Chapter 12 : The Storm [nc-21]

Start from the beginning
                                    

Seungcheol lagi-lagi tersenyum melihat respon namja yang sedang di tindihnya. Berulang kali ia mengecup bibir Jeonghan. Membiarkan darah dan saliva mereka bercampur menjadi satu. Jeonghan tentunya merasa jijik ketika harus menelan darahnya sendiri, tapi ia tak memiliki pilihan saat ini. Dan tentu saja ia tau, Seungcheol merasa senang saat melihat ia yang tak bisa bergerak leluasa. Jeonghan mencoba bertahan sekuat mungkin dan berharap semua akan berakhir cepat. Hingga entah beberapa menit telah berlalu, akhirnya Seungcheol bangkit dan berjalan keluar kamar mereka. Meninggalkan Jeonghan yang masih terikat kebingungan karena perubahan sikapnya dan sekaligus ia merasa lega. Ya, lega untuk sesaat.

Cih! Bajingan itu! Apa yang akan ia lakukan sekarang!?

Jeonghan hanya bisa mengumpat dalam hatinya. Ia tau mengumpat di depan Seungcheol akan membuat Seungcheol semakin bahagia. Tak ada gunanya juga ia meronta untuk melepaskan ikatan tali yang sangat kencang itu. Dan tak butuh waktu lama untuknya kembali melihat Seungcheol muncul di depan pintu. Membuat rasa mual dalam perutnya tiba-tiba muncul. Dan entah mengapa, ia juga merasakan bulu kuduknya meremang. Ia merasa takut karena suasana yang ia rasakan seolah semakin dingin. Bukan dari ruangan, tapi dari namja di depan pintu itu. Ya, sesuatu hal dari Seungcheol yang ia rasakan berbeda. Jeonghan tau lelaki yang menujunya saat ini, bukan lelaki yang biasa bersamanya. Ia tau, ada yang disembunyikan oleh lelaki itu di balik punggungnya.

"S-sayang... apa yang kau sembunyikan?"

Refleks ucapan terlontar dari bibirnya saat ia melihat Seungcheol semakin mendekat. Suara bergetarnya menunjukkan bahwa ia ketakutan. Baru kali ini, ia merasa sangat takut pada lelaki di hadapannya. Terlebih, tak ada jawaban dari mulut Seungcheol. Ia terus mendekat dan kembali mulai menindih Jeonghan. Membuat Jeonghan hanya bisa menelan ludah dan menatap matanya. Tatapan yang ia ingat milik siapa.

Sabetan metal membara yang menggores kulit Jeonghan secara tiba-tiba membuatnya menjerit keras. Rasa panas terbakar dicampur perihnya luka ia rasakan.

"Breng... sek!!!"

Jeonghan tak bisa mengucapkan apapun selain mengumpat pada Seungcheol. Amarah yang tercampur dengan menahan rasa sakit di tubuhnya. Di tambah, ia bisa dengan jelas melihat lukanya dan darah yang merembes keluar dari lukanya.

Seungcheol terlihat diam walaupun Jeonghan merasa Seungcheol seolah mengatakan sesuatu padanya. Tangannya tak bergerak dan masih menggenggam erat pisau panas  yang entah sejak kapan ia siapkan. Ia tak memandang wajah Jeonghan saat ini, ia hanya memandang tiap jengkal tubuh Jeonghan. Seolah berpikir, bagian mana yang harus ia sayat dan dengan cepat ia kembali mengayunkan tangannya. Menyayat perut Jeonghan secara horizontal berkali-kali sebelum berpindah ke bagian tubuh lainnya. Membuat sayatan-sayatan baru yang membuat Jeonghan terus menjerit dan mengeluarkan air mata.

"Belum... cukup... lebih... lebih... banyak... lagi..."

Semakin Seungcheol menyayatkan pisaunya, suaranya pun semakin terdengar oleh Jeonghan. Suara yang tak memiliki kehangatan sama sekali. Jeonghan terus meronta karena tubuhnya pun sebenarnya sudah tak kuat menahan rasa sakit yang ia derita. Bahkan apa yang dihadapannya saat ini hanyalah seorang monster yang seolah mencari kepuasan untuknya sendiri. Dengan mencabik-cabik pelan mangsanya. Dalam hati, Jeonghan hanya berharap ia tak segera mati karena kehabisan darah. Ia terlalu muda untuk mati, begitu pikirnya.

Jeonghan terus menangis dan berteriak. Berharap suaranya akan mencapai Seungcheol dan menghentikan ide gilanya. Beberapa luka Jeonghan di sertai luka bakar dan beberapa lainnya hanya sayatan. Beruntunglah ia karena pisaunya cepat dingin dan beberapa lukanya cukup kering.

"Huks... S-Seungcheol... huks..."

....

"H-hentikan... Kumohon.... S-sakit..."

Roulette 「COMPLETE」Where stories live. Discover now