MERTUAKU, HANSIP HARI SUBURKU

Start from the beginning
                                    

Aku: ya udah deh aku yang angkat! (*Sialan sialan sialan!* sambil tangan nyaut daster dari kaki tempat tidur.)

Dan tahukah siapa yang menelepon di jam empat subuh hari Sabtu begini di hari baek tanggal baek aku dan Sahat? Di hari aku kemungkinan besar berhasil dibuat hamil dan malah gagal total karena ada yang usil banget nelepon-nelepon? Ini dia orangnya, sodara-sodara: MAMAK  MERTUA. Dan taraaaaa... percakapannya nggak kalah nggak mutu seperti biasa:

Aku: Halo? *judes mode on*

Mertua: Ah, kau rupanya!

Aku: (sambil nahan marah dan jengkel dan seribu satu muntahan emosi negatif lainnya berhubung yang menggagalkan misi kali ini ya siapa lagi kalo bukan sang mertua.) Ada apa, Inang?

Mertua: Wah, jelek kali suaramu klok pagi ya?

Aku: *menggeram-geram tapi cuma dalam hati* Ada apa, Inang? *bunga-bunga kecil mode on*

Mertua: Ini hari suburmu, kan? Kau sudah ajak campur suamimu itu?

Aku: (what?!!!! Apa aku nggak salah denger? Apa katanya tadiiiiiii?)

Mertua: Hari suburmu. (Mungkin ucapan yang semula kumaksudkan cuma dijeritkan dalam hati ternyata terlontar juga.)

Aku: Dari mana Inang tahu?

Mertua: Tak perlulah kau tersinggung begitu. Kek aku ini orang lain sadza. Tentu sadza aku tahu ini hari suburmu. Aku cuma mau mengingatkan, klo-klo kau lupa. Begitu sadza kok...

Aku: (udah nyaris nyabut-nyabutin rambut saking juengkelnya) DA-RI MA-NA I-NANG TA-HU?

Terus terang neh, sampai di titik ini marahku udah sampe ke ubun-ubun, mentok trus mantul lagi sampe ujung kuku jempol kaki. Yang muncul dalam pikiranku cuma: ini pasti kerjaan si Sahat anak mami pengkhianat itu! Dia nggak berhak ngasih tahu ibunya kapan aja masa suburku! Lagian ngapain juga? Supaya ibunya bisa ngatur-ngatur aku kapan ML, gitu? Supaya ibunya merasa berhak ikut campur terus soal yang satu ini? Gimana siiiihhh? Dasar pengkhianat, dasar brengsek, dasaaaarrrr...

Mertua: dari klenderku tentu sadjza. Bodoh kali kau ini bah...

Aku: kalender? K-A-L-E-N-D-E-R??? *asap keluar dari lubang hidung dan telinga dan mengebul-ngebul di setiap pori-pori tanda aku marah BESAR. Amat sangat BESAAAARRR!!!!*

Mertua: iya, klender. Kenapa pula rupanya?

Duh, kalo aku nggak takut kuwalat pasti jawaban aku bakal begini: KENAPA PULA? MASIH NANYA KENAPA PULA? AKU TERSINGGUNG! AKU MARAH! AKU MERASA DIPERMALUKAN! AKU... SIAPA YANG UDAH KURANG AJAR NGELUARIN KALENDER HARI SUBURKU???!!!! DAN NGASIH KE MERTUAKU SEGALA, LAGI! SIAPA???? ATAU JANGAN-JANGAN BUKAN CUMA MERTUAKU YANG MEGANG KALENDER ITU... JANGAN-JANGAN SEMUA IPAR DAN KELUARGA BESAR PADA PUNYA SEORANG SATU...

Mertua: Minar? Kenapa diam sadza kau? Sudah kau tutup teleponmu itu ya?

Aku: (dalam hati menghitung satu sampai sepuluh sembari narik napas dalam-dalam. Biar bagaimanapun aku nggak mau dikutuk jadi batu kalo telanjur kurang ajar.) Inang dapet kalender itu dari mana? *suara penuh bunga-bunga plastik warna norak*

Mertua: Oh... Dari si Sahat-lah... masak kubeli di toko... (ketawa senang menang)

Jelas kali ini kemarahanku nggak bisa dimatikan lagi. Jadi, setelah bergumam nggak jelas kututup teleponnya, nggak sabar kepingin mencakar-cakar mulut ember bocor si pengkhianat di kamar sana. Mertuaku masih setengah mencerocos waktu telepon kututup. Ah, paling-paling juga ntar dia nyebut aku nggak tahu sopan santun, which is udah biasa juga sebutan itu, jadi aku nggak kelewat keberatan.

CATATAN HARIAN MENANTU SINTINGWhere stories live. Discover now