Sepuluh

5.5K 359 4
                                    

Dengan langkah yakin Leon membuka pintu ruang kerja ayahnya.
Ia akan bicara serius tentang keluarganya malam ini.

" Pa .. Lagi sibuk ya ? " Tanyanya pada sang ayah yang tengah menatap monitor laptop dihadapannya.

" Kayak yang kamu lihat. Tumben ke ruang kerja papa kenapa ?" Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya.

Leon melangkah mendekati sofa yang ada di sudut ruangan kerja minimalis ayahnya.

" Tinggalin itu sebentar pa, ini lebih penting. "

Brian mengerutkan dahinya. " Ada apa ? " Brian lalu menutup laptopnya, kemudian menghampiri puteranya itu.

" Kuliah kamu ada masalah? " ucap sang ayah lagi.

Leon menggeleng pelan " Pa.. Kenapa papa tega ? " satu kalimat yang membuat Brian sekali lagi mengerutkan dahinya.

" Kenapa tega ngelimpahin semua ini ke adek. Kenapa pa? " Leon menatap kedua manik mata Brian.

Brian membuang nafas kasar ia sudah tau sekarang arah pembicaraan puteranya.

" Papa banyak kerjaan. Kamu lebih baik tidur " Brian berdiri melangkahkan kakinya namun dengan cepat Leon memegang tangan kanan sang ayah. Menghentikan langkah besar Brian

" Sekali ini aja Pa.. Tolong ! " Leon berucap penuh harap.

Brian akhirnya kembali duduk disamping Leon.

" Kamu gak tahu apa-apa Leon. Dia memang pantas mendapatkan ini semua. Sangat pantas ! "

Leon manarik nafas panjang, sungguh hati kedua orangtuanya memang sudah terlalu beku oleh dinginnya kebencian.

" Dia yang Papa sebut adalah darah daging papa, dan Papa harus inget dulu Papa sangat menyayangi Dia yang telah berhasil Papa buat menderita sekarang. " Leon mengingat bagaimana dulu sang ayah sangat menyayangi adiknya lebih dari dirinya dan almarhum kakaknya.

Brian menatap wajah Leon yang memerah seperti menahan emosi.

" Dulu Leon emang masih kecil untuk paham ama apa yang terjadi. Tapi Leon yakin itu semua bukan salah Juno. Kenapa dulu Papa langsung nyalahin dia ! " Nada bicara Leon meninggi mengikuti emosi yang sudah tidak bisa dibendung.

Brian diam, setelah sekian lama kejadian beberapa tahun silam tidak di jadikan topik pembicaran kini ia harus mendengarnya lagi.

" Mungkin kalo aku yang dulu ada dimobil itu. Aku gak bakal mau disalahin sepihak oleh orangtua aku. Tapi sayang itu bukan aku, Itu Juno. Anak bodoh yang terlalu sayang sama Papa Mamanya. "

Leon mengubah posisinya
memunggungi sang ayah. Dia menangis sekarang dan dia malas menunjukkan itu pada Brian.

" Dia beneran bodoh. Dengan senang hati dia malah nerima semua ini. Dengan senang hagi dia rela dibenci, disiksa bahkan sekarang dibuang sama orangtuanya.

Leon tergugu bahunya bergetar, sementara Brian masih saja terdiam.

" Bukan dengan senang hati tapi berusaha dengan senang hati atau mungkin tepatnya terpaksa. " imbuhnya meralat ucapannya tadi.

" Ini sudah terlalu lama terjadi. Papa tidak bisa mencegahnya "

Leon mengusap kasar wajahnya. Kemudian ia berbalik menatap ayahnya.

" Papa emang gak bisa cegah karna pada dasarnya Papa yang buat semua ini. "
Ia tersenyum sinis pada Brian.

" Ya.. Papa emang yang buat semua jadi kayak gini. Papa emang yang buat adik kamu jadi menderita ! " Ucap Brian dengan nada tinggi.

Perdonami ( Forgive Me )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang