12

5.3K 1K 122
                                    

Seharusnya sekarang gue memberikan protes, memberontak, dan berusaha melepaskan tas gue yang masih ditarik oleh kakak tingkat yang nggak gue kenal sama sekali iniㅡkecuali sikap sok dekat dan kepercayaan diri dia yang tinggi. Tapi entah kenapa gue pasrah aja ketika dia menarik gue melewati koridor teduh, menuruni tangga, dan berjalan menuju parkiran mobil di Lapangan Sipil.

"Kak, lepasin tas saya, dong." Gue mengerem kaki yang membuat tubuh gue agak limbung ke depan sebelum dia berhenti dan berbalik. Alisnya menukik menatap gue, belum merespon perkataan gue ataupun melepaskan genggaman dia di tali tas. Lama-lama gue seperti anak TK yang dipaksa balik sama bokapnya karena kelamaan main perosotan dan nggak mau berhenti

"Tadi lo bilang apa?" tanyanya masih menatap gue yang merasa nggak nyaman ditatap seperti ini.

"Itu... Tas saya." Gue mengarahkan dagu ragu-ragu ke arah tas.

"Saya?"

Gue otomatis menarik napas dalam dan mengeluarkannya cukup keras. Merasa dia nggak akan bertindak apa-apa, gue mengayunkan tangan sampai tas gue akhirnya lepas dari genggaman dia.

"Jangan kabur, ya."

Mata gue praktis memicing mendengar dia berbicara seperti itu. Gue pandang lekat-lekat bagaimana wajah dia berekspresi. Masih dengan raut yang sama, tersenyum semringah dan konyol yang membuat gue tersulut begitu aja. Mau dia apa, sih?

"Enggak akan kabur. Kan katanya Kakak mau traktir saya," jawab gue memberikan alasan supaya dia nggak terus-terusan memberikan gue tatapan seperti itu.

"Saya, lagi?"

"Ish!" Gue menghentakkan kaki kesal sambil menarik tas ke atas. "Iya iya! Gue nggak akan kabur, kapan lagi ditraktir. Puas?" Gue memelototkan mata. Kalau ini bukan di kampus, dan kalau nggak mengingat gue adalah cewek, sudah gue pelintir dari tadi kepala si kating. Suka banget buat gue kesal.

"Gratisan amat, Yeriana. Dikasih makanan langsung nurut."

Gue merotasikan mata malas mendengar perkataan dia. "Gue nggak munafik, Kak."

Dia kembali tertawa, lalu lebih dulu berjalan di depan. Gue segera mengikuti dari belakang, berusaha nggak beriringan karena area parkiran mobil yang ramai. Gue sekeras mungkin berusaha agar anak-anak kampus nggak melihat interaksi gue dan si kating.

Entah ini cuma perasaan gue, tapi sejak tadi ada aja mahasiswi yang memperhatikan gue dan dia. Tentu gue semakin nggak nyaman. Bukannya sok merasa menjadi pusat perhatian, gue cuma nggak mau desas-desus aneh menyebar. Menurut apa yang gue rasakan, kating yang suka bertindak semaunya ini, yang belum gue tahu siapa namanya dan apa jurusannya, cukup menarik perhatian beberapa anak kampus.

Mari nggak munafik, tapi wajah tampan dia pasti cukup membuat mahasiswa baru tertarik untuk sekadar mencari akun Instagram dia.

"Lo mau makan di mana?" Dia berhenti dan kembali berbalik menghadap gue. Mungkin, melihat gue yang ikut berhenti dengan jarak yang lumayan jauhㅡsekitar satu meterㅡdia kembali menukik alis dan menghela napas. "Gue berasa lagi nuntun orang cari alamat. Jalan di samping gue sini. Kenapa? Lo nggak pede jalan berdua gue?"

"Ha? Lo sadar, 'kan, Kak, ngomong gitu?" tanya gue takjub mendengar betapa percaya dirinya cowok ini. "Yang ada gue males jalan sampingan sama lo. Ngapain harus nggak pede?"

Dia berdecak dan berkacak pinggang. "Cepat, mau makan di mana?" tanyanya. Gue kembali dibuat mengangkat alis. Kenapa pemaksa banget, sih, jadi cowok? Kenal juga enggak. "Jangan ngomong terserah." Dia kembali berbicara.

Gue lagi-lagi menarik ujung bibir ke atas meremehkan. "Maaf, gue bukan cewek yang gitu. Nyantai di kafㅡ"

"Lama lo mikirnya. Kafe di DU aja, ya?"

[1] STUNNING [New Version] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang