Liam adalah salah seorang mahasiswa ekonomi yang satu grup tongkrongan dengan Andreas. Meskipun sudah cukup lama mereka berada dalam satu tongkrongan, ada hal unik yang terjadi di antara dua orang itu. Liam dan Andreas tidak pernah akur. Keduanya mempunyai sifat yang sama, keras kepala dan tidak mau mengalah.

Dan kalau mau jujur pun, sebenarnya Andreas memacari Adhira bulan Maret lalu pun hanya didasarkan taruhan yang diadakan kedua orang itu. Tentu, di banding Donita, harga taruhan untuk mendapatkan Adhira jauh lebih besar. Karena semenjak pantauan mereka selama berbulan-bulan, mereka tahu bahwa Adhira cukup menjaga jarak dengan laki-laki, sehingga akan sangat sulit untuk mendekati Adhira. Namun ternyata jauh dari dugaan Andreas, Adhira ternyata cukup mudah untuk didekati, terlebih ketika Andreas tahu hal apa yang bisa ia jadikan sebagai bahan untuk PDKT.

Sekarang hubungan mereka sudah mencapai usia sepuluh bulan. Tidak ada dalam pikiran Andreas untuk memutuskan Adhira, terlebih karena gadis itu tidak banyak tingkah dan ribet seperti gadis lain.

Andreas sempat berpikir untuk menjadikan hubungannya dengan Adhira lebih serius, karena selama ini ia sendiri merasa cukup nyaman menjalin hubungan dengan gadis itu. Jadi, ketika Liam menawarinya lagi taruhan untuk menggaet gadis lain, Andreas sudah berniat untuk menolak. Tidak apa hanya untuk kali ini ia membiarkan Liam menang, karena bagi Andreas, tidak ada yang lebih penting baginya selain dari hubungannya dengan Adhira. Waktu sepuluh bulan bagi Andreas adalah waktu yang cukup lama, karena sebelum-sebelumnya paling lama ia berpacaran hanya bertahan sampai tiga bulan.

"Gue gak ikut," ucap Andreas kemudian. "Gue udah ada Adhira, jadi gak mungkin gue pacarin cewek lain," lanjutnya.

Liam memandang Andreas dengan penuh curiga. Sambil menyeringai, ia kemudian berkata, "Jangan bilang lu beneran jatuh cinta sama cewek itu?"

"Mungkin," jawab Andreas santai.

Mendengar jawaban Andreas, Liam seketika tertawa terbahak-bahak dengan suaranya yang khas, yang selalu dibenci Andreas selama ini. "Gak masalah sih, tapi lu yakin? Donita itu model loh, ya biarpun duit taruhannya gak sebesar Adhira," timpal Liam memanas-manasi.

"Bukan masalah duit, gue cuma gak tertarik," ucap Andreas lagi.

"Ho, jadi lu niat untuk serius sama si Adhira?"

Andreas mengangguk.

"Gue sih bukan niat apa-apa, tapi memangnya Adhira bakal biasa saja kalau dia tahu selama ini lu pacarin dia karena taruhan? Mau ditutup serapat apa pun suatu saat dia pasti tahu tentang taruhan ini," ucap Liam.

Andreas terdiam sebentar, lalu menimpali, "Yang gue suka dari Adhira adalah dia gak ribet, kalau gue jelasin semuanya pasti dia ngerti."

"Ya sudah terserah lu, tapi kenapa gak lu coba saja dengan Donita? Kencan satu hari saja, dan lu menang," ucap Liam lagi. "Lagi pula, gue masih gak yakin kalau Adhira masih bisa nerima lu ketika dia tahu dirinya cuma dihargai seharga sepatu lu," imbuhnya.

Andreas menelan ludahnya. Ia sadar, bagaimana pun juga yang diucapkan Liam benar, mana mungkin ada wanita yang suka dijadikan bahan taruhan? Terlebih jika ia ditaruhkan dengan harga murah yang cukup untuk membeli sepatu keluaran terbaru Armani Exchange. Tapi tentu saja, hal tersebut bukan alasan yang tepat untuk menerima taruhan yang ditawarkan Liam.

"Jadi kalau Adhira tiba-tiba mutusin lu, lu masih ada Donita sebagai cadangan, bukan?" ucap Liam. "Berpikir realistis saja Yo, lu dapat satu juta―biarpun masih kurang banyak buat beli sepatu baru―dan lu sudah punya cadangan pacar buat jaga-jaga kalau lu diputusin Adhira," lanjutnya lagi.

Andreas bisa menangkap benang merahnya. Ia memikirkan hubungannya dengan Adhira. Memikirkan apakah ia benar-benar telah sepenuhnya jatuh cinta pada Adhira, atau hanya merasa nyaman saja. Semakin ia berpikir, semakin ia ragu dengan perasaannya sendiri. Dan lambat laun, ia pun merasa bahwa ucapan Liam ada benarnya juga. Jadi, setelah sebelumnya mengembuskan napas dengan berat, ia menatap Liam dan berkata, "Ini yang terakhir."

Hujan Bulan DesemberOù les histoires vivent. Découvrez maintenant