Part 18

833 51 9
                                    

Siang ini matahari menyembunyikan wajahnya dibalik awan. Sekarang aku berada di taman belakang rumah Kak Dion. Hamparan rumput hijau kini terlihat segar di mataku. Pohon besar yang berada di tengah-tengah taman membuatku ingin berteduh menikmati semilir angin. Terdapat ayunan kayu di bawah pohon yang sekarang menjadi pusat perhatianku. Aku duduk termenung mendengarkan bisikan angin yang masuk melalui telingaku. Bayangan Devin selalu mengusik isi hatiku. Entah sejak kapan, aku mulai peduli dengannya. Apa aku harus mengakhirinya? Bahkan sejauh ini pun aku belum mengukir kenangan-kenangan indah bersamanya.

"Hei!" gertak Kak Dion membuatku terkejut.

Aku mendengus, shit! Dia hampir membuat jantungku tak berdetak lagi.

"Aaaaaa!" aku berteriak ketika Kak Dion mencubit pipiku. Kupikir setelah Kak Willie enyah dari sini, tak ada lagi yang bisa mencubitku, ternyata dugaanku salah. Aku mengerucutkam bibir, pertanda jika aku marah padanya.

"Hmmm, sepertinya kau marah padaku," ujarnya dengan tangan menyangga dagu. Jelas saja aku marah, bukan karena hal ini saja, tapi ada hal lain yang patut untuk mengundang amarahku.

Terlihat jelas jika Kak Dion menyembunyikan sesuatu dariku. Dia juga selalu menghindar jika aku menanyai masalahnya dengan Devin. Banyak alasan yang dia buat, entah itu mengangkat telepon, mengambil minum, mengantuk, bahkan mendadak perutnya sakit dan izin pergi ke toilet. Dan sekarang, aku menyerah memilih untuk tidak bertanya akan hal itu lagi.

"Baiklah, Nata. Sebagai permintaan maafku, aku ingin mengajakmu jalan-jalan hari ini dan kemanapun kau pergi akan aku antar," perkataannya mampu membuatku senyum sumringah. Mungkin dengan bersenang-senang, semua masalah akan sedikit terlupakan.

"Aku terima permintaan maafmu," tanpa basa-basi, aku langsung beranjak menarik lengan Kak Dion yang masih tersenyum lebar.

**

Kini mobil yang kami tumpangi berhenti di depan sebuah kantor. Untuk apa Kak Dion mengajakku ke kantor? Damn it! Ini kantor Devin.

Perlahan Kak Dion menuntunku keluar dari mobil setelah aku berusaha untuk menolaknya. Kami berjalan beriringan memasuki kantor. Aku tak mempedulikan tatapan karyawan disini, biarlah mereka mau berkata apa. Karena sebelumnya aku pernah datang kesini mengantarkan makan siang untuk Devin.

Tak terasa kami sudah melewati lift dan langkah kami berhenti tepat di depan ruangan Devin. Lagi-lagi aku harus melihat pemandangan ini, karena hampir semua ruangan Devin terbuat dari kaca. Di dalam terlihat Devin yang sedang duduk menatap laptop, sedangkan Oliv duduk di samping Devin sambil merangkul bahunya.

Aku menghela nafas panjang seraya mengepalkan tangan menahan emosi. Kak Dion menatapku lalu dia memasuki ruangan Devin tanpa mengetuk pintu dan aku berniat untuk pergi dari sini tapi tanganku dicekal Kak Dion. Aku menatap Kak Dion agar dia melepas cekalannya, tapi Kak Dion menggeleng lalu menarikku ke dalam ruangan. Kedatanganku dengan Kak Dion membuat Devin terlonjak kaget, berbeda dengan Oliv yang terlihat tenang-tenang saja dan hanya menampilkan senyum menggodanya.

"Mungkin sebaiknya aku pulang dulu, sweetheart," ucap Oliv sambil mengecup pipi kanan Devin secepat kilat.

Devin hanya menegang dan mengangguk menanggapi ucapan Oliv. Melihat itu, aku merasa semakin tak berguna menjadi istrinya. Seharusnya aku yang berada di posisi Oliv untuk mencium Devin dan memanggilnya sweetheart, meskipun selama ini aku belum pernah melakukannya. Shit! Aku menyesalinya sekarang.

Oliv tersenyum kepadaku saat dia berjalan keluar ruangan. Aku pun membalas senyumannya, tentu saja senyum palsu. Mana ada istri yang ikhlas melihat suaminya dicium wanita lain, cukup aku saja yang menjadi istri munafik sekarang. Jika Oliv tersenyum padaku, lain halnya dengan Kak Dion. Oliv memandang Kak Dion dengan senyum sinisnya dan membisikkan sesuatu di telinga Kak Dion, tapi Kak Dion hanya mengangkat bahu acuh dan bergidik ngeri.

Samar-samar aku mendengar Kak Dion bergumam, "dasar jalang!"

Ucapan Kak Dion cukup membuatku terkejut. Aku penasaran dengan apa yang dibisikkan Oliv kepada Kak Dion.Apa mereka sudah saling mengenal?

Deheman Devin membuyarkan keheningan diantara kami bertiga.

"Apa kau sudah gila?" pertanyaan Kak Dion memulai percakapan.

"Tentu saja tidak, Dion. Aku melakukan ini demi kebaikan Lia," jawab Devin kemudian memandangku dengan mata coklatnya.

Sungguh aku tidak mengerti kemana arah percakapan mereka. Memangnya kebaikan yang mana? Apa kelakuan Devin dengan Oliv itu adalah sebuah kebaikan untukku? Hah! Terdengar lucu jika itu yang dimaksud.

"Kau bisa menggunakan cara lain, tidak dengan menyakiti Nata seperti ini," gertak Kak Dion membuat aku semakin penasaran. Disini aku hanya menjadi penonton dari mereka.

Akhirnya aku membuka mulut, "cukup! Apa maksud dari semua ini? Kau mempermainkanku Mr.Wilbert?" tanyaku geram.

"Tidak, Lia. Biar kujelaskan, kumohon dengarkan aku," Devin berjalan kearahku dan berniat untuk menggenggam tanganku, tetapi aku menepisnya.

"Aku tak tahu harus mengawalinya dari mana, yang jelas aku melakukan semua ini demi kebaikanmu,"

"Kebaikan kau bilang? Kebaikan seperti apa yang kau maksud?"

"Oke, biar aku yang menjelaskan dan jangan ada yang memotong pembicaraanku," sebelum Devin menjawab pertanyaanku, Kak Dion lebih dulu angkat bicara.

Aku dan Devin hanya mengangguk dengan wajah tegang. Dugaanku tentang Kak Dion yang menyembunyikan sesuatu ternyata benar. Dia lebih mengetahui semuanya daripada aku.

"Kau tahu, Nata. Wanita jalang tadi adalah adikku, lebih tepatnya adik angkatku. Mamaku menemukan Oliv di pinggir jalan saat dia berusia 5 tahun. Aku dan papa sangat terkejut saat Mama membawanya pulang ke rumah. Mama berniat untuk menjadikannya sebagai anak, tapi aku melarangnya. Aku tidak tahu kenapa mama bersikeras untuk menampungnya," sejenak Kak Dion menghela nafas kemudian melanjutkan pembicaraannya.

"Akhirnya, mama dan papa membelikan rumah untuk dia tinggali. Oliv hanya tinggal bersama pembantu yang dipekerjakan mama dan sopir yang siap sedia untuk mengantar kemanapun Oliv pergi, jadi tak heran jika kelakuan Oliv seperti jalang yang haus kasih sayang."

Mulutku menganga lebar mendengar penjelasan Kak Dion, pantas saja mereka terlihat seperti sudah saling mengenal. Devin hanya memandangku tanpa berkedip, dari wajahnya dia tak terlihat terkejut karena mungkin sudah mengetahui sebelumnya.

Ya Tuhan, Kak Dion tidak pernah menceritakan ini selama dia menjadi sahabat Kak Willie. Dan kakakku itu, apa dia tahu akan hal ini?

Jika Oliv adik angkat Kak Dion, jadi apa hubungannya dengan Devin? Apa dia merasa iba karena Oliv hanyalah anak angkat yang tak sengaja ditemukan mamanya Kak Dion?

Semuanya hening, aku masih sibuk dengan keterkejutanku sementara Kak Dion sedang mengatur nafasnya. Devin hanya diam dan masih saja memandangku.

Penjelasan Kak Dion tadi belum membuatku puas, masih ada hal lain yang perlu dijelaskan sampai tuntas. Ini bukan masalah status Oliv di keluarga Kak Dion, tapi ini menyangkut hubungan Oliv dengan Devin sampai-sampai Devin berkata jika aku adalah adiknya dihadapan Oliv.

________

Yeay update lagi😘😘
Semoga tidak membosankan☺

Maaf jika ceritanya hambar,

Tetap tinggalkan vote and comment kalian ya, gak maksa kok, tpi alangkah baiknya seperti itu😊😊
Thanks😘😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stay With Me, Vin!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang