Chapter 11 : Secret

1.3K 171 10
                                    

Preview

Seungcheol masih tetap memegang tangan Jeonghan. Bahkan menggenggamnya lebih erat lagi. Ia tahu, Jeonghan bukan orang yang amarahnya mudah reda. Bahkan ketika ia berhasil menariknya untuk menjauh, Jeonghan menarik tangannya sekuat tenaga hingga mereka terlepas. Ya, Jeonghan terpancing ketika orang itu mengatakan bahwa mereka adalah pengecut setelah tak berani memukulnya dan memilih pergi. Dan kini Seungcheol tau bahwa ia akan sedikit kesulitan mengendalikannya. Seungcheol pun tau kemampuannya, dia tau... dia masih kalah jauh dalam urusan berkelahi.

"Sial!"

Seungcheol berusaha meraih tangan Jeonghan kembali. Ia berpikir untuk menjatuhkan Jeonghan ke lantai. Semoga dia pingsan kalau jatuh, begitu batinnya. Baru kali ini Seungcheol merasa otaknya tak bisa berjalan dengan baik. Hingga ia sadar, namja yang dibawanya tadi telah tersungkur di lantai. Di depan namja itu pun telah berdiri seorang pria paruh baya yang tinjunya masih mengepal. Seseorang yang tak pernah Seungcheol lihat di areanya.

"Hentikan, Jeonghan."

Sebuah suara yang berat keluar dari pria itu. Menyebut nama Jeonghan yang membuatnya terdiam. Dia juga dapat melihat Jeonghan yang hanya terdiam dan menatap pria paruh baya itu. Tak ada suara darinya, tapi entah mengapa Seungcheol merasa bahwa Jeonghan mengenal pria di hadapannya itu.

***

Author POV

Seungcheol masih memandang langit-langit yang masih gelap. Desiran angin malam yang menusuk tulang menemaninya di tempat itu. Ya, Seungcheol kali ini bersandar pada dinding sebuah rumah yang tak ia kenal. Siapa lagi yang membawanya ke tempat itu kalau bukan Jeonghan. Dalam diamnya ia kembali mengingat kejadian di restoran tadi. Dimana untuk pertama kalinya ia melihat air mata turun dari mata Jeonghan. Dan ekspresi wajahnya yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

"Ayahnya ya..."

Seungcheol berbisik pelan di tengah malam itu. Sedikit mengantuk sebenarnya tapi ia masih kuat untuk bertahan dan menunggu disana. Membuatnya tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia mengira bahwa ia mengetahui semuanya tentang Jeonghan melalui segala penyelidikannya. Tapi ia sadar, ia tak pernah tau bagaimana masa lalu Jeonghan yang sebenarnya. Walaupun kini ia tau bahwa menemui ayah Jeonghan pun harus tetap berhati-hati. Setelah melihat dengan siapa tadi ia berkumpul. Dan suasana yang jelas menunjukkan kalau ia tak sendiri.

Sementara itu, di dalam rumah ayahnya, Jeonghan hanya duduk terdiam. Ayahnya telah menyuruh Jeonghan pulang tapi ia tak bergerak sedikit pun sejak ia memaksa masuk. Bukannya Jeonghan tak sopan, tapi ia sangat merindukan ayahnya. Ayahnya yang menghilang dan baru ia tau sekarang keberadaannya.

Kenapa baru sekarang Appa muncul?

Ayahnya itu menghampirinya setelah sekian menit menghindari Jeonghan. Jeonghan sadar itu, tapi ia masih tetap menunduk. Menunjukkan betapa tak karuan perasaannya saat ini. Andai saja ia mendongak, mungkin ia akan melihat mimik wajah ayahnya saat ini. Mimik wajah yang sama saja dengannya.

"Jeonghan, pulanglah."

Jeonghan tetap saja diam. Ada beberapa pertanyaan yang ingin ia lontarkan dan ada beberapa kalimat yang ingin ia dengarkan dari ayahnya. Bukan pulanglah atau semacamnya, tapi lebih pada betapa ayahnya merindukan Jeonghan.

"Jeonghan-"

"Apa Appa tidak merindukanku sedikit pun?"

Jeonghan memotong perkataan ayahnya dengan sedikit geram. Ia kecewa karena ayahnya seolah tak ingin bertemu dengannya lagi. Jeonghan tak mengeluarkan sepatah kata pun lagi setelah itu dan hanya telinganya yang mendengarkan ayahnya menarik kursi di hadapannya untuk duduk. Ia pun dapat mendengar helaan nafas ayahnya. Sudah bertahun-tahun mereka tak berbicara seperti ini. Terakhir yang ia ingat adalah ketika ayahnya berkata ia akan kembali untuk menjemputnya di rumah sahabat ayahnya. Sebuah perkataan yang akhirnya hanya menjadi perpisahan mereka.

Roulette 「COMPLETE」Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora