Chapter 2

137 10 0
                                    

Sudah semenjak tiga hari dari peristiwa di malam itu. Hari ini kami kembali bersekolah, hari Senin. Aku berjalan di lorong sekolah, dengan kedua jempolku yang sibuk mengetik keypad ponsel dan sepasang earphone di kedua telinga. Lagu "Maps" dan "Move Like Jagger" menemani perjalananku menuju ke sekolah. Aku memasuki pintu tua ala Belanda itu untuk masuk ke sebuah ruangan yang tak kalah tua dengan pintu itu sendiri, ruang bahasa asing ─kelas tetapku untuk seminggu kedepan. Try Out yang diadakan di sekolah selama seminggu kedepan membuat kelas kami tidak berpindah. Hari ini berjalan seperti pagi pada biasanya, tanpa ada yang membicarakan kejadian di luar akal sehat yang kami alami kemarin. Rei terlihat baru datang dengan menggunakan jaket biru 'FC Barcelona' kebanggaannya ─untuk menutupi bekas luka di kedua tangannya. Ia pun duduk di samping Maru yang mungkin sejak malam itu, kini mengikuti kegiatan tadarus bersama lewat speaker kelas sebelum pelajaran berlangsung di sekolah kami. Aku pun melepas earphone-ku.

"Ayolah Khai, sekali saja kita duduk disini. Kasihan Nutta," bujuk Alf kepada Khai yang terlihat masih enggan bangun dan berpindah bangku ke baris paling belakang, tempat duduk Alf dan Nutta.

"Mengapa harus aku? Mengapa bukan Sven? Dia kan biasa dengan makhluk-makhluk seperti itu. Bagaimana jika tiba-tiba ada tentakel yang keluar dari laci? Atau bayangan hitam di luar jendela? Atau hal-hal semacam itu?" argumen Khai dengan imajinasinya yang berlebih kepada hantu.

"Mengalahlah kepada yang muda, Khai," timpal Sven dari baris pertama. Aku hanya tersenyum melihatnya.

"Sudahlah Khai, di belakang tidak seseram itu kok. Menurutku, pelajaran matematika nanti akan lebih seram dibanding duduk di belakang. Setidaknya, tidak ada tentakel menjalar di siang bolong," ujarku karena kasihan melihat wajah Alf yang memelas. Khai menatapku dengan tatapan kau─harusnya─bantu─aku sambil mengambil tasnya dan berjalan ke belakang. Alf tersenyum senang dan segera menyuruh Nutta untuk bergegas. Bel pelajaran pertama pun berdering.

---o0o---

Pelajaran sejarah yang membosankan membuatku terlelap dalam mimpi. Namun, bel istirahat kedua membuatku terbangun dan menyadari bahwa aku sudah tertidur selama pelajaran sejarah. Guru sejarah keluar dari kelas kami, diikuti dengan anak-anak perempuan berkerudung yang berkejaran keluar kelas demi mendapatkan mukena di masjid. Zhuhur. Aku yang menganggap masjid selalu ramai setelah bel istirahat kedua berbunyi, akhirnya mengajak Khai untuk makan terlebih dahulu di kantin. Hanya Sven yang terlihat asyik dengan kalkulator dan tugas kimia kelompok kami. Akhirnya aku dan Khai tiba di kantin ─yang sebenarnya lebih ramai dibanding masjid. Bergegas mencari tempat duduk.

"Kau mau makan apa?" tanyaku pada Khai.

"Hmm, mie ayam?" jawab Khai singkat. Aku hanya mengangguk sambil memikirkan menu yang akan kupilih.

"Jangan lupa, tidak pakai sawi, ya!" tambah Khai.

Aku memang terbiasa makan siang di kantin berdua dengan Khai. Yang lain katanya sudah membawa bekal untuk mereka makan di kelas. Hari ini giliranku untuk memesan makanan. Aku pun memesankan mie ayam untuk Khai dan soto mie untukku. Cukup ramai. Setelah berdesak-desakan memesan, aku iseng melihat sekitar.

Aku menengok ke kiri, ke arah deretan kursi kantin yang biasa diisi oleh kelas dua belas. Di sana, ada Alf yang terlihat asyik dengan laptopnya. Tumben sekali dia ke kantin hari ini. Aku mencoba melambaikan tanganku ke arahnya, berharap dilihat. Ia pun menengok ke arahku, tetapi tidak membalas lambaianku. Apakah dia tidak melihat?

Aku pun kembali memperhatikan orang-orang yang ramai di kantin. Di antara mereka, terlihat seorang murid yang sedang berjalan, mengenakan hoodie hitam sambil menunduk. Tidak terlihat wajahnya, namun cukup menarik perhatianku. Tiba-tiba ia mengangkat kepala. Di belakangnya, keluar tentakel-tentakel hitam yang kemudian menjalar di dinding kantin. Aku pun segera menggelengkan kepala. 'Lupakan Zhou, itu hanya khayalanmu,' ucapku dalam hati. Untungnya, pesananku telah siap. Aku pun memberikan dua lembar sepuluh ribuan, mengambil mangkuk yang disodorkan, lalu menghampiri Khai.

7/9Donde viven las historias. Descúbrelo ahora