Bab 7 - Terkuak

10.3K 584 9
                                    

"Lo mau pesen apa ?" Rio bertanya. Gue sama Rio saat ini lagi ada di cafe deket kampus. Setelah gue paksa - paksa, akhirnya dia mau bayar hutang penjelasannya ke gue. Terus dia ngajakin kesini.

"Lo yang bayarin kan ?"
Rio berdecih, tapi mengangguk juga. Jarang - jarang makan dibayarin Rio, Rio kan kalo sama sesama manusia pelit, tapi kalo sama Alex --kucing kesayangannya-- nggak.

"Enaknya pesen apa yaa?" Gue mulai sibuk membolak balik buku menu.

"Pesen yang paling murah!" Rio menyahut.

"Ogah, di sini yang paling murah cuman air mineral, Gue pesen greentea ya Yo ?"

Sambil menghela nafas, Rio mengangguk."Lo tunggu sini, biar gue pesenin dulu."

Nggak lama kemudian, Rio kembali dan duduk di hadapan gue. Dia diem, begitu juga dengan gue. Diantara kita nggak ada yang berusaha buat ngomong duluan, sampai akhirnya gue ngalah.

"Yo? Gue nungguin lo buat cerita loh!"

Rio yang lagi asyik mengutak atik hpnya kemudian menatap gue. "Sabar dong Vik, gue masih mikir kata - kata yang sehalus mungkin biar lo nggak terluka parah."

"Njiir, lo bikin firasat gue jadi nggak enak tau!"

"Tuh kan, belum apa - apa lo udah su'udzon duluan, yakin mau denger cerita gue?" Rio menyeringai. "Gue jadi mikir - mikir lagi nih buat cerita ke elo."

"Aww, gue nggak nyangka kalo lo sampek segitunya khawatirin perasaan gue."

"Faak. Nggak usah ngarep lo !" Rio mentap gue sebal.

Gue cuman bisa ngakak liat ekspresi wajahnya. "Makanya buruan cerita!"

"Jadi gini, seben--"

"Silahkan dinikmati Kak," perkataan Rio terhenti karena pelayan yang datang membawa dua gelas greentea.

Gue menghela nafas. Nahan kesel. "Lanjutin ceritanya!"

"Sabar dong Vik," Rio nyengir, "sebenernya... gue udah tau soal Kak Dipa yang gay."

"Jadi itu bener?" Gue membelalak kaget, "lo tau dari mana?"

"Dari yang bersangkutan lah." Sahut Rio. "Sebenernya, udah hampir sebulan gue sering chat sama dia, dan udah dua kali ketemu juga."

"Anjir, gue berasa ditikung sama temen gue sendiri." Gue menyesap greentea perlahan. "Kok dia bisa seterbuka itu sama lo?"

Rio mengangkat kedua bahunya. "Mungkin dia nyaman sama gue."

"Kalo dia naksir sama lo gimana Yo?"

Rio cuma tersenyum sambil mengangkat bahunya, dan gue nggak ngerti makna dari senyumnya.

"Emang udah sejauh mana tingkat ke'maho'an dia ? Lo tau nggak ?"

"Dia udah pernah ena - ena."

Gue yang lagi minum greentea langsung keselek. "Sumpah? Ena - ena sama cowok?"

"Sama bencong perempatan." Jawab Rio.

"Ih, gue serius Ari!"

"Jangan panggil gue Ari, nggak enak dengernya." Protes Rio.

"Salah sendiri nyebelin," sahut gue cuek. "Jadi, Kak Dipa beneran pernah ena - ena? Sama cewek atau cowok sih?"

"Ya menurut lo, kalo ada gay yang ena - ena, dia bakal ngelakuin itu sama cewek atau cowok ?"

"Cc... cowok." Lirih gue.

"Udah jelas kan?"

Gue mengangguk. "Nggak nyangka ya, Kak Dipa tititnya udah bekas."

"Njir bahasa lo," Rio menyesap minumannya, "jadi, masih minat buat memuja - muja Kak Dipa?"

"Agak ilfeel sih, tapi ya mau gimana lagi, ganteng mah bebas." Sahut gue.

"Ganteng dari mananya coba?" Tanya Rio. Dia kayak nggak rela waktu gue bilang Kak Dipa ganteng, mungkin dia iri soalnya kalah ganteng.

"Dari keseluruhan wajahnya lah. Bibirnya sekseh, hidungnya mancung, pokoknya ganteng !"

"Hmm. Terserah." Rio mengangkat bahunya cuek.

"Tapi Yo..., gue jadi kepikiran sesuatu." Ungkap gue ke Rio.

"Apaan Vik?"

"Kalo misal suatu hari lo diajakin ena - ena gimana Yo ?" Tanya gue penasaran.

Rio menyeringai."Tergantung, kalo gue yang jadi cowoknya, palingan bakal gue pikir - pikir lagi."

"Njiiir... nggak nyangka gue kalo lo mau - maunya nyodok pantat bekas," gue menggeleng sok prihatin. "Emang selama ini, Kak Dipa yang jadi cowoknya atau ceweknya?"

"Faak, bahasa lo alusin dikit napa. Tergantung deh kayaknya," ujar Rio, "kalo misalkan partner ena - enanya makhluk jadi - jadian semacam Aldo, palingan Kak Dipa yang jadi cowoknya."

"Hah? Emang Kak Dipa pernah gitu sama Aldo?" 

"Ya mana gue tau, itu kan cuman permisalan."

"Anjay, jangan bikin gue ngebayangin yang iya - iya dong Yo !" Gue menjitak kepala Rio pelan, "by the way, gue masih penasaran, kok bisa sih Kak Dipa seterbuka itu sama lo ? Gimana ceritanya?"

Rio mengedikkan bahunya. "Udah gue bilang kan, kalo Kak Dipa mungkin nyaman sama gue. Lo sendiri juga nyaman kan, kalo curhat sama gue ?"

Gue menatap Rio dalam. Nggak tau kenapa, gue ngerasa Rio nyembunyiin sesuatu. Nggak mungkin orang bisa dengan mudah nyeritain sesuatu yang menyangkut privasinya ke sembarang orang. Sikap Rio yang kayak gini mendadak bikin gue jadi Su'udzon.

"Kenapa diem Vik?" Rupanya Rio menyadari perubahan sikap gue.

Gue menghela nafas. Mencoba mengumpulkan keberanian buat menyuarakan pikiran negatif yang hinggap di kepala gue. Pikiran negatif, yang entah kenapa membuat hati gue jadi nyeri.

"Yo...." panggil gue.

"Kenapa Vik?" Tanya Rio.

"Lo masih doyan cewek kan? Lo nggak maho kayak Kak Dipa, kan?"

-Bersambung-

A.n

Haiiii... long time no see. Maaf baru bisa update, entah kenapa nglanjutin cerita ini rasanya berat banget.
Selamat membaca :D

I Laf Yu, Mas GAY!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang