Prolog

779 37 25
                                    

Di pagi yang cerah tepat saat matahari mulai menampakkan kehangatannya. Kediaman keluarga Rahdian sedang asik berkumpul diruang makan. Ya, berkumpul di ruang makan memang telah menjadi kebiasaan rutin yang tak pernah ditinggalkan keluarga tersebut. Setiap anggota keluarga Rahdian diwajibkan untuk menyantap sarapan sebelum pergi melakukan aktivitas masing-masing. Dan kalian tau, aturan itu tidak bisa diganggu gugat lagi bahkan oleh hakim sekalipun.Tidak ada alasan bagi siapapun untuk meninggalkan rumah sebelum sarapan dan benar saja tidak ada yang berani melanggar aturan tersebut.

"Kak, Abang mana?" tanya seorang wanita yang sudah berkepala tiga  kepada gadis yang sedang mengambil piringnya.

Belum sempat gadis itu menjawab pertanyaan dari sang mama. Suara pintu terbuka membuat mereka menengok ke pintu samping yang memang jarang dikunci.

"Selamat pagi dunia. As...salam..mua'laikum...!" teriak seseorang dari luar sambil menirukan suara publik figur dangdut Indonesia. Rhoma Irama. Memang aneh, tapi suara tersebut terdengar sangat familiar di telinga semua anggota keluarga Rahdian.

Tanpa menunggu aba-aba orang itu masuk tanpa permisi dan langsung menuju ke meja makan, sekaligus duduk tepat disamping seorang gadis yang bernama lengkap Asya Ardenia Rahdian. Tak lupa, ia mengedipkan sebelah matanya hanya untuk menggoda gadis tersebut. Namun, yang digoda hanya mendengus kesal melihatnya. Bukan karena marah melihat tingkah aneh laki-laki tersebut, namun Asya hanya tidak habis pikir 'mengapa keluarganya harus memiliki hubungan dengan laki-laki tersebut?'

"Waalaikumsalam." Jawab mereka yang sudah duduk dimeja makan serempak.

"Lah masih hidup lo Vin? Gue kira kemaren hari terakhir gue liat lo." Kata Asya tanpa meliriknya.

"Ape lu, pea!" Alvin menatap lawan bicara yang sedari tadi tidak meliriknya sama sekali.

"Asya yang sopan sama abang!" tegur mamanya untuk yang kesekian kali. Asya memang lebih suka menyebut nama Alvin dari pada memakai embel-embel 'abang'.

"Tau lo, yang sopan dong sama abang lo ini." Tunjuk Alvin ke dadanya sendiri dengan bangga sambil meledek Asya.

"Ahh... beda setahun aja belagu!"

"Tetap aja tuaan gue."

"Tua kok bangga?"

"Terserah lo deh, buat lo mah apa yang enggak?" tatap Alvin sambil menarik turunkan alisnya kepada Asya.

"Apaan, sih?" omel Asya. "Lo bisa gak sih kalo masuk kerumah orang gak kayak gitu?" lanjutnya.

Asya selalu kesal sekaligus bingung melihat kelakuan sepupunya yang tidak pernah berubah. Masuk kerumahnya selalu tanpa permisi. Bahkan kekamarnya sekalipun, sepupunya itu tak pernah mengetuk pintu. Walaupun laki-laki tadi mengucapkan salam, tetap saja baginya tidak sopan dengan langsung melongos masuk tanpa menunggu jawaban dari yang punya rumah.

"Kenapa? Gue salah?" tunjuknya kepada dirinya sendiri sambil menatap Asya seolah tidak melakukan kesalahan sama sekali.

"Lo emang gak pernah ngerasa bersalah kali!" jawab Asya enten memutar bola matanya malas.

"Sudah-sudah kalian kalo ketemu berantem terus, ayo bang makan nanti telat." Omel mama Asya yang sudah dianggap Alvin seperti ibu kandungnya sendiri. Ya, laki-laki yang super menyebalkan itu berstatus sebagai sepupu Asya. Dia memiliki nama yang cukup keren yaitu Alvin Akbar Ardhani. Nama depan A semua, sekalian saja sampe cucu buyutnya di kasih nama depan A juga. Entah mengapa, namanya yang keren itu tidak sesuai dengan tingkahnya yang kekanak-kanakan sekaligus aneh.

"Iya ma, adek nih ngajak berantem mulu. Kan bikin sedih." Jawab Alvin sambil duduk lesu dengan wajah yang sok-sokan dibuat sedih dan memanggil Asya dengan sebutan 'adek', cari muka banget didepan mama Asya. Tidak lupa juga dia langsung menyantap makanan dihadapannya secara perlahan.

BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang