan mulai mengeringkan rambutku dengan hair dryer.

"Malem ini aku boleh tidur di sini ya? Badanku pegel semua. Seminggu tidur di sofa dan tadi siang dihajar. Boleh ya." bujuknya yang baru saja keluar kamar mandi.

"Enggak! Kamu tidur di sofa." tegasku.

Ia berdecak, namun tidak mengucapkan apa pun lagi. Ia mulai memakai celana piyamanya dan meletakkan bajunya di dalam lemari.

Stay!Where stories live. Discover now