19

5.7K 803 149
                                    

"Tunggu disini. Awas lo sampe kabur."

Begitulah kata June sebelum latihan berlangsung. Hari ini ada latihan sepak bola. Seharusnya June nggak ikut sih karena udah kelas 12. Tapi yaaa yang namanya striker andalan masih tetap dibutuhkan meski udah waktunya pensiun.

Sebenernya Rosé nggak akan kabur sih, tapi dia ada kerja kelompok jam 4. Dan sekarang udah jam setengah empat. Jadi dia melambaikan tangan ke June dari pinggir lapangan. June pun nyamperin Rosé.

"Kak, udah jam setengah empat. Aku balik dulu ya," kata Rosé.

"Nggak."

"Ada kerja kelompok jam 4."

"Tunggu sampe gue selesai latihan." Yakali. Biasanya anak sepak bola latihannya sampe jam enam.

"Kak plis, besok besok gapapa deh kalo pulang jam--"

"Gue bilang nggak."

Yaudah Rosé balik duduk. Tapi 15 menit kemudian dia panggil June lagi. Dan June nggak ngerespon kali ini. Jadi dia terpaksa tereak walaupun sebenernya malu banget.

"Kak Junee!"

"Apalagi hah?" June berjalan mendekat.

"Aku pulang ya kak. Udah jam segini nih."

"Lo nggak denger tadi gue bilang apa?"

"Tapi kaak...."

"Nggak Ros."

"Yaudah serah kak." Rosé yang udah kesel pun langsung beresin tasnya di bench. Siap-siap mau pulang. Lebih pilih diamuk June daripada namanya nggak ditulis di kelompok.

Tapi tiba-tiba June narik lengannya.

"Apasih kak?" Rosé berusaha lepasin tangannya June.

"Oh, sekarang berani sama gue."

"Kak, kenapa sih selalu seenaknya sendiri? Emang aku disuruh ngapain disini? Emang kak June belum maafin aku dari dulu? Segitu besarnya salahku? Yaudah kak, aku minta maaf. Sekarang tolong lepasin. Aku mau pulang." entah dapat keberanian darimana Rosé bisa ngomong kayak gitu.

June cuma bengong. Dia sendiri juga lupa salahnya Rosé apa. Awalnya dia cuma kesel. Cuma mau ngerjain dan kasih pelajaran biar adik kelasnya itu nggak sok lagi.

Tapi entah sejak kapan, June jadi bergantung ke Rosé. Sampai ketika adiknya sakit, yang pertamakali dia pikirkan adalah cewek itu dan bukan dokter. June merasa jadi bego semenjak kenal Rosé. Kayak apa apa harus Rosé. Cari kado buat nenek aja sama Rosé. Latihan juga harus ditungguin Rosé. Satu menit nggak liat Rosé, baginya sudah seperti satu tahun. Makanya June sering ngerjain Rosé, nyuruh yang nggak penting cuma biar bisa ngeliat Rosé. Dia nggak tau kenapa dia jadi aneh gini.

Tanpa June sadari, Rosé melepas genggaman tangannya dan pergi. Nggak menoleh ke arahnya sekali pun.

Mungkin sekarang waktunya buat mereka berpisah. Bukankah Rosé sudah minta maaf? Bukannya Rosé sudah mendapat pelajaran seperti kata June? Tapi kenapa sekarang June merasa kehilangan? Bahkan dia nggak tau apa yang sebenarnya diinginkannya.

Am I in love with her?

Itulah yang June pikirkan sekarang. Nggak lama, dia tersenyum. Menertawakan dirinya sendiri di dalam hati. Kenapa dia baru sadar sekarang.

"Woy, cabut dulu ada urusan!" teriak June, lalu langsung ngacir.

June langsung lari ke gerbang sekolah. Berharap Rosé masih ada disana. Ingin rasanya memeluk Rosé, mengungkapkan apa yang dirasakannya.

Beruntunglah June. Rosé masih berdiri di dekat halte. Baru saja June lari menghampiri cewek itu, ada sebuah motor yang berhenti di depan Rosé. Motor yang sama dengan malam itu. Rosé terlihat memarahi cowok itu, dan si cowok cuma tertawa. June memaki dirinya sendiri.

Bangsat otak gue kemana sih. Jelas banget lo udah punya cowok. Harusnya gue sadar dari kemaren-kemaren.

June cuma bisa diam melihat kepergian mereka berdua. Lagi-lagi dia tersenyum. Senyum kecut. Menyesal kenapa dia tidak menyadari perasaannya sejak dulu. Kenapa yang bertemu dulu dengan Rosé cowok itu, dan bukan dirinya. Nggak ada yang bisa disalahkan. Ketika June menyadari itu, dia pun pergi.

It's too late now.








The End.


















Yaay akhirnya buku ini selesai juga. Diriku lega. Terima kasih gaes :>











































Ehehe, nggak. Bercanda

Big Boss; june roséWhere stories live. Discover now