[02] Bandara

21 3 0
                                    

"Vel. Udah kek bete' nya. Entar cantiknya ilang lo," Friska berusaha membuat mood sahabatnya yang hyperactive ini kembali seperti sediakala.

Bel pulang telah dibunyikan sepuluh menit yang lalu. Velyn dan ketiga sahabatnya masih di kelas Seni, tempat mata pelajaran terakhir mereka hari ini. Velyn masih dengan mood jeleknya sejak kejadian di kantin saat istirahat tadi. Itulah Velyn. Sekalinya moodnya di perburuk, maka ia akan membenci orang yang membuat moodnya buruk mungkin untuk selamanya. Kecuali jika orang itu mau mengakui kesalahannya.

"Coba aja lo bayangin. Gue masih capek bersihin kamar mandi yang luasnya sama kayak lapangan basket dan pengen nikmati pesenan gue sekalian ngelepas capek gue eh taunya tu anak - anak saiko pada dateng Ngancurin mood gue yang daritadi udah gue jaga mati - matiam. Lagian elo juga sih, ra! Ngapain juga ngijinin mereka gabung sama kita. Udah tau gue moodyan orangnya. Kalo habis capek gamau diganggu. Dan lo malah ngijinin mereka buat gabung sama kita. Lo sendiri juga tau kan kalo si saiko - saiko itu hoby nya bikin onar doang. Gue kesel sama lo, ra." jelas Velyn blak - blakan.

Beginilah Velyn saat ia berada dipuncak kemarahannya. Ia tak peduli siapa lawan bicaranya. Entah itu sahabatnya, temannya, bahkan orang tuanya pun pernah menjadi korban kemurkaan Velyn. Velyn adalah anak semata wayang dari keluarga George dan itu membuatnya tumbuh menjadi gadis manis, imut, dan manja. Maka sangat tidak heran jika Velyn berperilaku layaknya anak kecil.

"Iya, Vel. Sorry. Gue minta maaf. Gue terlalu kebawa suasana. Maafin gue ya Vel. Sorry banget Vel," sesal Ara.

Entah apa yang ada di fikirannya saat itu, ia malah mengizinkan Kevin and The Geng duduk bersama mereka. Padahal ia tau bahwa sahbatnya, Velyn, sedang kelelahan dengan good mood nya yang ia jaga sejak tadi pagi.

"Tau ah. Udah minggir gue mau pulang," ketus Velyn seraya menyambar ransel tosca miliknya yang masih tertata rapi  digantungan samping mejanya. Ia melenggang pergi menuju tempat di mana mobilnya sedang bersemedi.

Mata Ara seketika merah selepas kepergian Velyn dari kelas Seni.

"Hiks...hiksss..." sesegukan Ara menangis menyesali perbuatannya.

"Udah, ra. Maklumin aja. Lo tau kan Velyn gimana? Tapi lain kali jangan lo ulangin lagi, okey?" Vika berusaha menenangkan Ara dengan tangisannya. Jujur ia paling benci dengan sikap Velyn yang seperti ini. Dia egois.

Ara hanya mengangguk disertai derai air mata yang membanjiri pipinya lengkap dengan suara segukan dari hidungnya.

⚫⚫⚫

Hari ini cuaca di Ibu Kota sangat cerah.

Seolah mengejek Velyn yang sedang kehilangan mood nya.

Ia sampai di singgasananya tepat pada pukul tiga sore. Segera ia banting tubuhnya ke atas ranjang empuk berlapis sprei pink.

Baru lima menit ia merebahkan tubuhnya, ponselnya berdering. Menandakan ada panggilan masuk dari seseorang.

Mama is calling.....

Panggilan tersebut berasal dari Mamanya. Padahal saat masuk rumah, ia sudah bertemu dengan Mamanya. Bahkan yang membukakan pintu juga Mamanya.

Tanpa pikir panjang, ia segera menggeser tombol menuju warna hijau.

"Halo, ma?"

"Vel, cepet ganti baju. Ikut mama ke bandara," sambar Andini, mama Velyn, dari seberang sana.

"Ngapain ke bandara sih, ma? Velyn masih capek," katanya dengan nada merajuk. Berharap Mamanya tidak jadi mengajaknya pergi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 29, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VelynissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang