7 - Lost

707 125 26
                                    

Pertandingan akhir Quidditch pun tiba. Setelah berminggu-minggu pertandingan antar-asrama berlangsung, sekarang giliran Gryffindor dan Slytherin lah yang menandingi satu sama lain. Pertandingan final. Keduanya sama kuat dan tak ada tanda-tanda dari kedua tim tersebut untuk memberikan satu sama lain celah.

Bahkan seorang Albus Potter yang tidak menyukai Quidditch dibuat penasaran dengan hasil akhirnya.

Albus melangkah ringan ke Lapangan Quidditch bersama Scorpius. Sebuah syal Slytherin menggantung di lehernya . Dia hanya mengenakan kaos abu-abu dilapisi jaket hitam tipis. Di lengan kanannya terikat sapu tangan hijau beludru.

"Kau siap?" tanya Albus saat menginjakkan kaki di lapangan hijau yang membentang luas itu.

Scorpius mengembuskan napas kasar. "Untuk menghadapi Gryffindor yang poinnya sama persis dengan kita — tiga ratus delapan puluh poin?" — Dia mengedikkan bahu — "Tentu. Never felt better."

"Kau yakin bisa memenangkan pertandingannya?"

"Entahlah, tapi aku yakin bisa menangkap Snitch-nya," jawab Scorpius mantap. Bertepatan dengan berakhirnya jawaban tersebut, mereka berpisah. Albus berjalan menuju tribun penonton, sementara Scorpius bersiap-siap bersama pemain Quidditch lainnya.

Hari ini adalah kali kedua Albus menjelma menjadi salah satu penonton Quidditch yang antusias (Albus pernah menjelma seperti ini juga sebelumnya, saat Scorpius pertama kali bermain menjadi Seeker di tahun keempat). Alasannya? Seperti yang mungkin sudah diduga semua orang, Alisha Nott.

Pertandingan Quidditch yang kali ini adalah kesempatan pertamanya melihat Alisha terbang di udara. Di minggu-minggu sebelumnya, Albus memiliki segudang detensi dari Profesor McGonagall (yang melihatnya melanggar sedikit peraturan dengan membawa barang dari toko pamannya, alias Weasley's Wizard Wheezes) dan kelas tambahan Ramuan.

Biasanya, Albus tidak mau menonton Quidditch. Bukannya dia benci dengan permainan favorit para penyihir tersebut, tetapi dia benci dengan fakta bahwa ia adalah Potter satu-satunya yang tidak berada di tim Quidditch dan dia juga benci dengan tatapan-tatapan menghina disertai bisikan "Potter gagal" yang dilontarkan oleh orang-orang.

Albus duduk di bagian kedua dari depan. Hampir semua orang yang berada di tribun saling mengobrol, membuat keadaan di sana riuh. Namun, karena Scorpius yang ikut bermain Quidditch, Albus pun hanya seorang diri dan tidak mempunyai teman mengobrol. Ditambah lagi Mason, teman seasramanya, sakit dan tak bisa menonton pertandingan hari ini.

Saat ia sudah tenggelam di dalam kesendiriannya, tiba-tiba seseorang menyenggol lengannya. Albus menoleh dan mendapati seorang Hufflepuff yang ia kenal. Brandon Smith, adik dari Carter Smith, sang Kapten Quidditch Slytherin. Hal yang menarik perhatian Albus pertama kali adalah warna hijau-perak yang terdapat pada pipi kiri Brandon.

"Hey, mate," sapa Albus dengan cengiran. Mereka beradu tinju sebelum Brandon duduk di samping Albus.

"Bagaimana dengan Scorpius? Maksudku, poin Slytherin dan Gryffindor sama, aku yakin Carter memberikan mereka tekanan besar. Kalau Scorpius tertekan, mungkin dia bisa kehilangan konsentrasi nantinya," ujar Brandon sambil mengusap hidungnya.

Albus berpikir tentang seberapa banyak tekanan yang sudah diberikan oleh nyaris seantero Hogwarts padanya dan Scorpius, namun mereka masih bisa bertahan sampai sekarang. Jadi, tekanan yang bisa dibilang kecil dari Carter untuk Scorpius bukanlah apa-apa. Dia tahu seberapa kuat Scorpius sebenarnya.

FirstWhere stories live. Discover now