Wednesday (Kongpob)

1.6K 184 28
                                    

Sigh...

Lagi-lagi aku mendengar P'Arthit menghela napasnya dengan berat, sepertinya P'Arthit kelelahan mengecek laporan-laporan yang menumpuk di depannya. 

Tapi mendengar P'Arthit menghela napasnya setiap habis meneguk pink milk membuatku berpikir bahwa mungkin P'Arthit merasa terbebani karena aku membelikan sesuatu tanpa izinnya.

Tadi setelah kelar kuliah, aku pergi makan siang bersama sahabat-sahabatku, Em, Oak, Tew dan Wad. Saat membeli ice coffee, ku lihat ada pink milk disana, yang mengingatkanku pada P'Arthit. Jadi tanpa pikir panjang, aku pun memesan pink milk untuk dibawa nanti, karena setelah makan siang aku berniat menemui P'Arthit.

Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada sahabat-sahabatku, aku pun langsung menuju ruangan BEM, karena ku yakin P'Arthit ada disana.

Senyumku langsung mengembang saat ku tiba di ruangan BEM, karena ternyata P'Arthit memang ada disini, sedang berkutat dengan beberapa laporan. Aku pun melangkah mendekatinya, dan menaruh pink milk di meja. 

P'Arthit langsung menghentikan kegiatannya, dan kemudian mengalihkan pandangannya padaku. "Selamat siang P'Arthit" ucapku sambil memberi wai padanya, yang langsung dibalasnya.

Aku menggeser pink milk kehadapannya."Oh itu, saya membelikan pink milk buat P'Arthit karena saya pikir itu minuman favorite P'. Apa saya salah?" tanyaku saat aku melihat P'Arthit menatapku dengan bingung.

"Ah, lo nggak salah kok, itu emang minuman favorite gue. Makasih yah!" ucapnya sambil tersenyum.

Aku pun balas terseyum, kemudian duduk di sebelahnya. P'Arthit kembali membaca laporan didepannya, sedangkan aku menyibukkan diri dengan membalas pesan di LINE dari sahabat-sahabatku.

Aku mendengar P'Arthit menghela napasnya dengan berat, sehingga aku pun langsung mengalihkan tatapanku padanya. "Kenapa P'?" tanyaku dengan cemas.

P'Arthit tidak menjawab dan hanya memandangi pink milk di tangannya. 

Apa pink milk nya tidak sesuai dengan selera P'Arthit? tanyaku dalam hati. Tapi sepertinya bukan itu, karena ku lihat P'Arthit meminum pink milk nya lagi. 

P'Arthit menghela napasnya lagi begitu selesai meminum seteguk pink milk nya, dan begitu seterusnya sampai pink milk nya habis.

"Ah, gue lagi mikirin tugas kuliah ma laporan BEM yang belom kelar" kata P'Arthit saat mata kami bertemu, dia sepertinya menyadari kebingunganku yang terus mendengarnya menghela napas.

"Lo bisa bantu buat ngecek?" tanyanya, yang langsung ku jawab dengan anggukkan. 

P'Arthit menyerahkan sebagian laporan didepannya, dan menjelaskan padaku bahwa aku hanya harus mengecek apakah ada kata yang typo atau tidak, yang tak membutuhkan waktu lama untukku menyelesaikannya.

"P'Arthit, saya sudah selesai. Apa ada lagi yang bisa saya bantu?" tanyaku, yang hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh P'Arthit.

"P'Arthit mau saya belikan pink milk lagi?" tanyaku, yang di jawab P'Arthit dengan "Hmm...", tanpa melihat ke arahku.

*********    

Saat sedang berjalan menuju kantin, aku bertemu dengan teman-teman sekelasku, May, Prae dan Maprang. 

Awalnya kami mengobrol tentang tugas kuliah, saat tiba-tiba Maprang bertanya "Ngomong-ngomong, siapa pacar kamu minggu ini Kong?" yang membuatku bingung harus menjawab apa.

Kurasakan tangan seseorang memelukku sambil berkata "Kayanya sih gue", yang bukan hanya membuatku terkejut tapi juga teman-temanku.

Kurasakan tangan seseorang memelukku sambil berkata "Kayanya sih gue", yang bukan hanya membuatku terkejut tapi juga teman-temanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah senyum seperti apa yang tergambar di wajahku, sehingga P'Arthit sampai bertanya "Kenapa lo senyam-senyum kaya gitu?".

Sepertinya teman-temanku sudah sadar dari shock nya, karena kini mereka serempak memberi wai pada P'Arthit, yang membuat P'Arthit melepas pelukannya dan membalas wai mereka.

Aku tahu mereka penasaran akan kebenaran dari jawaban P'Arthit, tapi mereka segan bertanya di depan orangnya, sehingga mereka langsung pamit undur diri.

Aku baru saja mau berbicara saat P'Arthit berkata "Lo kelamaan perginya, lagian gue laper, makanya gue nyusul" dan langsung pergi mendahuluiku menuju kantin.

*********     

Setelah selesai makan, kami pun pergi ke ruangan BEM lagi. P'Arthit langsung meneruskan membaca laporan begitu kami sampai disana, sedang aku sendiri hanya menemaninya sambil bermain game di handphone ku.

Sepertinya aku bermain game terlalu lama, karena saat aku selesai, ku lihat P'Arthit tertidur dengan cara menaruh kepalanya di atas tangannya yang menelungkup di atas meja.

Sebenarnya aku tak ingin mengganggu P'Arthit, mengingat bagaimana kemarin dia mengomel terus-terusan karena aku 'mengganggu' tidurnya di Bioskop. 

Tapi aku harus melakukannya, karena selain hari sudah malam, P'Arthit juga tak akan merasa nyaman kalau terlalu lama tidur seperti itu. "P'Arthit, bangun" ucapku sambil menepuk tangannya pelan.

Sepertinya P'Arthit belum terlelap, karena dia langsung bangun dan kemudian membereskan barang-barangnya. "Ayo kita pulang" katanya, dan seperti biasa langsung berjalan tanpa menungguku.

*********     

Aku kira P'Arthit ingin langsung pulang dan beristirahat, tapi ternyata P'Arthit memintaku berkeliling-keliling dahulu.

Setelah lumayan lama, P'Arthit memintaku berhenti di Sanciphani Park. "Udah lama gak liat keindahan Rama VIII Bridge di malam hari" alasannya tadi.

Aku sudah mengira bahwa suasana taman akan ramai, tapi aku tak menyangka kalau kebanyakan dari mereka datang berdua bersama pasangannya. 

Sepertinya P'Arthit pun berpikiran sama karena setelah melihat ke sekelilingnya dia berkata padaku "Banyak amat yang pacaran disini" sambil berbisik. 

"Ah, tapi kita juga sama yah?!" lanjutnya, yang membuatku tiba-tiba menghentikan langkahku dan berkata "Benar P'Arthit" sambil tersenyum lebar.

P'Arthit sepertinya sudah lelah berjalan, karena dia memintaku berhenti dan duduk di sebuah bangku. 

Aku kembali merasa wajahnya sangat cute saat ku lihat P'Arthit menutup mata, mungkin sedangmenikmati angin malam yang bertiup sepoi-sepoi.

Entah karena suasana disini yang sepi, atau karena alasan lainnya, sehingga tanpa sadar aku menutup mataku dan mencium bibirnya dengan lembut. 

Saat ku buka mata, kulihat P'Arthit sedang membelalakan matanya, dia pasti merasa terkejut dengan perbuatanku.

Aku melepaskan bibirku dari bibirnya, dan ada rasa tak rela di hatiku saat melakukannya.

Kami hanya saling terdiam sesudahnya.

Aku diam dan tak meminta maaf, karena aku merasa tak menyesal akan perbuatanku. Tapi aku tak tahu kenapa P'Arthit tak bicara, dan hanya bisa berdoa semoga diamnya P'Arthit bukan karena dia marah padaku karena telah menciumnya.

Seven DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang