"Kata dokter tadi gimana?" tanya Ify disela akivitasnya.

"Kelelahan"

"Masak? Gitu doang?"

"Iya"

"Bohong!"

Rio tak berniat menjawab lagi, kepalanya masih terasa berat. Ia memilih diam aja, memejamkan kedua matanya untuk menghilang rasa pusing yang kembali menyerang.

"Kenapa? Ada yang sakit?" tanya Ify mulai cemas, ia menjauhkan sisir-nya dari kepala Rio,tak meneruskan lagi;.

Rio menggeleng kecil.

"Cuma pusing" jawab-nya lemah.

Wajah Ify ikut meringis, seolah ia merasakan juga bagaimana sakit-nya Rio. Ify paham sekali bahwa Rio bukan tipe pria yang mudah jatuh sakit. Jadi, jika seorang Rio benar-benar ambruk menandakan sakit-nya pasti sudah paling maksimal. Rio orangnya tahan banting, lah ini?. Bangun aja nggak bisa. Kan kasihan.

"Gue bisa bantu apa biar nggak sakit lagi?" tanya Ify polos.

Rio terkekeh pelan, membuka kedua matanya dan menatap Ify.

"Sini!" suruh Rio, ia merentangkan tangan kanan-nya ke samping.

"Apa?" bingung Ify

"Tidur disamping gue"

"Ogah! Nanti mama lo masuk" tolak Ify cepat.

"Katanya mau bantu biar nggak sakit lagi?" Rio menahan rasa sakit kepala yang kembali menyerang, ia meringis.

Ify mengernyit sambil meringis juga. Ia pun menuruti ucapan Rio, berbaring di samping kekasihnya, Ify memiringkan tubuhnya, agar lebih jelas melihat wajah Rio. Pria itu memejamkan kedua matanya sejenak dan membukanya lagi, Ify menyentuh pipi Rio. Panas!.

"Demam lo berapa?" tanya Ify

"Satu" jawab Rio asal

"Lucu?"

"Kan bener"

"Maksud gue suhu" ralat Ify cepat.

"39 koma berapa gitu"

"Waahh! Kok masih hidup juga si abang ini" sindir Ify skiptis. Rio tertawa tanpa suara.

"Kerja rodi aja nggak sampai gini-gini amat. Lo kerja apa sampai nggak makan, nggak minum, nggak tidur!!" Ify mulai ngomel lagi.

Rio mendesah berat, Ify lebih parah daripada mama-nya ternyata. Rio berjanji ke dalam dirinya sendiri, ia tak akan mau sakit lagi. Tak akan!.

"Jawaaab!!! Punya mulut kan!!"

"Punya sayang" lirih Rio lemas, ini kekasihnya kesurupan apa sih!.

"Kerja apa di Jepang kemarin?" tanya Ify mendesak.

Rio mengatur napas-nya beberapa detik, memejamkan matanya entah untuk berapa kalinya. Ia merasakan perutnya perih dan terasa ingin mual. Tangan kiri-nya memegangi perut, meringis pelan.

"Lo kenapa? Ada yang sakit lagi?" Ify mulai panik, ia bangun.

"Pe—, perut gue ngg—"

"Udah nggak usah ngomong lagi! Diem aja! Istirahat sekarang!"

"Nurut sama gue!"

"Awas kalau bicara lagi!"

Rio menghela berat, tadi disuruh ngomong sekarang disuruh diem kan ribet kan serba salah kan bingungin! Gagal paham Rio sama sifat cewek yang satu itu!.

ELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang