Sam baru saja meninggalkan kelasnya sepuluh menit lalu, tetapi ruangan itu mendadak begitu kosong saat dia kembali. Sam hanya menemukan Remi, Bobi dan Jelo yang duduk di atas meja, saling berhadapan seperti membentuk titik segitiga sementara kaki mereka terlipat.
Kening Sam berkerut ketika bola matanya bergerak memeriksa sudut-sudut ruang. Sesuatu seperti ganjil saat menyadari tidak ada sosok Cassie di sana. Padahal beberapa hari belakangan, Sam selalu melihat cewek itu bersama Remi seakan ada sesuatu di antara keduanya. Menyadari absensi cewek itu, menyadarkan Sam pada sebuah kejanggalan. Lebih anehnya, dia tidak punya penjelasan untuk itu.
"Kalau lo cari Cassie, dia udah pulang," Remi menjawab pertanyaan Sam yang tidak keluar. Membuat cowok itu sedikit terkejut, tetapi berusaha tidak ambil pusing. Sebaliknya, Sam malah bergerak menuju mejanya setelah ekspresinya berubah maklum.
"Jadi, gimana?"
Pertanyaan dari Remi yang melompat turun, menyambut Sam saat dia duduk di kursinya. Lalu Sam menyandarkan punggung sambil mengangkat satu kaki dan menumpukannya ke lutut yang lain.
"Surat?" tambah Remi saat Sam meletakkan benda putih itu di atas meja.
"Ohhh, orangtua lo dipanggil Pak Danto?" Sam hanya melebarkan kedua matanya, menatap Bobi yang berujar santai. "Anak baru, belum dua bulan, dan surat panggilan. Percaya, deh, lo pemecah rekornya di Andreas."
"Penting, Bob?" Remi melotot.
"Udahlah, kayak gitu dipikirin," Jelo menambahi saat menemukan Sam yang hanya bergerak membereskan barangnya dalam diam.
"Iya, loh, Sam. Pak Danto nggak akan berubah pikiran biar lo mikirin terus." Bobi meraih tasnya, "mending kita ke mana, yuk. Bosen, nih, masa langsung pulang."
"Sori, guys," Remi memasang tangan menolak, "besok ulangan Kimia plus... udah cukup gue bikin ulah sama Pak Hari yang berakibat dapet tugas tambahan."
Sam bahkan tidak ingat dengan tugas itu!
"Dan, gue yakin nih kunyuk satu belum ngerjain." Remi menambahi, melirik Sam yang hanya melempar tatapan datar.
"Ya udah. Lo gimana, Sam?" Bobi mengabaikan Remi yang sedang bersiap-siap. "Lo ikut kita, kan, kali ini? Dari pada lo bete sendirian gitu. Lagian lo udah janji, kan, kalau lo mau ikut kita lain kali."
Sam menggaruk ujung alisnya.
Tanpa perintah, otaknya justru bergerak menimang-nimang pertanyaan Bobi. Yang ketika Sam tersadar, dia yakin kalau seumur hidupnya, Sam tidak pernah membutuhkan banyak waktu untuk memutuskan hal semacam itu. Seperti ketika Caleb tiba di depan rumahnya dan mencetuskan ide untuk bergerak menuju kemping di Cotton Hill, Sam sama sekali tidak ragu untuk melewatkan kelas-kelas hari itu.
Sam mendesah. Sama sekali tidak paham apa yang ada di kepalanya.
"I'm sorry, guys...."
"Lagi?" Bobi menyela. Bahkan sebelum Sam sempat menyelesaikan kalimat yang dia sendiri tidak tahu harus melontarkan alasan apa lagi. "Gara-gara Mika?"
"Oh, iya, anak kelas tiga ada pelajaran tambahan." Jelo berkata santai seolah tidak ada yang salah dengan aura di sekeliling Bobi.
"Ck, gila. Gue males-lah kalau urusannya udah cewek mulu. Apaan tuh pertemanan? Lebih penting cewek juga, kan?" Bobi bergerak meraih tasnya yang terhampar di atas meja lain.
"Wait...," Sam membelalak.
"Lo urus aja-lah tuh cewek lo."
"Gue nggak ngerti sama lo, Bob," Sam berkacak pinggang.
"Males gue sama lo," Bobi menyemburkan tatapan dingin sebelum berlalu dari ruang kelas. Diikuti Jelo yang hanya melempar lirikan bermakna 'sori' sekilas.
"Nggak usah peduliin Bobi," sahut Remi memecah kebingungan Sam, yang tengah mengawasi Bobi dan Jelo beriringan menyusuri lorong, lalu menghilang di tikungan. "Nanti juga baik lagi mereka."
Sam paham betul soal prioritas. Namun, ketika melihat Bobi berlalu, Sam ingat bahwa dia pernah berada di posisi itu. Menyemburkan kalimat yang serupa kepada Matthew saat dia lebih memilih kencan dengan cewek kelas matematika, ketimbang kemping dengannya, Caleb dan Lim. Hanya saja ketika Sam terjebak dalam dua pilihan, kini dia tahu kalau dia tidak sedang memilih.
Nyatanya di atas prioritas, ada keadaan sekuat arus yang mendesak. Yang membuat Sam tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti alirannya.
"Gue pulang duluan," tambah Remi dengan nada tenang. Namun, dari kedua mata di balik frame itu, Sam bisa merasakan ketenangan.
Mungkin karena hanya Remi yang memahaminya.
YOU ARE READING
Extended Goodbye [Sudah Terbit]
Teen FictionExtended Goodbye "Sekeping hati yang pergi sebelum berpisah" a novel by Clara Canceriana Samuel Christian Bailey yakin kalau dia tidak akan bisa melupakan kenangan tentang seorang malaikat kecil bernama Mika Angelique Setiawan . Si penggila...
![Extended Goodbye [Sudah Terbit]](https://img.wattpad.com/cover/87365244-64-k269777.jpg)