CHAPTER XVI

285 19 8
                                    

Salsa menggertakkan giginya perlahan, kemudian menggigit bibirnya. Kakinya terayun dengan cepat sejak tadi, jari jemarinya mengetuk ujung kursi dengan gelisah. sesekali ia menoleh kearah daun pintu berwarna putih yang berada didepan matanya. tertulis kata "Unit Gawat Darurat" didepan pintu itu. Gadis itu memejamkan matanya, pikirannya sedang berkecamuk saat ini. Tak tau apa yang harus dia lakukan sekarang, yang jelas, Bayu cukup bodoh untuk melukai diri sendiri demi melindunginya.

"enggak, jangan nyalahin dia dulu Sal. Dia udah nyelametin hidup lo." Tangkasnya. Menggelengkan kepala untuk menghilangkan sekelebat pikiran yang menyudutkan Bayu. Tangannya tergenggam erat diujung kursi yang didudukinya. Benar-benar khawatir, sangat khawatir.

"Sal!"

Salsa menoleh. Dilihatnya Kiboy, Rian, dan Ragil berlari menghampirinya. Salsa berdiri, menatap ketiga sahabat Bayu itu dengan tatapan sayu. Wajahnya pun terlihat lebih pucat saat ini.

"Lo gak apa-apa kan? Bayu dimana?" Yah, Salsa sengaja memberitahu ketiga pria ini lebih dahulu. Tangannya terlalu gemetaran untuk menghubungi ibu Bayu.

"Masih didalem. Dokternya belum keluar." Lirihnya. Rian menepuk bahu Salsa, kemudian menatap gadis itu intens. Rian menemukan bekas darah di baju milik Salsa.

"Lo luka juga Sal??" Tanyanya dan menunjuk darah yang ada di baju Salsa. Salsa menggeleng lemah, "Engga, ini darahnya Bayu."

Ketiga pria itu tertegun. Suasana kini terasa membeku. Salsa kembali duduk, menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Ini salah gue", tuturnya.

"Enggak, ini bukan salah elo Sal. Disini gak ada yang salah." Tukas Ragil, kemudian menghirup nafas "Terus yang nabrak mana?" 

"Kabur Gil." Jawab Salsa, "tapi warga yang ada di tkp udah ngehubungin polisi dan foto plat mobilnya. InsyaAllah bakal ketangkep." Jelasnya.

"Terus gimana caranya ngasitau orangtuanya Bayu?" Ragil terdiam mendengar pertanyaan Kiboy. Begitu pula Rian

"Kita kasitau om Arya aja." Salsa tertegun, kenapa bukan mama atau papanya?

"Kenapa lo gak kabarin orangtuanya ?" Heran Salsa. Rian maju selangkah, mendekat kearah Salsa.

"Orangtua Bayu gak ada disini Sal. Mereka terlalu sibuk buat sama Bayu." Rian merogoh kantung celananya. Mengeluarkan sebuah benda pipih bewarna hitam, lalu menekan sesuatu. Rian menempelkan benda itu ke telinganya, ia menjauh, tampaknya tengah menelfon orang yang disebut 'om Arya' itu.

"Om Arya itu siapa?"

"Dia adik dari bokapnya Bayu. Bayu sama om Arya itu deket banget, mungkin bisa dibilang, Bayu lebih deket sama beliau daripada sama bokapnya sendiri." Salsa diam. Sebegitu jauh kah hubungan Bayu dengan orangtuanya? Terlebih lagi selama ini Salsa mengetahui jika Bayu adalah anak tunggal.

Salsa tersadar, selama smp dulu, dia hanya melihat Bayu dijemput ayahnya sekali selama tiga tahun. Selebihnya, Bayu selalu naik taksi untuk pulang. Bahkan saat pembagian raport, orangtua Bayu selalu absen.

Atau mungkin Salsa pernah terlewat untuk memperhatikan Bayu?

Daun pintu bewarna putih yang sejak tadi dipandangi Salsa terbuka secara perlahan. Seorang pria dewasa berpakaian putih bersih keluar dari ruangan itu, bersama dengan seorang suster yang membawa beberapa lembar kertas.

"Dokter, bagaimana keadaan teman saya?" Kiboy mendekati pria yang disebut dokter tadi. Begitu pula Rian, Ragil dan Salsa.

"Teman kalian baik-baik saja, hanya saja, ada sedikit benturan keras yang menimpa kepalanya. Ia akan merasakan sakit kepala selama beberapa hari kedepan. Sebentar lagi ia akan dipindahkan ke ruang rawat inap." Ada sedikit rasa nyeri yang menimpa hati Salsa saat mendengar penuturan sang dokter. Ia tau, saat ini dokter itu tengah berusaha untuk tak membuat mereka panik, tapi tetap saja, sakit kepala yang berlarut-larut itu pasti akan menyakitkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Give Me a FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang