Gw bukan copet!

97 6 1
                                    


Priiiiiiiiiiiiiiiiiitttt.....
Priiiiiiiiiiiiiiiittttt.....
Priiiiiiiiiitttttttt......

Sial. Itu satpam ga ada capenya mengejar gue. Gue harus cari tempat persembunyian, karena semenit lagi gue lari, gue ga jamin bisa pulang dengan selamat. Barangkali gue bakal terdampar di UGD.

Ah, itu dia.
Gue lihat ada playground kecil di sudut area pertokoan.

"Woy, berhenti. Saya ga bakal nangkap kamu neng, saya cuma mau tanya-tanya!" Si satpam teriak di belakang gue. Gue ga berani nengok ke belakang, takut dia ngenalin muka gue.

Gue lompat ke arena bermain anak-anak, jongkok dan gue hampir kehabisan nafas. Gue gigit bibir gue berkali-kali sampai terasa perih. Sekilas gue denger suara satpam di dekat arena tempat gue sembunyi.

"Neng, neng, kenceng amat larinya. Ngilang kemana tu bocah ya," Si satpam terengah-engah.

Gue mengintip dari sela-sela kaki anak-anak kecil yang ada di depan gue, bengong melihat gue yang meringkuk di bawah prosotan. Sembunyi dari si satpam yang masih mondar mandir, sebelum akhirnya memutuskan balik kanan dan pergi ke arah lain.

Gue bukan copet pak satpam. Kenapa juga lo harus kejar-kejar gue pakai sempritan, sih. Jadi jangan salahin gue kalo lo ga bisa kejar gue, karena gue alergi sama suara sempritan.

Satu menit, dua menit, tiga menit. Aman. Gue mengepalkan tangan gue, akhirnya gue bisa pergi dari sini.

Jdaakkkk.

Sial! Gue lupa di atas kepala gue ada prosotan. Gue elus-elus bagian kepala gue yang baru saja kejedot tadi. Dan terdiam melihat di depan gue banyak anak kecil yang bengong.

"Sakit ya tante?" seorang anak perempuan berbaju biru nanya ke gue dengan polosnya.

Gue mengernyit.  Tante? Tapi gue ga mau berlama-lama di situ, khawatir pak satpamnya balik dan mergokin gue.

Gue nyengir. "Sedikit." 

"Lain kali hati-hati ya tante." Anak perempuan lain berbaju pink nasihatin gue. 

Gue cuma mengangguk lalu berdiri. Gue cuma mau cepet-cepet pergi dari mall sialan ini.

Well, ga biasanya gue kepergok sama karyawan tokonya. Gue menghela napas dalam-dalam. Sambil mencari kunci mobil gue di tas, gue mikir bisa-bisanya gue ketahuan. Padahal jaket gue udah cukup besar dan gue udah hati-hati banget. Ga ada orang di sekitar gue juga. 

Ga sampai sedetik kemudian, gue menghentikan langkah kaki dengan nafas terengah-engah. Gue mengatupkan bibir gue rapat-rapat, kesal dengan perbuatan bodoh yang selalu gue lakukan. 

Gue sadar betul bahwa apa yang gue lakukan selama ini salah dan ga seharusnya gue teruskan. Tapi di lubuk hati gue yang paling dalam, gue merasa gue harus melakukan ini sampai gue benar-benar puas.

Lahir dalam sebuah keluarga yang serba berkecukupan rupanya ga cukup buat gue, karena sejak kecil gue merasa jauh dari orang tua gue sendiri. Gue ga cukup beruntung karena rupanya orang tua gue ga punya cukup waktu untuk merawat dan membesarkan gue.

Ingatan terakhir tentang kebersamaan gue dan orang tua gue adalah saat ulang tahun gue yang keenam. Meskipun cuma tiga puluh menit, gue bisa merasakan rasanya menjadi seorang anak. Itulah mengapa, mungkin mereka merasa bersalah karena sudah menelantarkan anaknya. Jadi mereka sengaja menghadiahkan debit card dengan saldo yang cukup besar untuk ukuran anak SMA seperti gue. Gue sempat beberapa kali sengaja meninggalkan dompet gue di rumah dengan tujuan supaya bokap atau nyokap gue mau nganterin ke sekolah. Tapi lagi-lagi, sekretaris nyokap gue yang muncul.

Gue menghela nafas dengan kasar, berusaha untuk mengenyahkan pikiran-pikiran yang bikin gue makin bertekad untuk membuat masalah.

Gue berlari kecil ke arah mobil gue yang terparkir di deretan paling ujung. Gue pencet tombol unlock, sekilas gue lihat lampu mobil gue berkedip beberapa kali. Gue duduk dengan tergesa lalu menyalakan mesin dan ac mobil gue. Kemana lagi gue sekarang? Baru jam empat sore, ga ada orang di rumah juga. Baru aja gue menginjak pedal gas, gue mendengar ada suara klakson yang super panjang dan nyaring. Reflek gue menginjak rem dengan kuat.

Ya ampun, apa lagi ini. Apes banget gue hari ini.

Gue langsung keluar dari mobil untuk melihat ada yang lecet apa ga di mobil gue. Belum sampai gue menutup pintu. Ada suara cowok teriak ke gue.

"Kalo mau jalan, liat-liat dulu dong!" Si cowok teriak dari dalam mobilnya. Hmm, ganteng. Tapi pasti nyebelin.

Gue mengangguk dan mengangkat tangan gue, "Sorry ya, gue ga fokus tadi."

Si cowok langsung menutup jendela mobilnya, dan ngeloyor pergi.

Wait, mukanya familiar

Gue menggelengkan kepala, dan kembali masuk ke mobil.

Sesampainya gue di depan rumah, gue mengernyitkan dahi. Ga biasa-biasanya bokap nyokap udah pulang jam segini. Setelah gue parkir, gue mengunci mobil dan langsung lari masuk ke dalam rumah.

Sepi.

Dahi gue berkerut kencang sampai-sampai gue merasa alis gue bertaut karenanya. Gue dengar nyokap gue memanggil nama gue sesaat setelah gue mau melangkah ke arah kamar gue.

"Rhei, kamu udah pulang?" Suara nyokap gue terdengar lesu. Ada apa nih?  Gue punya firasat buruk kali ini. Apa bokap gue selingkuh lagi? Ya, bokap gue sempat beberapa kali kepergok selingkuh dengan beberapa perempuan. Itu yang membuat gue terheran-heran, karena nyokap gue masih tetap bertahan. Dan bersikap seolah-olah itu semua ga pernah terjadi. Jadi gue pun sudah terbiasa.

"Iya, Mah." Sambil berjalan ke arah suara nyokap gue.

Gue lihat nyokap gue duduk di ruang makan. Bokap juga ada di sana. Gue lihat nyokap menggenggam tisu dengan kuat di tangannya. Gue mengernyitkan dahi dan duduk di sebelahnya.

"Kok tumben udah di rumah? Lagi ga banyak kerjaan ya?" Gue tanya mereka.

Bokap gue berdehem, dan mengatakan sesuatu yang membuat jantung gue seakan melompat keluar dari rongga dada gue. "Rhei, Ayah sama Mama memutusan untuk bercerai."


****

Yessss....akhirnya kelar deh chapter pertama.

Kira-kira Rheina bakal gimana ya? Wait and see ya guys.

Gue berharap kalian ga segan untuk kasih masukan ke gue ya.

Gue masih belum mutusin, kira-kira siapa yang bisa memerankan Rheina. Any idea??

Gue akan update chapter 2 besok Kamis ya guys.

Thanks. Love you all. xoxo

Miss KLEPTOWhere stories live. Discover now