Bab 12

57 7 1
                                    

"Sepertinya aku harus ngundurin diri dari perusahaan," ucap Adhira pada Rachel sore hari itu, ketika Adhira memutuskan untuk menginap di rumah Rachel malam ini.

Rumah Rachel berada di sebuah perumahan di daerah Jakarta Pusat dan tidak begitu jauh dari rumah Adhira. Rangga membeli rumah itu sebulan sebelum keduanya menikah, dan segera menempatinya tepat pada saat malam pertama mereka. Mereka mempunyai beberapa kamar kosong, dan salah satunya biasa digunakan untuk tamu yang menginap di lantai satu dekat ruang tamu, yang sudah beberapa kali Adhira tempati, setiap kali Adhira menginap di rumah tersebut.

"Wah, kenapa nih?" tanya Rachel sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat tidur di kamar yang akan diisi oleh Adhira malam ini. "Bos besar sudah mau ajak nikah ya?" godanya kemudian.

Adhira tertawa kecil sambil memukul lengan Rachel pelan. "Belum ada ajakan, tapi aku mesti siap-siaplah," jawabnya tidak yakin. "Masa istrinya bos kerja jadi bawahannya anak buah? Kan nggak ada sejarahnya kaya begitu," lanjutnya bercanda.

"Ya sudah berhenti saja, toh kan tetap saja rada kurang etis kalau ada hubungan asmara antar pegawai," timpal Rachel.

"Ehem," Adhira mendehem, tapi Rachel tahu kalau dehemannya itu dibuat-buat. "Bukan antar pegawai. Tapi antara pegawai sama Bos," ralat Adhira kemudian, yang sukses mengundang gelak tawa keduanya.

"Ya pokoknya itulah," ucap Rachel malas, lalu menggelung dirinya di antara bantal-bantal.

Rachel senang ketika Adhira mengatakan padanya bahwa sahabatnya tersebut hendak menginap di rumahnya. Bukan apa-apa, hanya saja Rachel merasa bahwa ada sesuatu yang ingin Adhira utarakan padanya, sesuatu yang cukup membuatnya pusing sampai perlu curhat pada orang lain. Rachel yang merasa selalu dibantu oleh Adhira selama ini, menganggap hal ini adalah kesempatan emasnya untuk membantu Adhira, mengingat temannya itu selalu menjadi penolongnya selama ini, namun sama sekali jarang meminta tolong padanya.

"Sebenarnya ada alasan lain juga," ucap Adhira kemudian sedikit serius. Dan Rachel hanya menatapnya dari balik bantal-bantal. "Kamu tahu kan, kantorku punya CEO baru?" tanya Adhira sambil menoleh ke samping kirinya, menatap Rachel yang tengah asyik tiduran, namun tetap perhatian mendengarkan cerita Adhira.

Rachel mengangguk.

"Percaya atau nggak, CEO baru itu Andreas," ucap Adhira sambil membuang napas berat.

Dan Rachel yang semula tengah asyik dan nyaman dengan posisinya, seketika terperanjat ketika mendengar ucapan Adhira. "Eh seriusan???" tanyanya sambil memasang wajah tidak percaya. "Pacarmu kenal dia doong?"

Adhira mengangguk lemas. "Mereka temenan dari kecil," tambah Adhira sebelum kemudian menangkupkan kedua telapak tangannya pada wajahnya.

"Lah, terus bagaimana?" tanya Rachel.

Adhira menggelengkan kepalanya lemah. "Entahlah, aku masih bingung," jawabnya lagi.

Rachel segera mendekat pada Adhira dan merangkul bahu temannya itu sambil mengusap-usapnya pelan. Ia tahu Adhira pasti syok berat mendengar berita itu. Mendengar bahwa orang yang sedari dulu ingin ia hindari bisa tiba-tiba muncul lagi begitu saja dalam hidupnya, dalam kehidupan cintanya dengan Arian.

Bertahun-tahun ia berteman dengan Adhira, wanita itu tidak pernah merasa tertekan dan takut akan apa pun kecuali hal-hal yang bersangkutan dengan Andreas, mantannya. Dan Rachel tahu, bahwa itu adalah hal paling berat yang pernah sahabatnya ini rasakan, mengingat sepertinya Adhira mempunyai trust issue pada hampir semua laki-laki.

"Arian tahu cerita kalian berdua?" tanya Rachel lagi pada Adhira.

Adhira membuka tangkupan tangannya pada wajahnya lalu menggeleng pelan. "Aku takut kalau dia sampai tahu, aku akan ditinggal," ucap Adhira.

Hujan Bulan DesemberUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum