Urusan Yang Tertunda

Mulai dari awal
                                    

Dia justru mulai yakin dengan perasaannya pada Anthony, justru di saat ini. Saat berhadapan dengan Samudra lagi.

Anita berdeham. Sekarang semuanya jelas. Tidak ada lagi yang tersisa di hatinya untuk Samudra, dan itu berarti tidak akan masalah jika dia meluluskan permintaan terakhir pria itu.

"Baiklah. Aku akan menemanimu makan," katanya menyanggupi permintaan Samudra.

Samudra tampak senang. Dia menyatukan jemarinya di atas meja. "Pak Anthony tidak akan marah, kan?" tanyanya meyakinkan.

Anita menggeleng. "Tidak. Dia suka main game, jadi pasti tidak apa kalau menunggu sedikit lama," jawabnya.

Samudra mengerutkan kening, benaknya seolah teirirs perih. Jadi benar, sudah tidak tersisa sedikit pun kesempatan untuknya?

"Kamu sungguh-sungguh mencintai Pak Anthony, Nita?" Dia bertanya, hanya untuk meyakinkan dirinya sendiri.

Anita mengerjap beberapa kali lalu mengangguk. "Ya," jawabnya pasti. Sepasti keyakinan yang dia dapatkan saat ini.

Samudra mengangguk-angguk. "Syukurlah. Aku sungguh-sungguh mengharapkan kebahagiaanmu," ucapnya tulus.

Anita tersenyum. "Terima kasih. Aku juga berharap Mas Samudra menemukan kebahagiaan kembali. Tapi ... lebih dari segalanya, aku berharap Mas Samudra bisa kembali bersama dengan Mbak Dewi," katanya.

Samudra tertawa pahit. "Tidak ada yang bisa diperbaiki lagi dari hubungan kami, Nita. Dia sudah tidak mencintaiku, begitu juga sebaliknya. Lantas bagaimana kami bisa kembali bersama? Kami sudah bercerai."

Anita menatapnya. "Mas, apa yang sudah dipersatukan Tuhan, tidak bisa dipisahkan oleh manusia. Saya percaya, sekalipun saat ini Mas Samudra sudah tidak mau lagi bersama dengan Mbak Dewi, tapi posisi Mbak Dewi tidak akan pernah tergantikan."

Samudra hanya tertunduk. Dia berujar murung. "Kamu salah. Posisinya sudah tergantikan, Nita. Dan satu-satunya orang yang ada di dalam hatiku sekarang bukan Dewi. Tapi terima kasih untuk harapanmu."

Anita mengerti maksud Samudra, dan tidak mengatakan apapun lagi.

Setelah terdiam beberapa saat, Samudra bertanya. "Anita, setelah kerja sama perusahaan berakhir, mungkin kita tidak akan bertemu lagi, tapi bisakah kamu berjanji satu hal?"

Anita menatapnya. "Apa?"

Samudra mengedip. "Bahagialah. Jangan pernah menyalahkan diri sendiri untuk hal buruk yang pernah terjadi di masa lalu. Juga jangan merasa bersalah dengan kehancuran rumah tanggaku, karena tanpa ada kamu juga rumah tangga itu akan berakhir. Bebaskan diri kamu dari semua perasaan yang tidak menyenangkan itu."

Anita mengerjap. Untuk beberapa saat dia kehilangan kata-kata karena kalimat tulus Samudra, tapi lalu mengangguk. "Baiklah. Asal Mas Samudra juga melakukan hal yang sama. Aku juga berterima kasih karena dulu Mas telah begitu baik padaku dan keluargaku. Mungkin aku tidak akan pernah bisa membalasnya."

Samudra tersenyum. "Balaslah dengan berbahagia, Nita. Balaslah dengan hidup yang baik dan penuh dengan kegembiraan. Dan aku akan melepasmu dengan tenang."

Anita balas tersenyum.

*****************************

"Kamu baik-baik saja?" Anthony bertanya pada gadis yang menggandeng lengannya itu.

Anita mengangguk. "Ya. Baik. Hanya saja...." Kalimatnya terhenti dan dia menatap ke kejauhan sambil terus melangkah beriringan dengan pria tampan yang terus mengamati wajahnya dengan saksama itu.

"Nita." Anthony menghentikan langkahnya, menahan Anita agar ikut berhenti.

Anita menatapnya, lalu dia tertawa pahit. "Meski saya tahu kalau meninggalkan Mas Samudra dan memulai hidup baru adalah tindakan yang benar, ternyata rasanya tetap sakit melihatnya terluka," katanya. "Bagaimanapun aku tidak bisa berhenti peduli padanya."

My Hand In YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang