MERTUAKU, COBAANKU

18.5K 783 91
                                    



Hmmm... sebetulnya sih, mertuaku orangnya baik banget, dan... kalau aku lagi kesulitan buat  percaya bahwa dia baik, aku tinggal lihat anaknya. Bagaimanapun, kata dunia, buah nggak mungkin jatuh jauh-jauh dari pohonnya, kan? Ya, kan? *eh.

Tapi... hmmmm, kalo bicara soal cobaan, nah ini dia... Mertuaku jelas-jelas cobaan buatku. Cobaan kelas berats. Cobaan yang selalu nyaris membuatku kobok-kobok kerongkongan pake sikat botol. Cobaan yang dikirim kepadaku sebagai upaya terakhir Yang Maha Kuasa supaya aku belajar bersabar, bersabar, dan bersabaaaarrrr. Ibaratnya kalau cobaan bisa dikasih gambar cabe, yang ini cobaan terpedas nomor sepuluh!

Gimana bukan cobaan, semua hal yang ada hubungannya denganku tidak pernah luput kena sindiriannya. Mulai dari caraku mengurus anaknya, panggilan sayangku buat anaknya, dandanan anaknya, sampai ke kegagalanku buat hamil padahal perkawinan kami udah masuk tahun kedelapan. Untuk hal terakhir ini, Madam Mertua ini nandingin aku soal level kebakaran jenggot-nya, alias panik tingkat modar. Kalo aku masih keitung kebakaran jenggot, Madam Mertua jelas bisa dikategorikan udah kebakaran jiwa-raga.

Mertua: Minar? Boleh aku tanya?

Aku: (Emang penting gitu, ngomong kayak begitu? Secara aku jawab "nggak boleh" juga dia pasti terus nyerocos nggak peduli. Nih aku coba bilang nggak ya...) Nggak boleh, Inang.

Mertua: Klian itu bikin aku bingung sebenarnya loh. (Jangan terganggu dengan peletakan partikel dalam ucapan Madam Mertua ya, dia itu menempatkan "sih", "deh", "loh", dsb itu kayaknya berdasarkan feng shui ciptaan sendiri, bukannya ngitung tepat apa nggak tuh partikel diletakkan di situ.)

Aku: (mulai ngitung 1, 2, 3, 4 sambil tarik napas dalem-dalem.) Apanya yang bingung?

Mertua: Begini... memangnya klian tak pernah tahu caranya campur yang benar deh?

Aku: (pura-pura bloon) Campur apa? Campur tangan? Campur baur? Campur sari? Campur...

Mertua: Sek, Minar... kau ini bodoh kali bah!

(Masaoloh, Madam Mertua tahu juga kata seks (walaupun nggak sempurna seh, aka kurang "s")! Ck ck ck!)

Aku: (mangkel tapi sekaligus geli) Aku sih jelas tahu cara campur seks, Inang, tapi nggak tau deh kalo si Sahat.

Mertua: Bah, maksudmu??? Tak mungkin si Sahat tak tahu. Dia laki-laki. Tak usah belajar pun laki-laki sudah ahli soal campur-campur itu. Kerna memang cuma itu yang dipikirkan laki-laki, Minar! Jangan bodoh kaunya!

(Huuuu... kalo giliran anak sendiri langsung aja dibela mati-matian! :( )

Aku: Habis, kalau begitu siapa dong yang nggak tahu cara campur yang benar? Aku tahu. Sahat, kata Inang pasti tahu...

Mertua: Itulah sebabnya aku tanya. Soalnya aku heran jugak dokter klian masih harus ngajari klian cara campur. Aneh. Zaman aku dulu, Minar, kami tak pernahnya belajar soal campur. Semua bisa sendiri. Tak pakeknya hitung-berhitung hari kek yang dibilang dokter klian itu. Kapan mau, langsung campur sadza. Kunsi pintu, naik kasur. Begitu. Dan langsung jadi pula. Habis perkara.

Aku: (Mulai merasa dibanding-bandingkan dan meradang gara-gara tersinggung.) Maksud loooooh???? (tapi toh cuma berani nyolot dalam hati karena nggak punya nyali durhaka sama mertua. Hitung lagi: 1, 2, 3...)

Mertua: Minar, klo ditanya orang tua, dijawab, begitu...

Aku: (10... 11... 12...) Kami juga kapan mau, langsung campur kok... Buka baju, naik ranjang.

Mertua: Troos kenapa tak jadi-jadi juga sampek sekarang?

Aku: (30... 31... 32...) Mungkin Tuhan belum ngasih aja? *nada ragu-ragu mode on*

CATATAN HARIAN MENANTU SINTINGWhere stories live. Discover now