"Vel! Udah kamu ga usah ngebantah kenapa sih? Udah ganti baju cepet. Ga pake tapi tapian. Sepuluh menit kamu nggak turun, ga ada uang jajan sebulan. Titik,"

"Hah? Ta-"

Belum sempat Velyn menyelesaikan kalimatnya, sambungan telepon via LINE antara Mamanya dengan dirinya terputus.

"Tai," dengusnya.

Dengan malas atau mungkin keterpaksaan, Velyn beranjak menuju ke lemari pakaiannya kemudian ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan menukar baju.

Belum sampai sepuluh menit, Velyn sudah rapi dengan gaun tosca selutut favoritnya lengkap dengan jelly shoes abu-abunya.

"Jalannya cepetan, vel. Kita udah terlambat, nih." teriak Andini dari ruang tamu saat mengetahui putri semata wayangnya itu tengah menuruni anak tangga.

"Iya, ma. Ini juga udah cepet,"

Andini berjalan mendahului Velyn menuju mobil jazz biru yang disusul Velyn di belakangnya.

Kini Andini dan Velyn sudah meletakkan pantat mereka masing -masing di bangku mereka. Andini di bangku kemudi. Sementara Velyn di sampingnya.

Mereka tak ditemani sang Papa karena beliau sedang ada tugas ke luar kota selama satu bulan ke depan.

Dirasa semuanya sudah siap, Andini melajukan kendaraannya membelah jalanan Ibu Kota menuju bandara.

⚫⚫⚫

Suasana di Bandara sore ini sangat ramai. Banyak orang yang datang kemari untuk menjemput, memulai, atau bahkan mengakhiri perjalanan mereka.

Velyn tahu segala hal tentang Bandara Internasional ini. Mulai dari letak toiletnya, mushola, tempat parkir, bahkan ruang kepala kantornya Velyn tahu. Hanya saja satu yang ia tak tahu.

Mengapa ia di Bandara pada saat ini?

Sudah lebih dari lima kali ia menanyakan hal yang sama pada Andini. Namun, tetap saja ia tak mau memberitahu putrinya sebelum ia tahu sendiri. Ia ingin membuat kejutan untuk Velyn hari ini karena ia tahu, putrinya itu sedang kehilangan mood baiknya.

"Ma, kita ngapain sih? Kalo ga ngapa-ngapain mending pulang aja. Yuk ah! Velyn capek nih,"

Akhirnya kekesalan Velyn meledak saat ini. Meski begitu, ia masih harus bersikap wibawa di hadapan orang tuanya. Ia masih bisa menahan emosinya agar tak meledak-ledak apalagi di public place.

"Sabar sayang. Bentar lagi orangnya dateng kok. Tunggu du... Nah! Itu orangnya," seru Andini dengan tangan kanannya menunjuk orang yang dituju.

Melihat tangan mamanya yang menunjuk sesuatu, ia pun mengikuti arah telunjuk mamanya itu.

Entah harus senang, terkejut, marah atau bagaimana. Yang jelas ia tak percaya bahwa orang yang ditunjuk mamanya tadi adalah Gallen Ardian Prasetyo. Sebut saja Gallen.

Gallen adalah sepupu Velyn sejak kecil yang tinggal di Inggris. Gallen lebih tua satu tahun dari Velyn.

"Waah! Gallen!!! Woy Galen!!!" teriak Velyn dengan melambaikan kedua tangannya.

Bạn đã đọc hết các phần đã được đăng tải.

⏰ Cập nhật Lần cuối: Jan 29, 2017 ⏰

Thêm truyện này vào Thư viện của bạn để nhận thông báo chương mới!

VelynissaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ