6. Disease?

484 31 4
                                    

---

Vict's Pov

Aku mengikat rambutku menjadi satu, lalu mengambil bola basket yang tergeletak dipinggir kamar. Setelah mengecek penampinan dan yakin tak ada yang ketinggalan lagi, aku keluar dari kamar lalu menuruni tangga, mendapati mama yang sedang asik menonton tv

"Mom, kelapangan ya" kataku sembari mencium puncak kening mom

"Baru sembuh, Vict. Ntar kalo ada kenapa-kenapa gimana? " tanya mom dengan nada khawatir

"Sebentar, mom. Oke? Sip! Pergi ya" sahutku sambil berlari kecil keluar rumah

---

Hup!

Dengan mulus bola basket yang aku shoot tadi masuk tanpa menyentuh ring, aku memegang lututku, membungkuk kelelahan, mengatur nafasku, sudah satu jam lebih aku disini. Saat hendak berjalan untuk mengambil air minum disamping lapangan, aku merasakan sesuatu yang cair yang keluar hidungku. Ternyata darah segar lagi, aku pikir ini akan segera berakhir, ternyata masih berlanjut

Aku memutuskan untuk pulang, jarak antara rumah dan lapangan ini cukup dekat sehingga aku hanya cukup berjalan menuju kesini, saat baru beberapa langkah, sambil menutup hidungku yang masih ada bekas tetesan darah, aku mulai merasa bahwa keseimbangan tubuhku mulai tidak stabil, yang aku tau adalah ada mobil hitam didepan yang siap menabrakku. Jangankan menghindar, berteriak saja aku tak sanggup lagi. Aku yakin malaikat maut sedang dalam perjalanan kesini untuk menjemputku, atau mungkin dia didalam mobil itu?

Gelap, hitam. Hanya itu yang aku lihat sekarang

Eh? Tapi serasa ada yang membopongku ke pinggir. Dan tunggu, parfum ini? Malaikat maut memakai parfum Niall?

---

"Vict? Kau terluka?" tanya Niall, aih ternyata memang dia

"Aku pikir aku pingsan, Niall" sahutku, lalu ada darah segar mengalir dilengan Niall, luka yang cukup besar!

"Ni? Kau terluka, dan berdarah banyak!"

Niall hanya menyeringai "Luka tentu saja berdarah, Vict"

"Memar? Termaksud luka, Ni!" ujarku cemberut

Niall terlihat menahan ketawa "Aih, Niall!" aku mengacak rambutnya dengan depresi lalu memutar badan 90 derajat dan sekarang membelakangi Niall, menghadap dinding trotoar

"Ngapain nyium dinding?" tanya Niall masih menahan tawa. Astaga

"Kalau aku kesal emang kebiasaan nyium dinding, terus masalah?" tanyaku balik

Niall hanya kembali tertawa, pandangannya sekarang berubah dan terfokus pada bibirku, tangannya mulai memeluk pinggangku, membelai rambutku dengan tangan satunya. Dia sedikit mencondongkan kepala mendekati kepalaku, sambil tetap memandang tepat pada mataku dengan lembut. Ku biarkan jantungku tetap berdegup kencang, dia mulai memiringkan kepala, dan mulai menutup matanya. Sehingga cup! Aku mulai merasa kupu-kupu diperutku menari-nari riang

Aku merasa lebih baikan. Lalu memundurkan kepalaku, melepas ciuman Niall. Aku tersenyum sekilas, akhirnya dia berdiri, membantuku untuk berdiri juga dengan cara membopongku. Tangan kananku memegang pinggangnya, Niall membantuku masuk kedalam mobil, saat sudah memasangkan sabuk pengamanku, dia berlari kecil kepintu sebelah. Saat kami berdua sudah didalam mobil, mimisanku berhenti

"Kamu lapar?" tanya Niall,

"Iya.."

Jawabanku membuatnya tersenyum, lalu ia menggas mobilnya pelan menjauhi lapangan

"Ni?"

"Iya?"

"Jangan kasih tau Mom ya"

"Asal kamu mau janji, kemana-mana harus sama aku"

"Iya, aku janji"

---

Empat hari sebelum ini, mom sudah membawaku ke dokter. Dokter bilang belum bisa dipastikan secara jelas tentang penyakitku yang sebenarnya, dan harus di cek kembali pada hari ketujuh. Dan disinilah aku, duduk dikursi yang tersedia didepan ruangan ronsen, mom dan dokter serta satu suster ada didalam ruangan itu, berbicara hal yang sangat serius yang tak bisa diganggu sehingga akupun tidak bisa ikut mendengarkan

Aku bersandar didinding rumah sakit ini, ini pertama kalinya aku diperiksa serius sampai harus dironsen, padahal awalnya mom bilang hanya demam biasa, namun kurasa ini lebih parah dari yang kubayangkan

Aku merasa ada yang keluar dari hidungku, astaga darah merah segar lagi, seketika aku mendadak pusing, pandanganku menjadi gelap, kucoba berdiri namun kakiku serasa tak kuat menahan beban tubuhku. Mom, tolong

---

Saat aku mulai membuka mata, aku telah terbaring diruangan yang penuh sesak bau obat-obatan. Aku benci bau ini, saat kulihat sekeliling, Niall, Zayn, Mom, dan tiga orang dari member one direction lain berada diruangan ini

"Mom? Ada apa?" mom mengangkat kepalanya, dia sedang menangis!

"Vict? Kamu sadar nak? Kamu nggak sadarkan diri 2 hari, nak" jawab mom tidak bisa membendung tangisnya lalu menghambur memelukku

Aku mencoba untuk duduk bertopang dengan tanganku, namun ia menolak. Memang seberat itukah aku? Aih

"Vict? Kau sudah merasa baikan?" kali ini Zayn bertanya sambil tersenyum, maniiiis sekali dan memberiku sekantong coklat, kuulangi, sekantong coklat

"Sudah, tapi aku lapar, untung kau tau. Makasih, Zayn!" ucapku lalu dia memelukku

"Ini.." potong Niall sehingga Zayn melepaskan pelukannya

"Bunga mawar? Kau menyuruhku memakannya, Ni?" ucapku melihat yang ia pegang sambil membuka bungkusan coklat yang Zayn berikan lagi, lalu memakannya sedikit

"Bukan, Vict" jawabnya tertawa hambar, matanya berkaca-kaca "Aku sangat mengkhawatirkanmu, tau!" ujarnya pelan dan langsung memelukku, membuat genggaman tangan Zayn terlepas

"Aku nggak kenapa napa, Ni. Makasih bunganya tapi nggak bisa dimakan niih" sahutku tertawa kecil, mencoba menenangkan

Zayn's POV

Saat Niall datang, bersamaan dengan terbangunnya Victoria mungkin memang membuktikan bahwa mereka jodoh. Dan Victoria yang baru bangun bisa tertawa karenanya

"I can't be the first to make you smile" gumamku

You can't love me, NiallWhere stories live. Discover now