I : Kalau Ingin Menangis, Menangis Saja. Jangan Sok Kuat.

2.2K 93 2
                                    


          "Bagaimana? Kalian sudah menemukan jejaknya?" Tanya Arthur yang tengah berjalan menuju tahanan ruang bawah tanah.

          "Ini kita sedang mencarinya dengan sinar ultraviolet."

          "Cepat! Jangan sampai—astaga!" Arthur teringat sesuatu. Dia pun langsung menelfon seseorang. Ia buru buru naik ke atas karena di bawah tidak ada jaringan.

          "Jessy! Cepat periksa Alenna di restoran!"

          "Oke, aku baru saja kembali."

          "Ck! Cepat!"

          Arthur mematikan sambungan telfonnya kemudian kembali berjalan ke dalam markas. Ia menghampiri Raveno yang tengah sibuk melacak keberadaan Gerry.

          "Bagaimana?" Tanya Arthur pada Raveno.

          "Gelangnya dilepas tapi serum yang ada dilehernya masih bisa dilacak." Ujar Raveno sambil mengotak-atik laptopnya.

          "Baik, terus lacak dia!"

          "Dia ada di Restoran Gabriel's!"

          Arthur membelalakkan matanya. Alenna sekarang sedang dalam bahaya. Tiba-tiba Arthur merasakan ponselnya berdering.

          Incoming call Jesslyn

          "Ya, Jessy? Ada apa?"

          "Di restoran ada pembajakan, sepertinya Alenna sudah dibawa kabur. Disini penuh dengan orang orang bersenjata. Mereka menyuruh pengunjung berjongkok dan jangan menelfon polisi."

          "Bagaimana kau bisa menelfonku?"

          "Nanti akan kuceritakan. Tuan Ferdian telah meninggal. Sepertinya beliau terkena sianida yang terdapat di bibir gelas."

          "Aku akan kesana bersama yang lain!"

          Ketika Arthur tengah kalang kabut karena Gerry kabur, disalah satu sel tahanan terdengar suara seseorang tertawa. Arthur mendelik tajam ke arah sel tahanan tersebut.

          "Johan!" Gumam Arthur. Ia pun berjalan ke arah sel Johan.

          "Apa yang kau tau?"

          Johan masih saja tertawa tidak jelas seperti orang gila. "Kau mau tahu apa yang ilmuwan gila itu lakukan terhadap gadis itu?"

          "Apa yang kau tau?! Cepat katakan!"

          "Boss! Gerry bergerak!"

          Arthur berjalan menjauhi sel Johan dan menghampiri Raveno yang panik.

⚫⚫⚫


          Alenna kini tengah berada di dalam mobil limousin hitam, berdua dengan Gerry di dalamnya. Tangan kanannya diborgol bersama Gerry agar tidak bisa kemana-mana. Alenna menggoyang-goyangkan borgolnya, sedangkan Gerry tengah mengetik pesan diponselnya.

          "Bisa diam tidak?!"

          Alenna langsung terdiam, matanya berkaca-kaca dan air mata menetes di pipi kirinya. Alenna menyeka air matanya. Gerry meletakkan ponselnya dan memberi sekotak tissue pada Alenna.

          "Kalau ingin menangis, menangis saja. Jangan sok kuat."

          Bukannya menerima, Alenna malah melempar kotak tissue itu tepat ke wajah Gerry.

          "Apa yang kau inginkan?! Masih untung aku memperbolehkanmu duduk di limousinku!"

          "Aku mau pulang!"

          "Tidak bisa!"

          "Kenapa?!"

          "Ya tidak bisa!"

          Alenna seketika teringat kejadian ketika ia baru pertama kali datang di apartemen Arthur. Menangis dan meminta pulang. Ia teringat dengan Arthur.

          "Kalau melepaskan borgol ini, bisa?"

          "Lihat! Tanganku sampai memerah begini. Aku tidak mau ada bekas luka ditanganku."

          "Ck! Dasar manja! Tidak bisa!"

          "Oke."

          Alenna langsung membuka pintu limousin kemudian bersiap untuk meloncat keluar. Gerry yang diborgol bersama Alenna pun ikut terseret.

          "Hei, perempuan sinting! Tutup pintunya!" Gerry berusaha menarik tangan kirinya.

          "Tidak! Aku akan melompat dan kabur dari sini!" Alenna bersiap siap untuk melompat keluar. Gerry pun langsung membuka sekat.

          "Hentikan mobilnya!"

          Mobilpun berhenti. Alenna turun dan berusaha lari namun hal itu sia sia. Ia menahan rasa sakit di tangannya. Orang orang yang tengah berjalan sesekali melirik ke arah limousin itu.

          "Masuk!"

          Gerry berusaha menarik borgolnya, tangannya sudah terasa sakit dan ada bekas merah bergaris. Alenna memejamkan matanya, berusaha keluar. Ia dapat merasakan suatu cairan mengalir ke sikunya. Pergelangan tangannya berdarah.

          Orang orang sekitar tidak ada yang menolong, mereka hanya melihat. Borgol mengendur, ternyata Gerry berada dibelakangnya. Memegang pinggul Alenna kemudian menyeretnya masuk ke mobil.

          Alenna menangis. Tangannya terasa perih. Gerry hanya bisa mendesis menahan rasa perih di tangannya. Gerry pun menutup pintu mobil dan mobil kembali berjalan.

          "Kau ini memang keras kepala!" Ujar Gerry mengambil tissue. Ia mengelap darah yang ada di tangan Alenna.

          Alenna masih menangis. Kenapa hidupnya seperti ini? Hatinya menyukai Arthur, ayahnya telah meninggal, bundanya entah kemana, dan kini ia tengah diculik entah bersama siapa.

          Gerry meneteskan alkohol ke tangan Alenna. Dengan refleks, Alenna menampar pipi Gerry.

          "Sakit!" Rengek Alenna sambil membenturkan kepalanya kebelakang.

          Gerry melepaskan borgolnya, ia hendak memberi perban ke siku Alenna namun gadis itu langsung mengambil ancang-ancang untuk keluar. Alenna menarik tangannya, membuka pintu mobil dan melompat. Lututnya terluka, dahinya juga, sikunya berdarah, sweaternya sobek. Tubuhnya terasa nyeri. Luka ditubuhnya sangat perih, tulang rusuknya patah.

          Alenna langsung berdiri kemudian lari dengan tergopoh gopoh menuju trotoar, sedangkan mobil limousin keparat itu tengah memutar balik. Alenna berusaha berlari secepat mungkin.

          Orang orang menatap heran kearahnya. Darah didahinya mengucur sampai ke alisnya. Darah di sikunya menetes di jalan trotoar. Tangan kirinya memegangi dadanya yang terasa nyeri. Rambutnya berantakan, darah dilututnya membuat kaos kakinya berubah menjadi merah.

          Alenna terus berlari, mencoba mencari pos polisi. Pandangannya menjadi kabur, tubuhnya melemah. Hingga akhirnya Alenna terjatuh di trotoar. Dia mencoba mengumpulkan kesadarannya namun itu tidak bisa.

          Alenna dapat melihat sepatu yang dipakai Gerry berjalan ke arahnya. Badannya terangkat. Alenna bisa melihat Gerry menggendongnya dan membawanya masuk ke dalam mobil. Alenna berusaha memberontak dengan kakinya yang digoyang goyangkan dan tangannya yang memukuli dada pria itu.

          "Lepaskan! Arghh! Lepaskan!"

          "Lepaskan aku.." Desis Alenna.

          Alenna sudah tidak bisa berteriak. Pemberontakannya melemah, tubuhnya terasa lemas. Pandangannya menjadi buram dan gelap. Ia kehilangan kesadarannya.

~~

ABDUCT LOVINGWhere stories live. Discover now