MERTUAKU, SAINGANKU

Start from the beginning
                                    

"Udah ah, ayo masuk kamar deh!" bisikku sewot, sebelum betulan ilfil dengan acara pop quiz dadakan bertema bintang sinetron yang dapat dijawab dengan sempurna oleh Sahat.

Tampang Madam Mertua udah nyaris kesetanan gara-gara cemburu. (Ya dong, dia cemburu! Pasti dong!) Tapi aku cuek pura-pura nggak liat. Bukan apa-apa, hari ini udah masuk masa subur, aku pengen ngajak Sahat buru-buru bikin prakarya rajutan tingkat akhir. Dan jelas kentara banget Madam Mertua kali ini nggak tau apa-apa soal ini, secara denger-denger kabarnya kalender ajaibnya lenyap beberapa hari setelah dia nelepon pagi-pagi buta ngingetin aku soal hari subur sekitar sebulan yang lalu. Aku curiga itu ulah si Sahat, meskipun belahan jiwaku yang suka nggak mutu itu nggak mau ngaku biarpun sudah dirayu-rayu.

BTW, masuklah kami ke kamar. Bukannya terus begitu pintu tertutup aku sama Sahat langsung melucuti pakaian masing-masing dan main dokter-dokteran. Bukaaaan!!! Dengan mertua masih mantengin teve nonton sinetron dengan volume dipasang pol di balik dinding kamar, siapa sih bisa menciptakan mood romantis apalagi bernafsu?

Aku jelas nggak. Sahat apalagi.... soalnya sejak Madam Mertua hijrah ke sini sepuluh hari yang lalu, Sahat kayaknya kehilangan nafsu sama sekali buat bermesraan. Nggak aneh juga sih, soalnya pernah pas ajang lagi panas-panasnya tahu-tahu sang Mertua ngetok pintu pake gaya Batak yang ngototan nggak terima penolakan gitu.

Mertua: Sahat, Sahat, sudah tidur kau?

Sahat: *ngos-ngosan, nelen ludah sekalian ngatur napas* Ya, Mak?

Mertua: Coba liat sini, siapa nama pemain sandiwara ini, dari tadi kuingat-ingat tak datang juga namanya!

Aku: (suara penuh api dendam dan neraka ancaman) Berani kluar berarti nggak sayang nyawa!

Sahat: Minaaarrrr, sabaaar... nanti kalo dia tersinggung kita juga yang repot.

Dan Sahat pun bergegas mengenakan kolor, kaus, dan celana pendek, lalu keluar menyongsong ibunya. HHHHHHHHH! MO MARAAAAHHHH!!!

Duh, aku mesti ingetin diri untuk nelepon Monang besok neh, bujukin dia supaya berdamai dengan ibunya, berhubung aku butuh rumah ini untuk berdua-duaan aja sama Sahat.

Aku: Biasanya kalo nggak kau temenin gini, ntar sejam lagi juga Inang udah masuk kamar!

Sahat: (menguap, tampang ngantuk) Ya, ya... trus?

Aku: Kita tunggu kira-kira setengah jam, trus kita keluar lagi.

Sahat: Ngapain? Mau maen rumah-rumahan di ruang teve?

Aku: *pipi semburat merah jambu mata berbinar penuh berahi*

Sahat: MINAAAAARRRRRR!!!

Aku: Tadi sore waktu beres-beres, aku ketemu koleksi film "Unyil"-mu!

Sahat: Trus?

Aku: Aku kepingin nonton bareng! *pipi tambah merah padam jantung degdegan*

Sahat: MINAAAAAARRRRRR!!!!

Dan percakapan nggak perlu dilanjutkan karena aku tahu sudah berhasil mendapat kesepakatan untuk melakukan petualangan seks malam ini. Asiiiiiikkkkkkk!!!!

Maka, sekitar tengah malam, dengan gaya maling profesional meskipun di rumah sendiri, aku dan Sahat mengendap-endap keluar dari kamar. Setengah diriku sebenarnya agak-agak kesal, karena kalau saja saat ini kami cuma berduaan di rumah, kami bisa bebas merdeka dan nggak perlu main petak umpet begini. Tapi setengah diriku yang berjiwa petualangan tahu, situasi ini justru memancing adrenalin yang bikin hasrat makin menggebu dan menjilat-jilat seru kayak habis dikipasin. Sahat segera menyalakan televisi dan memasukkan CD ke player.

Sahat: Aku lupa pernah punya film ini. Aku nggak ingat sama sekali pernah nonton yang judulnya ini.

Aku: Emang penting, gitu, judulnya? Palingan judulnya nggak jauh juga dari judul berita koran Lampu Merah!

Sahat: Wah, wah, wah, Minar! Kau lagi horni banget kayaknya! (menatap nakal sambil ngangkat-ngangkat alis)

Aku: Cepetan pasaaaangg!!!

Sahat: Ssssssshhhh!!!

Kami duduk di sofa, tangan Sahat memegang remote. Satu menit, lima menit, sepuluh menit. FAST FORWARD. PLAY. Semua pemain bisa dibilang masih berpakaian lengkap dan nggak capek-capek komat-kamit ngomong mulu. FAST FORWARD lagi. Pakaian sangat miniiim. Dan dari tadi paling nekat cuma cium-cium dan senyum mesum.

Sahat: *suara ilfil* Pantesan aku nggak inget pernah nonton. Ini film semi KW tiga. Nggak seru.

Aku: Maksud kau?

Sahat: Bukan "Unyil".

Aku: Sial! Udah pengeeeen gituuuu!!!

Sahat menatapku dalam-dalam. "Kalo gitu, mending kita langsung action aja!" katanya. Aku langsung mengenali nadanya yang satu itu dan tersenyum lebar.

Laluuuu... betapa kagetnya kami kayak disambar geledek di siang bolong waktu Sahat mematikan film dan terdengar suara dari belakang.

"Kenapa pula kaumatikan pelem itu, Sahat? Baru sadza aku masuk lagi ke kamar buat mangambil kacamataku, eh... malah kaumatikan telepisi itu! Heran aku sama klian berdua ini! Menonton diam-diam tak klian ajak aku! Tak pake suara pulak! Memangnya itu pelem bisu ya? Pelem apa? Aku ini mamakmu, Sahat! Jangan diam terus! Zawaaaaabbbbbb!!!"

CATATAN HARIAN MENANTU SINTINGWhere stories live. Discover now