Namun kepedulian Veranda lebih terdengar seperti hinaan ditelinga Naomi, ia langsung melepas jaket dan celana jeansnya

"Aku bisa berenang bahkan lebih hebat dari seekor ikan." sahut Naomi sambil melemparkan pakaian diatas tasnya

Veranda tersenyum miring, "Sombong sekali. Baiklah kita buktikan saja."

Selesai berdebat. Veranda dan Naomi berjalan mendekati kolam renang. Keduanya kini saling pandang bingung.

"Kau bisa masuk terlebih dahulu." suruh Naomi mendorong pelan tubuh Veranda kearah air.

Veranda menggeleng mantap, "Tidak, kau saja."

"Tidak, kau yang lebih tinggi."

"Tadi siapa yang mengatakan lebih hebat dari ikan?"

"Tapi ini tiga meter dan tinggi aku hanya---"

BYUUUR

Belum sempat Naomi melanjutkan ucapannya,seseorang tanpa sengaja mendorong tubuh Naomi kekolam renang. Veranda terkejut dan langsung loncat kedalam. Ia masuk kedalam air tetapi tidak menemukan Naomi. Sejenak ia mengambil napas lalu kembali masuk namun sayangnya Naomi tetap tidak ada

"Kau sedang apa, nona?"

Didalam air Veranda bisa mendengar suara Naomi yang diikuti oleh tawa. Segera ia keluar dari kolam renang. Ia melirik Naomi yang masih tertawa namun bukan itu yang ia cari. Matanya memicing beberapa detik mencari seseorang. Setelah menemukan orang itu, ia keluar dari kolam renang kemudian berlari cepat

Dengan keras Veranda melayangkan sebuah pukulan kearah pemuda yang tadi tak sengaja mendorong Naomi.

"Kau hampir saja membunuh temanku!" Veranda mendorong tubuh lelaki itu hingga jatuh dan hendak melayangkan kembali tangannya. Selang beberapa detik ia menoleh saat merasakan pegangan ditangannya

"Jangan mencari keribut. Berdiri, aku baik-baik saja." Naomi membantu Veranda berdiri kemudian mengalihankan pandangannya pada lelaki itu, "Lain kali hati hati ya." Naomi tersenyum seraya menarik tangan Veranda agar menjauh dari tempat itu.

Veranda menepis tangan Naomi, "Kenapa menarik tanganku?! Aku harus menghabisi orang itu!"

Mata Naomi menyipit memperhatikan ekspresi wajah Veranda yang terlihat sekali sedang emosi, bahkan dadanya saja naik turun. Ia menghela napas kasar lalu meletakan kedua tangannya dibahu Veranda, "Apa yang selama ini aku ajarkan, tidak pernah diikuti?"

"Maksudmu?" tanya Veranda sedikit dingin.

"Kendalikan emosimu, Ve. Kau tidak bisa menyimpan ambisi bahwa kau harus menghabisi seseorang jika kau sedang emosi seperti ini."

"Lalu? Kenapa? Itu bukan urusanmu." Veranda menepis kedua tangan Naomi lalu membuang pandangannya kearah lain.

Naomi kembali menghela napas kasar lalu berjalan satu langkah. Mensejajarkan posisinya dengan Veranda yang menghadap pada kolam renang. "Ini yang aku takutkan."

"Apa?" tanya Veranda masih tidak mau melihat Naomi. Pandangannya masih tertuju pada kepulan asap tipis yang dihasilkan dari panasnya air kolam renang.

"Kau masih saja seperti ini, tidak bisa mengendalikan emosi. Dengar aku," Naomi menarik lembut tangan Veranda agar menatap kearahnya, "satu-satunya hal yang bisa mengancurkan seseorang itu adalah nafsunya sendiri dan emosi berasal dari nafsu."

"Aku memahami itu tapi,"

"Kau tidak bisa memahami apapun selain emosimu sendiri," sela Naomi dengan cepat. Satu tangannya terangkat menunjuk dahi Veranda, "pikiran yang panas tidak akan menghasilkan apapun selain kerugian. Kau akan melakukan kesalahan meskipun sebenarnya kau benar."

Waktu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang