Part 5

953 89 18
                                    

Cuaca benar-benar tidak bisa ditebak akhir-akhir ini. Tadi saat keluar dari pesawat, matahari sangat terik, membuat Sisil yang sedang dalam program memutihkan diri mengomel. Dan sekarang tiba-tiba hujan mengguyur.

Aku tidak begitu menyukai hujan. Tapi hujan selalu berhasil menarik seseorang kembali pada kenangan lampaunya, termasuk aku.

Flashback

Aku berlari menuju lobbi utama fakultas teknik guna menghindari hujan yang tiba-tiba mengguyur.

"Kenapa harus hujan sih." gerutuku. Aku menepuk-nepuk lengan cardiganku yang terkena air hujan..

"Hujan itu berkah." aku menoleh kepada lelaki yang berdiri tepat di sampingku. Sepertinya ia juga sedang berteduh.

"Saat terik beberapa orang berharap agar hujan turun. Dan saat hujan turun, mereka akan mengeluh juga. Manusia." alisku berkerut mendengar ucapannya.

"Gue gak suka hujan." ujarku.

Kami hanya berdua di tempat ini. Sudah pasti ia sedang berbicara padaku. Kecuali jika ia memiliki gangguan kejiwaan dan berbicara sendiri.

"Gue suka hujan." ia tersenyum tipis.

"Hujan cuma ngehalangin orang-orang berkegiatan. Lain lagi kalau sampe banjir. Gak bisa kemana-mana."

"Gue suka denger rintikan hujan yang menghantam atap. Gue juga suka aroma sehabis hujan. Selain itu, hujan bisa menjadi ladang rezeki bagi ojek payung." ia menoleh dan menatapku dari balik kacamata berframe hitam miliknya. "Dan yang paling penting, hujan bisa ngebuat dua orang yang gak saling kenal mengobrol kayak sekarang."

"Ya?" aku bingung.

Dia menyodorkan tangan kanannya yang kusambut dengan ragu.

"Gue Boby."

"Shania."

Awal yang sangat sederhana sebenarnya.

***

Aku bersandar pada jok dan mulai memejamkan mata. Aku lelah.

Drt drt drt drt

Ponselku yang berada dalam genggamanku bergetar. Aku mengintip layarnya.

Boby incoming call...

"Gak diangkat?" tanya Sisil.

"Males."

Drt drt drt drt

Ponselku kembali berdering, masih dari id pemanggil yang sama. Aku menekan lama tombol di sisi atas ponselku. Kemudian memasukkannya ke tas.

"Kita ke tempat lo aja. Bangunin gue kalau udah sampe." perintahku kepada Sisil sebelum kembali menutup mata.

***

Aku berguling-guling di atas kasur Sisil, tidak ada yang bisa kulakukan di sini. Sedangkan Sisil sedang memotong kukunya di lantai samping kasur.

"Eh, Sil. Kata orang tua gak boleh potong kuku malem-malem. Pamali."

"Lo udah kayak eyang gue, pamalinya banyak bener. Kuku gue udah panjang, masa gue harus nungguin sampe besok. Orang gue mood motongnya sekarang. Trus, lo mau apa?" Sisil menatapku sejenak sebelum kembali menunduk.

"Lah, kok nyolot?"

"Itu gak nyolot, Shan."

"Hmm," aku mengibaskan tangan, "Terserah lo aja dah, baiknya gimana."

Stay!Donde viven las historias. Descúbrelo ahora