Mama

276 17 0
                                    

Setelah seharian begitu menguras tenaga dan emosi, aku pulang dengan wajah penuh kelelahan.

Tak lupa sebelum aku pulang aku menyempatkan diri singgah membeli bakso untuk mama, hari ini aku gajian dan aku ingin membelikan mama makanan kesukaannya.

Begitu bajaj berhenti di depan rumahku aku kaget karna begitu banyak orang yang berada di rumahku juga ada bendera kuning yang dipasang di pohon depan rumah.

"Ibu Irma? Ini ada apa yah? Kok banyak orang gini? Trus kok ada  bendera kuning siapa yang meninggal?"
Tanyaku kepada ibu Irma pemilik kontrakan rumah kami yang berada didepanku, bersama beberapa ibu-ibu yang memakai kerudung.

"Anu.. itu.. mama kamu Bella.."

"Mama?"
Aku berlari kedalam rumah tak kupedulikan beberapa orang yang kudorong karna menghalangi pintu masuk.
Airmata sudah membasahi pipiku, mama kenapa?
Bakso yang tadi kupegang aku lepaskan begitu saja ke tanah karna saking khawatirnya terhadap mama.

Semua menatapku saat aku memasuki dalam rumah.
Mereka memberiku jalan untuk masuk ke dalam kamar mama.
Aku melangkah ragu kedalam kamar mama, dan tangisku pecah saat melihat mama terbujur kaku ditempat tidurnya.

Perut mama bersimbah darah.
Aku tak bisa mengontrol tangisku,
Beberapa tetangga yang tak begitu kukenal mendekatiku dan menceritakan apa yang terjadi terhadap mama.

"Yang sabar yah neng Bella.. saya minta maaf tidak bisa mencegah orang itu untuk masuk ke rumah kamu. Saya juga kaget pas nemuin ibu ratih sudah jatuh di lantai penuh dengan darah.. saya kira sebelumnya adalah pencurian. Tapi gak mungkin.. maaf yah neng, disini kan gak ada barang berharga.. Tv aja gak ada jadi gak mungkin pencurian.. saya udah nelpon polisi. Mungkin bentar lagi akan ada polisi yang datang"
Kata ibu Risna, tetangga terdekat kami.

"Mama..."
Aku menangis meratapi mayat mama di tempat tidur.

Tanganku mengepal, siapa yang sudah membunuh mama tidak akan kumaafkan.
Aku bersumpah.

Berkali-kali kuguncang tubuh mama tapi mama tak membuka matanya.
Aku menangis sejadi-jadinya melihat mama berlumuran darah.

Siapa yang sudah begitu kejam membunuh mama seperti ini?

***
Hari penguburan mama diiringi dengan turunnya hujan gerimis.
Seakan langit ikut menangis melihat kematian mama yang sangat tidak adil.

Aku beberapa kali pingsan melihat mama yang mulai ditimbun tanah. Aku tak sanggup melihat saat-saat itu.

"Ma.. Bella sama siapa? Bella..Bella.. mama udah janji selalu ada buat Bella"
Kataku sambil mencium papan nama mama.

Beberapa orang sudah mulai meninggalkan area penguburan tapi aku masih tetap tidur memeluk tanah kuburan mama.
Mataku terus basah.

"Bella.. aku turut berduka yah"
Suara lelaki itu lagi.
Suara Ziko.

Aku hanya diam.
Walau saat ini aku rapuh dan butuh semangat dan semangatku salah satunya(atau mungkin satu-satunya kini) dari Ziko tapi aku tak ingin kembali menyakiti Rossie dan mengingkari janjiku sedari awal untuk menjauhi Ziko.

"Ziko. Ayo kita pulang"
Suara manja seorang perempuan membuatku menengadah menatap wajah mantan sahabatku itu.
Rossie.
Kali ini pakaiannya serba hitam dan kacamatanya pun hitam.

"Turut berduka yah"
Kata Rossie dengan wajah datar.

"Bel.. aku pulang duluan yah.. kamu yang sabar yah.. Allah mengambil mama kamu karna Allah lebih sayang mama kamu."
Setelah menepuk bahuku Ziko meninggalkanku sendirian di kuburan mama.

Tak berapa lama kemudian aku ikut pulang ke rumah dengan langkah gontai.

***
Setelah 3 hari kepergian mama, aku mulai pergi ke sekolah kembali dan bekerja untuk diriku sendiri. Tak ingin berlarut- larut dalam kesedihan.
Lagian mama pasti sudah tenang di alam lain, tak lupa kini aku selalu memanjatkan doa untuk mama.
walau dalam hati yang paling dalam aku menyimpan dendam bagi siapapun yang telah tega membunuh mama.
Siapapun itu.

Kulangkahkan kaki masuk kedalam kelas. Beberapa temanku menatapku iba. Kecuali Rossie tentunya yang menatapku sinis.

"Yang sabar yah Bel"

"Kita ikut berduka cita yah Bel.."

Beberapa teman sekelasku mengucapkan turut berdukanya kepadaku dan untuk pertama kalinya mereka menganggapku ada di kelas ini sebagai teman mereka.
Wajar saja kesetaraan level sangat berpengaruh penting di sekolahku ini.

Itulah yang membuat mereka dingin terhadap beberapa siswa yang kurang mampu dan hanya mengandalkan beasiswa sepertiku.

Rossie yang melihat hal itu malah bergegas keluar kelas.

"Bella aku seneng kamu udah sekolah"
Suara Ziko membuyarkan lamunanku.

"Peduli apa kamu? Aku gak pengen liat muka kamu sekarang. Tolong pergi dari kelas ini. Aku gak mau Rossie akan salah paham lagi.."

"Bel.. aku cuma pengen selalu ada buat kamu.. aku pengen jagain kamu"

"Gak perlu Zik.. aku bukan kakak kamu. Aku mungkin mirip dengan dia tapi aku bukan dia! Aku mau kamu pergi sekarang!"
Bentakku ke Ziko yang membuatnya terdiam.

"Oke.oke kalau itu mau kamu.. aku cuma pengen baikin kamu tapi kamu bentak aku kaya' gini? Oke. Aku pergi"
Ziko melangkah keluar kelas sambil meremas rambutnya tanda marah.

Tanpa sadar aku meneteskan air mata lagi. Kali ini bukan karna merindukan mama tapi karna Ziko yang membuat hatiku sakit untuk kesekian kalinya.


Udah. Part kali ini segini dulu yah.
Sory kalo gaje gini..
Sory juga kalo pendek banget.
Voment ditunggu

Give Me A Knife (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang