3

2.2K 53 1
                                    

Si nenek mengerutkan kening. Giam Liong tiba-tiba menangis lagi. Sang bocah terganggu oleh ribut-ribut itu. Tapi ketika nenek ini melihat suaminya menangis dan baru kali itu dilihatnya begitu ketakutan maka nenek ini menarik bangun suaminya dan tergopoh-gopoh menyerahkan anak laki-laki itu.

"Hujin, sudahlah. Aku jadi bingung kalau ada dua laki-laki menangis begini. Aku mengasihani suamiku, dan anakmu pun juga menangis lagi. Kau biarkanlah mereka pergi, hujin. Lepaskanlah mereka yang tak mungkin berani datang lagi!"

Wanita itu bersinar-sinar. Pandangan matanya yang tajam menusuk membuat kakek Pa tak berani membalas. Kakek itu ketakutan dan gemetar. Tapi ketika dia mengangguk dan menerima anaknya yang menangis maka wanita ini membalik dan berkelebat pergi.

"Baiklah, kubebaskan mereka, Lui-ma. Tapi sekali lagi mereka berani menggangguku maka hukuman mati tak dapat kubatalkan!"

Kakek Pa girang. Begitu Sin-hujin lenyap dan masuk ke dalam maka kakek ini tergopoh-gopoh menghampiri dua laki-laki itu. Wi-yung dan temannya disuruh pergi, secepatnya. Dan ketika dua laki-laki itu melotot namun jerih, di samping dendam maka Hu-san pemimpin mereka kembali dibawa dan dua laki-laki itu terpincang meninggalkan tempat celaka itu, mendesis mertahan sakit.

"Pa-lopek, kau telah melakukan sesuatu untuk kami, terima kasih. Tapi beri tahu kami kapan kami dapat menemui siluman betina itu di hutan!"

"Sudahlah," kakek ini tergesa, bingung "Sasaran kita ternyata batu karang, Wi-yung, bukan barang yang empuk. Lain kali saja kuberi tahu dan pergilah cepat-cepat!"

Dua laki-laki itu pergi. Mereka mengancam dengan suara perlahan dan si kakekpun gemetar.
Kejadian hari itu tak akan dilupakan dan Pa-lopek tetap dituntut untuk mempertemukan mereka dengan Sin-hujin itu, di hutan. Dan ketika mereka lenyap dan nenek Lui mengerutkan kening maka nenek itu menegur apakah suaminya mengenal orang-orang itu.

"Tidak, mereka tahu-tahu sudah ada di belakang rumah kita. Aku tak mengenal mereka kecuali Wi-yung!"

"Dan kau berbisik-bisik dengan mereka itu. Apa yang kau lakukan, Pa-pek? Kau main-main api?"

"Tidak... tidak!" sang kakek tergopoh. "Aku tak tahu apa-apa tentang semuanya ini, Lui-ma. Mungkin si Wi-yung itu kebetulan tahu Sin-hujin ada disini dan mengajak temannya untuk maksud yang tidak baik!"

"Hm, kau bicara benar?"

"Tentu saja. Aku tak pernah berbohong, Lui-ma. Kau tahu itu!"

Sang isteri lega. Memang selama ini ia tahu bahwa suaminya tak pernah berbohong. Pa-lopek biasanya jujur dan suka bicara apa adanya. Tak tahu bahwa sebuah perobahan besar sedang terjadi. Tak tahu bahwa suaminya diam-diam mengilar melihat Sin-hujin itu. Pa-lopek diam-diam tergila-gila dan terangsang nafsunya melihat Sin-hujin menyusui anaknya.

Kakek itu bangkit berahinya ketika tiba-tiba saja segumpal buah dada segar terbayang di depan mata. Ah, sudah puluhan tahun ini dia "kering" dari pemandangan seperti itu. Milik isterinya kempot, milik isterinya sudah tak menggairahkan lagi dan terus terang dia terbakar melihat pemandangan itu.

Apalagi kalau berhasil diintai secara mencuri-curi. Ah, nikmatnya bukan main! Dan karena kakek itu mulai dimabok nafsu dan berahi yang kian membakar membuat kakek ini lupa diri maka dia bermaksud untuk merayu Sin-hujin itu dan membujuknya agar mau menjadi isterinya.
Tapi di rumah itu ada Lui-ma. Ah, isterinya yang ini dirasa mengganggu dan dia bingung. Kalau menurutkan nafsunya, tentu ia ingin main seruduk saja dan tak perduli. Tapi kalau dia gagal dan Lui-ma juga marah tentu dia akan kehilangan kedua-duanya. Dan itu rugi besar!
Maka Pa-lopek memeras otak dan akhirnya ditemuilah jalan keluar itu. Dia meminta pertolongan Hu-san dan kawan-kawannya, menjanjikan perhiasan Sin-hujin itu sementara dia tubuhnya. Tapi ketika Sin-hujin berbalik menghajar tiga laki-laki itu dan kakek ini terkejut, tak menyangka, maka tiba-tiba kakek itu menjadi jerih dan gentar!

Naga Pembunuh - BataraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang