Bab 1

54 4 0
                                    

Pagi yang menyebalkan.

Suara alarm bising memekakan telingaku. Satu saja bagiku sudah cukup tapi, bagaimana menurut kalian jika 4 jam weker dipasang di dekat telinga kalian dan berbunyi bersamaan. Cukup menyebalkan.

Ya... hari pertama ku sebagai anak kelas XI semester 2 dimulai dengan 4 jam weker brengsek itu.

Cukup dengan waktu 15 menit, aku menyelesaikan rutinitas mandi dan menggunakan seragam putih abu yang lengkap dengan dasi dan ikat pinggang. Dua kaus kaki bertengger indah di bahuku, dan aku siap memulai hari yang membosankan ini.

Saat sampai ruang makanpun seluruh anggota keluarga sudah lengkap, Ibu ku dengan baju PNS nya, Ayahku dengan setelan kantoranya, dan dua kakak kembarku sudah siap dengan kemeja mereka masing-masing. Ngomong-ngomong mereka laki-laki dan perempuan.

Tapi, kalau dipikir-pikir dua kakak kembarku ini kenapa sudah rapi? Bukanya mereka sedang libur semesteran. Ah... sudahlah lupakan saja.

"You got a bad morning huh?" Ariana namanya. Aku sering memanggilnya Ari ketika aku kesal.

Ucapanya selalu seperti itu. Dan selalu bertingkah menyebalkan. Aku kadang muak memiliki kakak sepertinya.

Aku mengambil duduk di sebelah Arkan, dia tenang, tak banyak bicara tapi kadang konyol. Atau mungkin spesies laki-laki di rumah ini yang paling banyak omong adalah Ayah. Ayah suka bergurau.

"Not bad luck brian but bad luck Bara" Arkan selalu kompak dengan kembaranya tapi tetap saja aku akan membenci mereka jika masuk teritorialku.

"Ri, lo suka banget buat gue sengsara dengan sifat jail lo hah?" Ucapku sarkas. Satu rumah tau, kalau aku anak terlahir dengan mulut paling pedas.

Aku menatapnya tajam tapi dia malah asik menguliti buah apel hijaunya. Baru aku ingin mengeluarkan sumpah serepah. Ibuku memegang pundak ku pelan.

"Bara, sarapan dulu yuk, baru berangkat sekolah ya" kalau begini ceritanya. Aku tak tega marah lagi. Suara ibuku halusnya berlebihan.

Ayahku malah asik membaca cerita lucu dari koran sampai tertawa terbahak-bahak.

Aku bahkan tak paham mengapa aku terdampar di keluarga ini.

=0=

Setelah aku meletakan motor matic ku. Aku memasang earphone dan memasukan ipod hitamku bersaman dengan tanganku yang masuk ke saku jaket gelapku ini.

Berjalan gontai sambil memandang teman-temanku bercengkrama ria. Ada yang tertawa kencang atau bergosip di depan loker. Mereka itu menyebalkan. Sesekali adik kelas memandangku aneh tapi,

Apa peduliku?

"Bara Prayudha, anaknya pak Yudha sama ibu Eni. Berhenti gue lelah mengejar bayang lo Bara"

Oh aku hampir lupa, aku memiliki satu teman yang pasti khilaf berteman denganku.

Namanya Dimas Prasetyo Budi. Teman sejak taman kanak-kanak. Sampai pernah kita disangka homo karena ke kamar mandi berdua. Dan pastinya ku jawab dengan sengakan

"Lo pikir cewe doang yang ke kamar mandi barengan sampai kaya tawuran"

"WOY" teriaknya di telingaku sambil melepas earphone ku.

Untuk kedua kalinya gendang telingaku terlukai.

"Dim, lo salah satu dari sekian orang yang ngerusak pagi gue, tau lo?"

"Dan gue Dimas, sudah hafal di luar kepala kalimat lo itu"

"Terserah lo aja"

Aku pun menlajutkan jalanku ke kelas XI IPA 5. Ngomong-ngomong aku dan Dimas beda kelas dan jurusan, ia di XI IPS 3. Setelah 11 tahun selalu satu kelas sampai aku mual melihat wajahnya.

Sampailah aku di ruang yang sudah 6 bulan aku gunakan.

Seperti ini keadaan kelasku, ramai. Perempuan menjadi berkubu-kubu membicarakan liburan mahal mereka dan yang laki-laki berkumpul di tempat duduk ku.

Sejatinya aku di kelas tidak seperti di luaran yang tak dikenal, aku di kelas cukup dikenal karena sering membagi jawaban PR maupun yang lainnya ke murid satu kelas.

"Misi" ucapku singkat dan mereka langsung menepi memberi jalan.

"Eh Bara, gimana Ra?" Tanya Rian, sang ketua kelas. Dia menurutku laki-laki paling normal. Netral anaknya. Maksudnya aku liburang dimana atau ngapain aja?

"Biasa aja Yan" aku menjawab sekenanya. Memang benarkan aku liburan hanya di rumah .

Karena bukan jawaban itu yang mereka inginkan jadi mereka bubar satu-satu. Aku tak tau dimana salah pengucapanku.

"Ya, Bara yang kaku dan tak acuh balik lagi. Pasti sama homoan lo kan tadi?"  Ejek teman sebangku ku sejak dua tahun yang lalu. Alan Syahreza namanya.

"Lo?" Tanyaku balik.

Alan menepuk dahinya pelan dan menoyor kepalaku. Hey... aku tak salah kan?

"Mati aja lo dah Bar, cape zainudin ngomong sama ulet keket macem lo"

Sambil memperaktekan tubuhnya yang meliuk-liuk bagai belut tersambar petir dan berubah menjadi Thor.

Dan ayolah kau author, tak ada nyambungnya kesamber petir dengan Thor.

"Au ah gue malu sendiri meragainnya" ucapnya sambil mengusap peluh yang berceceran di dahi dan tengkuknya.

Di luar kelas banyak anak kelas lain melihat kedalam dan mendapat atraksi dadakan seperti tahu bulat yang digoreng dadakan dari Alan Syahreza yang notabene ketua eskul musik yang tampan nan rupawan ditambah sifat coolnya.

Aku tertawa pelan tanpa ada yang mengetahui kecuali Alan, sang korban.

"Eh, si bocah mati aja lo sono ketawa mulu"

Mungkin pagi ini tak semenyebalkan dari ekspetasiku.

Aku Bara. Dan ini pagiku.

Maafkuen kalau ada salah kata atau typo atau kata-kata kasar. Karena diriku ini masih newbie.

5 Desember 2016

InnocenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang