Dan dengan refleks, Adhira menghentikan langkahnya, lalu menoleh sambil memasang wajah yang seolah berkata apa?

Andreas kembali memasang senyumnya. "Senang bertemu lagi denganmu," ucapnya ramah. Atau lebih tepatnya, berusaha untuk terdengar ramah dan tenang, seolah ia tidak merasa didominasi.

Adhira tersenyum mencemooh dan menjawab, "Yang benar saja." kemudian kembali berbalik dan mendengus.

Melihat hal tersebut, Andreas menghembuskan napasnya dengan berat. Matanya masih menatap punggung Adhira sampai wanita itu menghilang di belokan yang mengarah ke tempat parkir.

Pada saat itu keduanya mulai menyadari sesuatu. Andreas menyadari bahwa dirinya memiliki kontrol pribadi yang kuat, ia mampu menekan rasa groginya ketika berhadapan dengan Adhira setelah sekian lama. Sedangkan Adhira menyadari bahwa Andreas adalah orang yang sangat tidak tahu malu.

"Sepertinya parah ya?" gumamnya pelan, lalu berbalik dan masuk ke dalam kafe. Dan sore itu, pergi keluar kantor yang mestinya membuat dia merasa segar setelah menekur di depan meja seharian menjadi sebuah ide buruk yang sukses menghancurkan suasana hati juga harinya.

***

Sudah hampir jam sepuluh malam, Luna berjalan keluar dari ruangannya, melewati ruangan-ruangan lain yang lampunya sudah dipadamkan, berjalan lurus menuju lift yang berada di ujung kanan gedung ini. Dia memencet tombol turun dan menunggu, sambil memandangi layar kecil di sebelah tombol lift yang menunjukkan di lantai berapa kini lift itu berada.

Tidak pernah ada yang menyenangkan dari kerja lembur. Tenaga dan pikiran terasa diperas dan tidak ada teman yang bisa diajak mengobrol barang sebentar untuk sedikit mengurangi rasa penat. Luna meregangkan otot lehernya. Memutarnya ke arah kiri dan kanan, sambil jari tangan kanannya sedikit memijat-mijat tengkuknya.

Ketika lift itu berbunyi dan pintunya terbuka, sedikit terkejut namun tidak sampai berekspresi berlebihan, Luna menatap seorang pria berjas hitam yang masih rapi mengenakan dasi berwarna merah polos sedang berdiri di salah satu sudutnya. "Arian," gumam Luna pelan.

Pria yang sedang menunduk itu seketika mengangkat kepalanya, ketika mendengar suara seorang wanita menyebut namanya. Ketika dilihatnya Luna tengah berdiri di depannya, dan kemudian masuk ke dalam lift, pria itu menyunggingkan senyumnya sambil bertanya, "Hai Lu, kerja lembur?"

Luna mengangguk, lalu balik bertanya, "Kamu juga?" sambil memencet tombol satu, dan tidak lama kemudian pintu lift tertutup.

Arian menggeleng. "Aku baru pulang nemenin dewan direksi makan malam," jawabnya yang langsung ditimpali dengan anggukan oleh Luna. "Kamu mau pulang? Bareng saja," ajak Arian.

Luna seketika menoleh, kemudian memastikan, "Memangnya boleh?"

"Bolehlah." Arian tertawa pelan mendengar pertanyaan Luna.

Ketika lift itu sudah sampai di lantai satu, tidak ada dari keduanya yang keluar, bahkan Luna yang semula memencet lantai ini mengurungkan niatnya untuk keluar. Keduanya tetap diam dan turun menuju basement.

***

Adhira mengendarai motornya dengan hati-hati. Sudah hampir jam sebelas, namun perutnya keroncongan minta diisi. Rachel menginap di rumahnya, wanita itu bercerita banyak hal selama lebih dari dua jam, dan mendengar curhatan sahabatnya itu membuat Adhira lupa makan malam, dan baru mencari makan selarut ini. Lisa dan Afif pergi tadi siang ke rumah neneknya di Bandung, jadi tidak ada yang memasak hari ini.

Rachel tidak ikut pergi dengan Adhira. Dia bilang, dia tidak nafsu makan. Dan memang sudah kebiasaannya, tidak makan lebih dari jam delapan malam.

Biasanya, di gerbang luar kompleksnya banyak penjual makanan yang berjejer menjajakan beraneka macam hidangan. Sebenarnya jarak antara rumahnya menuju gerbang kompleks tidak begitu jauh, namun dia rasa cukup tidak nyaman dan waswas jika dia harus berjalan kaki di jalanan kompleks yang sudah sangat sepi.

Hujan Bulan DesemberDonde viven las historias. Descúbrelo ahora