《3》Serangan Kejutan

Start from the beginning
                                    

"Jangan kencang-kencang," desis Veo sambil mengawasi sekitar, "atau kau nanti akan aku adukan kepada Kai."

Xi menaikan sebelah alisnya, menantang.

"Jangan kau pikir kalau aku tak tahu bahwa kau memberikan undangan khusus milik bangsawan Agio pada seorang gadis desa tempo hari."

Mata Xi langsung membulat penuh. Seringai penuh kemenangan pun terukir di wajah Veo.

"Aku melakukannya karena kasihan," bela Xi sambil mengerucutkan bibirnya.

"Kau juga mengatakan hal yang serupa saat membebaskan kawanan perampok yang menyerang rumah Tuan Burtsman. Dan, oh ya ampun, Xi. Kau sudah sembilan belas tahun, jangan memanyunkan mulutmu seperti bocah!" protes Veo berdecak kesal.

"Bukan urusanmu!" Baru saja Xi akan mengucapkan pembelaan diri lagi, tubuhnya tiba-tiba limbung. Pandangannya menggelap. Sayup-sayup ia mendengar teriakan Veo yang panik.

"Aku baik-baik saja. Sungguh, aku tak apa," racau Xi dengan mata yang terpejam menahan sakit.

"Kau tidak baik-baik saja, Xi. Sebenarnya apa yang terjadi?"

Perlahan Xi membuka kedua matanya. Didapatinya kini tubuhnya sudah merosot ke lantai, dalam pelukan kawannya. Xi berjengit ngeri, ia pun memaksakan diri untuk duduk.

"Heh, sungguh tidak sopan. Jika bukan karena aku, kepala berhargamu itu sudah jatuh menghantam lantai," dengus Veo melihat ekspresi Xi.

"Berjaga-jaga lebih baik daripada menyesal," ucap Xi sambil tersenyum mengejek. "Reputasimu itu terlalu buruk, sobat. Aku hanya khawatir, jadi jangan salahkan aku."

Veo memutar matanya malas. "Tingkat percaya dirimu memang luar biasa, Xi. Sudahlah, sekarang cepat katakan bagaimana aku membaca tulisan ini. Setelah itu aku akan mengantarmu istirahat."

Xi semakin merinding. Kata-kata biasa itu terasa luar biasa jika Veo yang mengucapkannya.

"Baiklah," ucap Xi sambil melirik pemuda di sampingnya waspada.

Membaca tulisan Erstle kuno bukanlah hal yang mudah. Salah sedikit saja dalam pelafalan hurufnya, maka artinya pun bisa jauh berbeda. Itulah sebabnya bahasa ini adalah bahasa yang paling rumit.

"Entera, ano ell...." Dahi berkerut. Walau Xi bisa membacanya, agaknya ia kesulitan untuk mengerti artinya. "Ah, tak apalah. Bukankah tadi Veo bilang ini mantra untuk obat kuat? Sepertinya aman."

"Entera, ano ellshinous, bartessa!"

Blarr!

Petir menyambar. Sekilas Xi melihat langit bagaikan retak. Wajahnya langsung pucat. "Tidak mungkin!"

Belum sempat Xi memberi peringatan pada Veo, sebuah bayangan hitam berkelebat, mengayunkan sebuah sabit panjang berwarna hitam. Refleks, Xi langsung menarik Veo dan melindunginya dengan tubuhnya sendiri.

"Ahaha, ada apa Xi? Bukankah kau bilang kalau kau tak mau dekat-dekat denganku? Lalu kenapa kau sekarang justru malah memelukku?" canda Veo yang masih belum menyadari keadaannya.

"Terpaksa, karena kau sangat bodoh!" Darah segar lalu menyembur dari mulut Xi. Lantai pun mulai dibanjiri darah. Sebuah luka menganga lebar di punggung pemuda itu.

"Xi, apa yang terjadi?" Veo yang melihat darah di mana-mana langsung panik. Ia benar-benar tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, sampai tiga sosok berjubah hitam berdiri di hadapannya. Salah satu di antara mereka memegang sabit besar yang masih berlumuran darah.

"Apakah itu darah Xi? Jadi, anak itu tadi melindungiku?" Rahang Veo mengeras saat dilihatnya Xi masih saja tersenyum bodoh walau tubuhnya sudah penuh darah. Selalu seperti itu. Veo merasa benar-benar kesal dibuatnya.

DAITYA: Awakening The Demon PrinceWhere stories live. Discover now