Satu (CVA's Story)

350 24 0
                                    

"Kamu gak peka aja aku sayang, apalagi peka?"

****

Gadis dengan rambut yang dikuncir kuda dan berponi ini masuk kedalam kelasnya, yakni kelas XII Bahasa 2. Kelas XII Bahasa 2 ini adalah kelas yang paling rame seantreo SMA Angkasa, karena apa? Ya anak-anaknya yang pasti membuat Wali Kelas kewalahan mengurusi tingkah laku mereka.

Gadis bernama lengkap Cindai Venusha Airlangga ini duduk dikursi paling belakang lalu membuka buku paket Bahasa Jerman karena nanti ada ujian harian.

Sambil mengulum permen lollypopnya, Cindai membaca kalimat demi kalimat kata dengan cermatnya. Sebenarnya Cindai paling payah dengan pelajaran Bahasa Jerman, karena Bahasa Jerman menurutnya paling susah untuk dipelajari.

Seorang gadis berambut sebahu duduk disamping Cindai dengan snack yang menemani dirinya menuju Cindai. Dia adalah Mela, teman sebangku Cindai dan sekaligus sohibnya juga.

"Yaelah Jerman-Jerman amat. Emang Jerman mikirin lo?" ucap Mela seraya memakan snack-nya.

Cindai mengabaikan Mela.

"Hhh lo mau tau gak tentang Bagas?"

Cindai langsung menghentikan aktivitas membacanya dan langsung menatap Mela dengan mata yang berbinar-binar.

"Giliran tentang Bagas aja langsung. Dasar terlanjur sayang." cibir Mela. "Tapi kayaknya lo bakal sakit hati deh, Bagas tadi berduaan sama Agnes dikoridor perpustakaan yang sepi itu."

Bless.

Udah biasa ya, Cin.

"Gitu doang, Mel?" tanya Cindai.

"Iya. Udah deh Cin, jangan kejar Bagas. Dia itu cowok yang bego menurut gue. Ada cewek yang sesabar ini nunggu dari kelas 6 SD sampe kelas 12 SMA masih aja gak peka. Malah gak pantes kali dapetin cinta lo." ucap Mela serius.

Cindai memberikan senyuman manisnya pada Mela, senyuman yang Mela tau itu adalah palsu.

"Gak usah senyum. Palsu begitu gue eneg yang ada."

Mela melanjutkan kembali memakan snack-nya dan Cindai melanjutkan kembali berperang dengan bacaan-bacaan Bahasa Jerman dibukunya. Walaupun didalam hati dan pikirannya mengingat kalau Bagas dan Agnes sedang dekat akhir-akhir ini.

Sebenarnya Cindai biasa mengalami hal-hal seperti ini, karena Bagas adalah sahabatnya maka secara otomatis Bagas akan menceritakan keluh kesahnya pada Cindai. Hatinya sakit, tapi Cindai selalu bersikap seolah tidak ada apa-apa pada hatinya. Hanya berharap Bagas mengetahui isi hatinya saja.

Bel masuk sudah berbunyi, Cindai menghela nafasnya dan menaruh buku Bahasa Jermannya kedalam tas dan mengeluarkan pulpen dan selembar kertas untuk ujian. Yap, Cindai sudah siap untuk berperang sungguhan dengan mata pelajaran yang bahkan tak dimengerti dirinya.

****

Bagas menelusuri koridor, lalu berhenti pada koridor kelas XII Bahasa 2 dimana ada Cindai disana. Tengah ada Bu Isna yang sedang mengawas karena hari ini tengah ulangan harian Bahasa Jerman.

Mata Bagas menangkap seorang gadis dengan rambut dikuncir kuda tengah mengerjakan soal dengan wajah yang serius, lalu matanya terkunci dengan gadis manis dan polos yang berada dibangku sebelah Cindai. Dia Agnes, yang diceritakan oleh Mela tadi sebelum bel sekolah berbunyi.

Mela menyenggol lengan Cindai yang membuat gadis itu berdecak kesal dan menatap Mela sebal, lalu Mela mengarahkan dagunya kearah pintu kelas. Mata Cindai membulat ketika melihat Bagas tengah berdiri diambang pintu dengan senyuman manisnya.

Hati Cindai sejuk ketika melihat senyuman itu, namun berubah sakit ketika ingat bahwa senyuman itu untuk gadis yang disampingnya, Agnes.

"Udah fokus!" gumam Cindai pelan lalu kembali mengerjakan soalnya.

30 menit berlalu, Agnes berjalan kedepan meja guru untuk menyerahkan kertas ujiannya karena sudah selesai. Mela terkejut karena Agnes sudah selesai, tapi bagi Cindai itu adalah wajar, karena Agnes itu otaknya encer, gak tau deh dulunya dikasih makan apaan sama orang tuanya.

Disusul oleh Iza, Dodi, lalu yang lainnya mengumpulkan soal, bahkan Mela juga sudah mengumpulkan. Dirasa yakin, Cindai pun mengumpulkan hasil jawabannya pada Bu Isna.

"Masih ada 1 jam pelajaran saya tapi saya tidak bisa melanjutkan karena ada keperluan diluar. Saya harap kalian jangan membuat ulah. Paham?"

"Paham, Bu"

"Saya permisi."

Sepeninggalannya Bu Isna pun suasana kelas menjadi gaduh segaduh-gaduhnya. Cindai sudah biasa menghadapi orang-orang seperti ini, Mela hanya mengurusi media sosialnya saja. Cindai memilih untuk memasang earphone ditelinganya untuk mendengarkan lagu dari ponselnya.

Lagu belum terputar tapi Agnes sudah memegang tangan dirinya dan duduk dibangku depan, alis Cindai menaik dan menatap Agnes heran.

"Lo temennya Bagas kan?"

"Iya kenapa?"

"Bagi pin Bagas dong"

Gua cabik-cabik juga nih orang.

"Buat apa?"

"Chat-an sama dia lah! Mana?"

Cindai memberikan ponselnya, menyuruh Agnes mencari kontak Bagas sendiri. Sebenarnya dirinya tak rela jika ada seorang cewek yang meminta kontak Bagas darinya, tapi apa boleh buat.

Agnes memberikan ponselnya pada Cindai dan pergi tanpa sepatah kata pun. Ucapan 'terima kasih' pun tak ada. Cewek tak tau terima kasih kah? Cindai malas menanggapinya lebih baik mendengarkan musik saja, biar fresh juga otaknya.

Jangan sampe Bagas pacaran sama cewek judes kek dia lah.

*****

FRIENDZONE [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang