03. Tingle

1.7K 197 36
                                    


Rahang Jin kaku. Acara makan malam menyambut kepulangannya dari luar negeri seharusnya menjadi acara yang menyenangkan. Nyatanya tidak.
Makanan yang melewati kerongkongannya ibarat sekam yang menyumbat tenggorokan. Dadanya sesak.
Tak dapat dipercaya, ia kembali bertemu dengan wanita itu. Wanita yang mati-matian ingin ia lupakan, tapi gagal.
Calon adik ipar?
Ini pasti bercanda.

"Sayang," suara Yura yang lembut membuyarkan rentetan memori yang nyaris berjejer urut dalam benaknya.
"Hm?" Ia menjawab pendek sambil menatap istrinya.
"Aku senang kau berada di tengah-tengah kami lagi. Aku sangat merindukanmu," Yura meremas lembut lengan Jin. Pria itu tersenyum lagi.
"Dan selamat karena perjalan bisnismu sukses, Jin." Ayah Wonwoo membuka suara dengan bangga.
"Terima kasih, ayah." Jin menjawab sopan.
"Dan ...," ia mengalihkan pandangannya pada Wonwoo. "Maaf sekali aku tak bisa datang ke pesta pertunanganmu,"
Wonwoo menggeleng. "Tidak apa-apa, kak." Ia tersenyum.

Ekor mata Jin sempat singgah pada Lana di sisi pemuda itu. Dan tangannya terkepal karena mendapati wanita itu tak memandang ke arahnya. Ia mengabaikan dirinya.
Dan Jin benci diabaikan oleh wanita itu.

**

Acara makan malam usai dengan lancar. Ketika Yura dan ibunya sedang asyik membereskan sisa hidangan bersama para pelayan, sementara Wonwoo dan ayahnya sedang asyik berdiskusi dengan Mingyu, dan Sunny sudah kembali ke kamar, Jin menggunakan kesempatan itu untuk menyapa Lana yang tengah bersantai di teras. Menikmati segelas anggur, sambil menyaksikan taman buatan yang membentang di hadapannya.

"Aku ingin mengobrol dengan calon adik iparku. Sekaligus meminta maaf secara pribadi padanya karena tak bisa datang ke pertunangannya," Jin pamit pada tiga pria yang tengah duduk-duduk di ruang tengah.
Wonwoo yang mengangguk terlebih dahulu.
"Kau akan senang mengobrol dengannya. Dia perempuan yang menyenangkan," ucap Wonwoo.
Jin tersenyum dan mengangguk. Ia beranjak, melangkahkan kakinya menuju teras samping, menemui Lana.

"Aku benar-benar tak menyangka bahwa kau dan Wonwoo ...?" Jin tak memberi sapaan dan langsung berdiri di samping Lana.
Perempuan itu berdiri santai, menumpukan kedua lengannya di pagar teras setinggi pinggang orang dewasa, sambil mengayun pelan gelas anggur di tangannya.
Ia menghirup dalam udara malam, lalu menoleh dan menatap Jin. "Jaga sikapmu, tuan Jin. Harap jaga jarak denganku," peringatnya.
Jin mengumpat lirih, lalu bergerak ke samping, hanya beberapa inchi.
"Kau dan Wonwoo benar-benar ... tak dapat ku percaya," ucapnya.
"Aku juga tak menyangka bahwa kau sudah menikah. Terhitung berapa bulan sejak kita putus? Wow, itu pasti acara move on yang begitu cepat. Aku masih ingat waktu itu kau menangis sesenggukan ketika aku mengatakan ingin berpisah denganmu." Lana tertawa lirih. "Jadi apa waktu itu kau tengah bermain drama? Mengatakan bahwa kau takkan bisa hidup tanpaku? Cih."
"Lana ... ," gigi Jin terkatub. Keduanya berpandangan dengan sorot mata berkilat.
Hening sesaat.

"Wonwoo, mangsa baru?" Jin menyindir.
Lana terkekeh. "Mangsa? Seolah aku predator saja?" Ia menyeruput pelan minumannya.
"Atau jangan-jangan kau sudah merencanakan ini? Kau sengaja meninggalkan aku lalu memutuskan mengejar Wonwoo?"
Lagi-lagi Lana tersenyum tenang.
"Menurutmu?" Ia balik bertanya.
Jin manggut-manggut. "Pasti begitu. Kau menganggap bahwa Wonwoo lebih kaya dariku hingga kau memilih untuk mengejarnya." Sindirnya lagi. "Tapi mungkin kau akan kecewa setelah mengetahui keadaanku sekarang," ada nada congkak dalam kalimatnya. "Aku sudah makin sukses. Kekayaanku bertambah pesat, propertiku juga. Kau pasti menyesal, Lana." Ancamnya.

Lana memutar tubuh ke arah lelaki itu.
"Kalian berada di level yang berbeda, Jin. Kau dan Wonwoo berbeda,"
"Kekayaan kami sekarang setara, Lana."
"Bukan. Bukan soal itu,"
Bibir Jin berdecih. "Bukan? Sejak kapan prioritas utama dalam kehidupanmu berubah? Kau masih tergila-gila pada uang, aku mengenalmu dengan baik."
Lana menyeruput kembali minuman dari gelasnya.
"Kau benar, Jin. Prioritas utama dalam kehidupanku masih sama. Aku masih tergila-gila dengan uang,"
"Ku pastikan kau akan menyesal karena memutuskan meninggalkanku,"
"Kenapa harus menyesal? Faktanya aku akan mendapat suami kaya raya," balas Lana santai.
"Jika dia tahu kau hanya mengeruk uangnya, ia pasti akan melemparkanmu ke jalanan," desis Jin.
Lana menggeleng.
"Dia takkan melakukannya. Begitupula denganmu," jawabnya percaya diri.

KAU UNTUKKU [Sudah Terbit]Onde histórias criam vida. Descubra agora