Bab 6

12 0 0
                                    

Ku ingin bersama, sebenarnya.

Rosa. Kalian pasti tau anak satu ini. Si perempuan di balik kasir dengan senyum hangat dan wajah yang selalu ceria.

Kini, ia meratapi nasibnya di taman belakang sambil memandang bunga-bunga mawar cantik milik ibunya.

Selain dia tak paham kimia. Dia juga tak tau pelajaran bahasa Indonesia.

Rosa bukan anak Indonesia asli. Ibunya asli Rusia, ayahnya keturunan orang Belanda yang lama hidup di Jerman. Menikah dan besar di Jerman hingga Rosa berumur 9 tahun.

Pantas saja Rosa tak terlalu paham pelajaran bahasa Indonesia.

Bahasa gaul saja ia tak paham.

Rosa dihadapkan dengan sebuah tugas yaitu harus meresensi sebuah novel karangan penulis Indonesia bukan luar negeri.

Di otak Rosa sekarang hanya ada satu nama yaitu Bara Prayudha yang digadang-gadang sebagai makelar kunci jawaban di kelasnya

Rosa mengotak-atik ponsel mahalnya dan menghubungi Bara.

Nada tersambung muncul, dan suara bass itu terdengar.

"Em... Bar, udah pulang sekolah."

"Otw."

"Mampir rumah, bisa?"

"Oke otw." dan tut.... tut... tut... terdengar.

Wajah Rosa berbinar terang sampai sang mama yang sudah sejak anaknya grogi untuk menelfon sudah hadir  di samping Rosa.

"Dari Bara ya?" Tanya mama Rosa dengan suara menggoda.

"Mama, apa sih." Mamanya cekikikan dan berlalu kedepan karena tadi ada samar suara ketukan rumah.

Mama Rosa agak bingung. Rumahnya ada bel kenapa malah mengetuk? Yang sudah jelas akan samar terdengarnya.

Ini dasarnya Tamu nya yang otak nya agak miring atau apalah.

Perempuan umur sekitar 39 tahunan ini membuka pintu dan menampilkan anak SMA yang masih lengkap seragamnya ditambah jaket dan earphone hitamnya yang  masih menempel di telinga kirinya.

"Siang tan." sapanya lugas. Mama Rosa menyunggingkan senyumnya lebar.

"Ah, siang Bara. Come in. Udah ditunggu Rosa, yuk." Bara mengangguk dan mengikuti mama Rosa dari belakang.

Rosa dengan baju rumahannya memilin jari-jarinya sambil meremas bajunya yang menutupi celena pendeknya. Saat melihat Baju khas anak SMA Jaya Baya pada hari Kamis, Biru tosca batik dan celana putih.

Rosa tersenyum kikuk dan melambaikan tangannya.

"Hai Bar, maafin Rosa ya" Bara mengernyitkan dahinya, Rosa tambah menciut dan Bara terkekeh pelan dan mengambil duduk di karpet dan mengeluarkan pensil mekaniknya.

"Mana yang belum lo ngerti?" Tanya Bara langsung. Rosa yang masih kikuk ikut mengambil duduk di sebelah Bara.

Bara yang dengan elegannya menggunakan kacamata dan membaca topik bahasan.

"Resensi? Itu bukan pelajaran kelas sepuluh?" Rosa nyengir tanpa dosa dan menggeleng karena ia tak pernah paham akan pelajaran tersebut.

"Aku enggak paham, kata tentorku suruh cari contoh resensi terus dianalisis, resensi apa aja aku enggak tau?" Jelas Rosa tanpa dosa lagi.

Oh iya. Rosa tidak sekolah formal. Entah kenapa. Yang pasti orang tua Rosa tak mau anak nya yang manis ini harus tercemar dengan budaya anak muda jaman sekarang.

Bara dengan gemasnya mencubit kencang pipi Rosa sampai si empu mengaduh.

"Lupa mulu lo ya, resensi itu ulasan buku yang lebih rinci, dari penjelasan tokohnya, alurnya, watak, rangkuman ceritanya, sama kelemahan kelebihan dari buku tersebut." Rosa mangap mendengar ucapan panjang Bara.

"Sekarang cari contoh resensi." lanjut Bara dan memainkan pensil mekaniknya di atas kertas dan menggambar sketsa tokoh anime.

Rosa melihat muka malas Bara yang mencoret-coret kertas soal fisika nya. Rosa terkadang tak sadar kalau laki-laki di depannya itu mempunyai wajah yang sebenarnya tampan.

Dari hidungnya yang mancung dan pas porsinya. Dengan rambut yang cokelat gelap yang jika pagi tersisir rapi, jika siang sudah berantakan. Dengan bentuk wajah orang yang tegas walau kenyataannya dia tidak terlalu tegas juga. Dan lesung pipit di pipi kirinya yang menambah dia semakin manis.

Ugh, aku benci mengakuinya. Batin Rosa.

"Udah dapet belum?" Tanya Bara yang sepertinya sadar kalau sedari tadi ia ditatap Rosa sambil ia mengetik pada laptopnya.

"Eh... itu punya nya Andrea Hirata gimana yang Laskar pelangi?" Tanya Rosa lagi dengan suara kikuk.

"Oh, terserah lo aja sih. Gue ngikut aja." Jawab Bara santai. "Kalau gitu aku print dulu." Pamit Rosa ke kamarnya yang berada di lantai dua.

Setelah selang beberapa menit Rosa turun dengan beberapa kertas HVS putih.

"Sekarang kita analisis, nih lo aja yang nulis" Rosa mengangguk dan mulai tangan mereka berdua bergerak dan Bara mulai menjelaskan dengan sejelas jelasnya.

Senyum merekah di wajah Rosa seketika hilang di karenakan ibunya datang dengan dua gelas sirup melon dan berteriak.

"Bara, ajarin tante bahasa Indonesia dong, Tante masih harus nanya artinya kalau temen-temen tante pada ngobrol" Baranya sih mengangguk patuh saja tapi Rosa.

"Boleh tan, tapi saya nggak jamin juga sih."

"Alah, nggak papa yang penting Tante tau apa yang mereka omongin." Mama Rosa mengedip genit kepada Bara.

Bara langsung memandang Rosa yang sudah tertekuk berlipat-lipat.

Melihat muka Rosa saja sudah terlihat kalau mamanya itu orang paling rese hari ini untuk Rosa. Di saat Rosa ingin bersama Bara. Badaipun datang dengan senangnya.

Rosa mencebik kesal walau tak terdengar dan membereskan bukunya. Sedangkan mamanya sibuk dangan Bara.

"Apalah Rosa yang cuman pengen bareng sama Bara enggak ada mama" Rosa mendengus dan menyepi ke kamar.

Ya, ini dari Rosa. Yang hanya ingin bersama tapi badai menghadang.

Dan ini Rosa, anak yang tak bisa bahasa gaul jaman sekarang.

❇❇

Hayolo Bara ada apaan sama Rosa?

Terimakasih untuk semua nya yang udah baca dan kasih Vote nya untuk penulis newbie ini. 😄😄😄

Dan selamat tahun baru 2k17

Mulmed: We Heart it

31 Desember 2016

InnocenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang