Zarsya tersenyum canggung menatap ketiga sahabat Ardzan itu. Sementara Veno justru menatap Zarsya dengan tatapan menggodanya, Kelvin yang menatapnya seakan-akan meminta penjelasan, dan Erlan yang hanya menatap ketiga sahabatnya itu secara bergantian.

"Tunggu, kenapa Zarsya bisa ada disini?" Tanya Kelvin dengan kening yang mengerut. Zarsya yang mendengar pertanyaan Kelvin pun menundukkan kepalanya sambil memainkan jari jemarinya.

"Arsya ngi---."

"Jangan bilang lu tinggal disini." Potong Veno yang langsung diberi anggukkan kepala dari Zarsya. Veno yang mendapat anggukkan dari Zarsya pun menggelengkan kepalanya tidak percaya, yang kemudian menatap Zarsya dengan mulutnya yang terbuka lebar.

"Jangan bilang ortu lu lagi butuh uang, sampai-sampai rumah lu di sulap jadi kos-kosan Putri."

Pletak!

"Aw! Sakit anjir." Adu Veno sambil mengusap-usapkan kepalanya yang dipukul oleh Ardzan. Cowok itu menatap Veno sinis yang justru membuat Veno mendelik kesal dan memukul balik Ardzan.

"Fix ini si lu harus jelasin ke kita, Dzan." Ucap Erlan membuka suara. Ardzan hanya menatap ketiga sahabatnya malas yang kemudian memilih untuk berjalan menuruni anak tangga, menyisahkan Zarsya dan ketiga sahabatnya itu yang menatapnya meminta penjelasan.

"Kok lu disini?" Tanya Kelvin sambil berjalan mendekat kearah Zarya. Membuat persegi dimana semua tatapan menuju kearah gadis itu.

"Arsya nginep disini."

"Kok bisa? Emang rumah lu kenapa?"

"Kenapa harus rumah Ardzan?"

"Iya, kenapa nggak rumah Risya atau Sylva. Lu kan deket tuh sama mereka."

"Gini ya, Sya. Gue nggak mau soudzon, tapi lu sama Ardzan minta di soudzonin. Gimana dong?"

Zarsya menatap ketiga cowok dihadapannya itu dengan bingung. Masing-masing dari mereka melemparkan pertanyaan dengan cepat membuat Zarsya bingung sendiri harus jawab yang mana terlebih dahulu. Dalam hati, dia merutuki niatnya yang ingin mencari seseorang untuk dia ajak berbicara, jika pada akhirnya justru menjadi seorang tersangka yang tengah disidang.

"Rumah Arsya nggak kenapa-napa. Ardzan itu anaknya sahabat Bunda, jadi Arsya dititipin disini. Veno nggak usah soudzon, karena Arsya sama Ardzan nggak ngapa-ngapain." Ketiga cowok disana mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Veno dengan tatapan menyelidikinya membuat Zarsya sedikit bergidik ngeri, yang kemudian membuat seseorang kembali memukul kepala cowok itu. Ardzan dengan tangan kanannya yang memegang satu gelas minuman dingin menatap tajam ketiga sahabatnya itu.

"Tapi kok mau si tinggal sama Ardzan? Dia kan anaknya nggak asik. Walau ganteng, tapi tetep aja nggak seru. Mana jarang ngomong lagi, miris pokoknya." Celetuk Kelvin yang sukses membuat kedua mata Ardzan menatapnya tajam, sementara Zarsya yang berusaha menahan tawanya itu.

"Nggak tahu, Bunda yang nyuruh." Ucap Zarsya yang lagi-lagi membuat tiga cowok disana menganggukkan kepalanya, sementara Ardzan yang justru menatapnya acuh.

"Tapi kalau lu berubah pikiran, lu bisa telpon salah satu diantara kita. Gratis buat orang kayak lu." Zarsya menganggukkan kepalanya sambil tertawa kecil. Sementara Erlan yang sedari tadi diam menyimak, langsung menggeret masuk Veno yang masih mengoceh sambil sesekali menggoda Zarsya. Membuat cewek itu menundukkan kepalanya malu, dan Ardzan yang menatapnya garang.

"Maafin Veno ya, mulutnya emang suka gitu. Kalau ngomong nggak pernah di ayak dulu." Lagi Zarsya menganggukkan kepalanya, kemudian menatap Kelvin yang berjalan masuk kedalam kamar Ardzan di susul sang empunya kamar yang langsung menutup pintu kamar berwarna cokelat tua itu.

Senyum Zarsya terukir diwajahnya begitu mendengar suara Veno yang tengah menggoda Ardzan yang kemudian di susul dengan teriakkan dari cowok itu. Zarsya yang tengah membayangkan apa yang terjadi didalam sana pun, terkikik geli sambil melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Hendak mengambil minuman untuk menyegarkan tenggorokkannya yang terasa kering, sehabis di sidang habis oleh ketiga sahabat dari sang empunya rumah.

"Loh Kakak nggak tidur siang?"

Zarsya menggelengkan kepalanya begitu melihat Arfan yang tengah berjalan kearahnya itu. Dengan baju putih kebesaran, dan celana boxer tazmania, Arfan mengambil posisi duduk dimeja makan sambil mencomot satu potong ayam goreng yang sudah matang.

"Arfan kira tidur. Padalhan tadi mau Arfan ajak main." Ucap Arfan sambil memasukkan satu potong ayam kedalam mulutnya. Melihat Arfan yang memakan potongan ayam dengan lahap, membuat Zarsya menelan salivanya, merasa tergiur untuk mencomot potongan ayam namun dia harus mengurungkan niatnya, mengingat dia sedang menumpang dirumah orang lain.

"Kakak mau?" Tawar Arfan sambil menyodorkan potongan ayam lainnya yang baru saja dia ambil. Zarsya menggelengkan kepalanya dan mengambil posisi duduk disebelah Arfan, menemani anak itu makan dengan lahapnya.

"Kenapa nggak pakai nasi?"

"Nanti aja, Arfan kan cuma mau gadoin ayamnya, bukan mau makan. Lagian sebentar lagi juga makan siang, mau makan bareng sama Kakak sama Abang juga." Zarsya hanya mengangguk-anggukan kepalanya pelan, kemudian menatap kearah Ardzan dan ketiga sahabatnya yang berjalan menuruni anak tangga menuju pintu utama rumah Ardzan.

"Sya, kita pulang ya. Jangan kangen! Yuk dadah bye bye." Zarsya tertawa pelan begitu mendengar suara cempreng Veno yang menggema. Arfan yang tengah menikmati potongan ayam pun ikut tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Abang itu enak ya, punya temen humoris semuanya. Seru-seru." Ucap Arfan yang diberi anggukkan kepala Zarsya.

"Biasanya temen yang kayak gitu, kalau dia nggak ada bakalan di kangenin, Ar." Timpal Zarsya yang sontak membuat senyuman Arfan merekah.

"Kayak Arfan kan, Kak?" Tanyanya seraya menaik turunkan alis tebalnya, turunan sang Ayah. Zarsya yang melihatnya tertawa kecil dengan tangan kanannya yang mengusap rambut hitam Arfan.

"Dih ngimpi." Pandangan Zarsya beralih menatap Ardzan yang kini tengah berjalan kearah mereka. Dengan raut wajah yang selalu datar, Ardzan mengambil posisi duduk disebelah Arfan sambil ikut mengambil satu potongan ayam dan memasukkannya kedalam mulut. Zarsya yang melihatnya pun kembali menelan salivanya, berusaha menahan hasrat untuk ikut memakan potongan ayam itu.

"Kalau mau makan, makan aja Kak. Mama sengaja masak banyak, karena nggak ada dirumah. Terus Mama juga udah tahu kok, kalau anak-anaknya pada seneng gadoin lauk. Jadi nggak bakalan di omelin juga sama Mama. Iya kan, Bang." Ardzan menganggukkan kepalanya, menyetujui ucapan adik sematawayangnya itu sambil sesekali melirik Zarsya yang tersenyum kecil dan mulai ikut mengambil potongan ayam. Dan diam-diam Ardzan mengulum senyuman tipisnya melihat Zarsya yang begitu semangat memakan potongan ayam yang diambilnya.

ZARDZAN [Discontinue]Kde žijí příběhy. Začni objevovat