13

92.8K 5.6K 266
                                    

VOTE!

HAPPY READING

Senyum Kenan terus mengembang saat anak laki-laki itu menceritakan tentang seberapa sukanya Dhan pada permainan bola basket. Mata, bibir, serta pipi menyatakan bahwa anaknya sedang bahagia karena bisa mengobrol dengan seseorang yang memiliki hobi yang sama dengannya.

Beberapa saat yang lalu setelah Dhan selesai mandi, Kenan langsung mengajak anak laki-laki itu untuk keluar. Namun, yang ada Dhan langsung mengingatkan padanya untuk menunaikan salat magrib. Hal yang seharusnya menjadi kewajiban Kenan untuk mengingatkan anaknya.

Dhan mengajaknya untuk menunaikan salat di masjid. Sebagai sosok yang seharusnya menjadi contoh, Kenan menuruti ajakan tersebut. Jika diingat-ingat terakhir kali Kenan menunaikan salat, saat Idul Fitri tahun lalu.

Nada tak pernah bilang jika putranya ini sangat taat agama, yang Kenan tahu hanya tentang hobi dan hal-hal apa yang disukai Dhan. Contohnya sekarang, lelaki remaja itu sedang melahap sate ayam bersamanya di dapur.

Ya, rencana mereka untuk makan di luar rumah ternyata gagal karena Nada tak ingin ikut, akhirnya Kenan hanya mengajak Dhan untuk membeli ratusan tusuk sate, kemudian kembali untuk makan bersama di rumah  yang telah dihuni Nada selama lima belas tahun.

Wanita itu masih tak ingin ikut bergabung, alasannya harus pergi ke resepsi pernikahan tetangga mereka. Maka akhirnya Kenan bersama putranya berlomba-lomba menghabiskan ratusan tusuk sate ayam tersebut.

Ia mengatakan menyerah, meskipun sebenarnya masih sangat ingin makan, tetapi kerakusannya itu hilang saat melihat betapa rakusnya Dhan memakan sate-sate tersebut. Kenan menyukai pemandangan yang ada di hadapannya ini dan juga sedikit geli karena semakin lama bersama, semakin terlihat kemiripan antara mereka.

“Biasanya bunda kamu pulang jam berapa?” tanya Kenan menyela cerita Dhan yang terus saja mengalir.

“Jam sepuluh paling lama,” jawab Dhan. “Om udahan?”

Kenan mengangguk. “Kenyang.” Ia menepuk-nepuk perutnya.

“Payah, dikit doang udah kenyang,” ejek Dhan membuat Kenan terkekeh. “Takut kolesterol naik, pasti.”

Kenan tertawa kemudian mengambil satu tusuk sate. “Om bukan kolesterolfobia.” Putranya itu melayangkan ekspresi mengejek. “Oh ya, Dhan.” Ia memberi jeda, sebelum bertanya. “Kamu pernah ketemu orang tua dari Ayah kamu?”

Anak laki-laki itu menatap lama ke arah Kenan. “Pernah, kakek sama nenek sering nengokin saya.”

Kenan mengangguk-anggukan kepalanya. Helaan napas Kenan berat, ia tak mengerti mengapa orang tuanya sangat tega memisahkan dirinya dengan anaknya. Walaupun Kenan tak menampik bahwa ia akan tetap menikahi Viona meski Nada telah melahirkan darah dagingnya.

“Om kenal bunda di mana?”

Kenan tersenyum tipis. Sudah ia prediksi, putranya itu pasti akan bertanya akan hal tersebut. “Teman SMA.”

“Oh.” Dhan membulatkan bibirnya. “Saya baru tahu bunda punya sepupu, selama ini bunda nggak pernah cerita.” Anak itu menghela napas. “Saya jadi ngarep, Ayah masih ada.”

Saat mendengarkan itu, Kenan sangat ingin menarik anak laki-laki itu ke dalam dekapan. Wajah pilu Dhan menghantam dada Kenan. Sesak, itulah yang ia rasakan sekarang. Dhan menginginkannya, putranya menginginkan dirinya. Seorang ayah yang bajingan.

“Kalau misalnya masih ada, Dhan mau ngapain?”

“Hm?” Dhan menatap Kenan dengan tatapan berpikir, sedetik kemudian tatapan itu berganti menjadi penuh harap. “Om kenal Ayahnya saya?”

Directions of Love #1 (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang