[Yumna] - 3

1.1K 155 4
                                    

Sedari tadi, aku hanya memperhatikan Fannan dari jauh. Terlihat dari tempat dudukku disini, dia sedang sibuk dengan lembaran kertas yang berwarna-warni. Warnanya pun sangat lucu, kesukaanku. Pastel. Sudah tiga hari kuperhatikan, namun Fannan selalu sibuk dengan kertas warna-warni tersebut. Aku jadi penasaran apa yang ia buat.

Kumpulan kata manis kah? Atau sebuah surat cinta untuk perempuan baru? Atau sebuah kejutan untuk merayakan sesuatu? Ah, sebaiknya aku berhenti memikirkan itu. Fannan juga tidak peduli kepadaku. Ketika aku masih merasakan sakit karena putus dengannya, dia terlihat baik-baik saja sampai saat ini. Dan itu membuatku sangat miris.

Reisha menepuk pundakku, "heh! Mau ke kantin nggak?"

"Kuy!"

Seperti biasa, aku selalu ceria kalau bersatu dengan Reisha. Karena aura yang dipancarkan Reisha selalu ceria, aku jadi termotivasi untuk mengikutinya. Hidup dengan cara tidak memikirkan sedikitpun masalah yang menghampiri. Sangat nyaman.

"Eh Na, tadi ada anak kelas bahasa yang nanyain lo. Minta kontak line lo, dan gue kasih." Reisha nyengir, sambil mengangkat tangan berbentuk huruf V.

Aku memukul punggung Reisha. "Ish! Suruh siapa dikasih?! Gue nggak mauuu!"

"Biarin kali, buat pengalihan perhatian. Gedek gue liat lo galau mulu sejak putus."

Skak. Itu benar. Sepertinya, aku harus mulai mengalihkan perhatianku pada cowok lain. Fannan saja bisa, kenapa aku tidak?

***

LINE!

Suara notifikasi chat mengalihkan perhatianku dari makanan yang sedang kumakan saat ini.

"Salam kenal. Gue Nino dari kelas 12-Bahasa-II. Pulang sekolah bareng gue, yuk?"

Kira-kira, itulah isi pesan yang kuterima beberapa detik yang lalu. Aku geli sendiri membacanya.

Aku memanggil Reisha yang sedang diluar kelas. Namun dia tengah berbicara dengan Fannan. Lega. Itulah yang aku rasakan. Setelah debat kecil beberapa hari yang lalu, mereka sudah akur lagi. Akhirnya, aku tidak jadi memanggil Reisha dan kembali masuk ke kelas.

"Terima ajakannya jangan, ya?" Tanyaku pada diriku sendiri, sedikit nyaring.

"Terima."

Aku membeku ditempat. Itu suara Fannan. Akhirnya aku menoleh untuk memastikan orang yang berbicara barusan.

"Ha? Lo ngomong sama gue? Dan perasaan tadi lo diluar deh." Akhirnya! Setelah sebulan lebih berlalu, aku berbicara dengan Fannan dengan jarak sedekat ini.

"Gue ngomong sama nasi goreng punya lo kok. Btw, lo ngintipin ya?" Fannan terkekeh kecil.

"Terima aja, siapa tau nyangkut sama lo. Gue kenal Nino, orangnya baik." Lanjutnya.

"Lo, kok ..kok bisa tahu sih yang nge-chat gue itu Nino?" Tanyaku kikuk.

Fannan tertawa. Dan itu adalah tawa favoritku selama ini. "Asal nebak sih. Soalnya waktu itu dia pernah nanyain lo ke gue."

"Oke." Kataku akhirnya, terpaksa.

Fannan tersenyum, menepuk pundakku lalu berbisik, "goodluck! Nino nggak akan nyakitin lo kayak apa yang gue lakukan ke lo. Dia bisa buat lo bahagia."

Dan akhirnya, Fannan meninggalkan tempat duduk milikku, dan pergi ke bangkunya sendiri. Sementara aku, masih terdiam. Berusaha mencerna kalimat Fannan, dan mengartikan sikap Fannan beberapa detik yang lalu.

Rasanya sakit.[]

***
Happy readings!
Maaf kalau typo bertebaran.

LastWhere stories live. Discover now