04. Terselubung

1.9K 194 28
                                    

Fabian memarkirkan mobilnya di depan gerbang SMA Bintara. Beruntung sekolah ini tidak memiliki larangan khusus 'dilarang parkir di depan gerbang' seperti tempat-tempat kebanyakan. Lagi pula, ia pun hanya sebentar, satu sampai dua menit setelahnya langsung pergi, entah ke mana: bisa ke kampus, rumah, atau mungkin nongkrong. Selama mobil tidak disita-seperti halnya motor Aldan-ia bebas.

"Inget! Tunggu gue di samping gerbang, jangan di dalam gang!"

Aldan memutar kedua bola matanya malas. Sudah beberapa kali Fabian mengulang kalimat itu, sampai kupingnya terasa panas. Dan jawaban Aldan tetap saja sama, bahwa ia mendengar suara rintihan dan inisiatif mencari sumbernya. Alih-alih mendapat dukungan, satu toyoran berhasil didapati kepalanya, plus kata-kata tidak berguna dari kakaknya, seperti, "Suara desahan, kali, bukannya rintihan. Kuping lo berubah conge gara-gara udah lama nggak denger rintihan dari selir-selir lo!"

Kala itu, Aldan hanya bisa mendengus.

"Keluar lo!"

"Siapa juga yang mau lama-lama di sini."

"Inget, jangan-"

"Iya, Kakak!" potong Aldan sebelum kakaknya itu melanjutkan kalimatnya. Sungguh, muak sekali mendengarnya berulang kali. Aldan membuka seatbeltnya, tanpa melihat spion, ia membuka pintu mobil-

BUK!

Aldan melotot begitu melihat ada siswa lain yang sedang berjalan di samping mobilnya, tepat saat dia membuka pintu mobil. "Sorry, gue nggak sengaja!"

Siswa di hadapannya berdecak sebal sambil mengusap-usap lengannya yang terkena pintu mobil. "Nggak guna, tuh, kaca spion di pasang di situ!"

"Oke, gue udah minta maaf, 'kan?"

"Nggak mutu maaf lo!"

Baik, Aldan, hadapi dengan kepala dingin. Mungkin siswa di hadapannya itu tempramental. Ya, bisa saja!

"Terserah!" Aldan paling malas meladeni orang dengan tipe tempramental. Sedikit-dikit marah, mungkin label 'senggol bacok' berlaku untuknya.

Mobil Fabian berjalan meninggalkan wilayah sekolah bertepatan saat Aldan meninggalkan siswa berlabel 'senggol bacok' ini. Langkahnya terhenti begitu siswa itu berkata, "Heh? Anak mami?"

Aldan menoleh, menatap siswa di depannya yang sedang menyeringai. "Lo ngomong sama gue?" oh, tentu! Aldan yakin ke mana arah pembicaraan siswa itu. Hanya karena di antar, lantas makhluk di hadapannya mengatainya anak mami?

Come on, guys! Bukan hanya Aldan saja yang di antar, banyak murid lain yang sepertinya: entah karena tidak bisa mengendarai mobil/motor, ataupun yang sama sepertinya: disita karena tersangka nakal. Padahal kan ia sudah tobat, beberapa hari yang lalu.

Siswa itu mengangkat kedua bahunya tak acuh, lalu melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Siswa Tempramental-begitu sebutan dari Aldan-memasuki gang yang kemarin Aldan masuki. Sambil menyernyitkan kedua alisnya, Aldan berpikir, kenapa orang itu masuk ke tempat yang Aldan sendiri yakini bahwa penghuni sekolah ini sudah tahu kalau itu adalah jalan buntu? Terlebih, ini masih pagi. Bel masuk pun belum dibunyikan.

Daripada menghabiskan waktu memikirkan siswa tempramental itu, lebih baik Aldan bersantai sejenak di kantin sebelum waktu belajar dimulai. Baru saja langkahnya memasuki gerbang sekolah, seseorang dengan santai mengalungkan lengannya di leher Aldan sok akrab.

"Kantin, Bang!"

Aldan menoleh, menatap orang di sebelahnya dengan datar.

"Kenapa lo?"

"Gue lupa nama lo siapa."

PLAK!

Satu pukulan keras mendarat di belakang kepala Aldan. "Ganteng doang, tapi pelupa! Ganteng nanggung lo!"

Double A [BXB STORIES]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن