Panik dan Terlena

Start bij het begin
                                    

"Iya bos Nizar calon menantu idaman."

"Lupakan kegagalan dan bahagia bersama Nizar di masa depan."

"Wah jadi kalian sudah berciuman?"

Ini memalukan. Alvina merutuki kelalaian Nizar dalam melihat situasi dan kondisi.

"Cuma sebentar bu, dia keburu kabur." Alvina menatap garang wajah datar Nizar. Bisa-bisanya mengucapkan hal pribadi ini dengan santai kepada khalayak ramai. Masalah durasi ciuman mereka lagi. Oh ralat, bukan ciuman berdua, kenyataannya Nizar menghisap bibirnya sesuka hati. Alvina tidak membalas.

"Permisi semua.. Ayo ikut aku.." wajah Alvina sudah merah menahan malu teramat sangat. Ia menyeret tangan Nizar untuk segera turun dari mini bus.

"Yang lembut bos ciumnya. Pasti nagih."

"Ah jadi ingat masa-masa awal pernikahan."

Alvina berusaha tak mendengar ledekan di dalam mini bus. Bertambah lagi rasa malunya selain dicium Nizar tanpa izin. Sungguh masalah hidupnya penuh warna. Semua karena pria aneh berkostum jas hitam.

"Maksud kamu apa sih? Mau mempermalukan aku di depan orang banyak?" ketus Alvina setelah mereka turun dan berada di bawah pohon rindang. Suasana cukup sepi.

"Saya hanya meminta kamu untuk tenang. Saya belum tuntas untuk mencium kamu." Alvina semakin melebarkan matanya. Manusia langka ini benar-benar tahu tidak sih batasan meminta sesuatu kepada seseorang?

"Siapa kamu? Status kamu apa di hidup aku?" Teriak Alvina tak tahan. Ia harus melupakan kekesalannya terhadap tingkah Nizar yang tak masuk akal. Baiklah ia sudah sedikit memaafkan aksi serobot Nizar mencicipi bibirnya, tetapi memberitahukan mereka berciuman di depan semua orang adalah suatu kesalahan.

Mau ditaro di mana muka Alvina sekarang? Mentang-mentang sedang patah hati, tidak seharusnya bertingkah di luar batas.

Alvina masih mengatur deru nafasnya, dan untuk kedua kalinya tangan nakal Nizar merengkuh pinggang Alvina dan satu tangannya lagi mengangkat dagu Alvina agar searah dengan wajah Nizar.

Cup..

Nizar menempelkan bibirnya ke bibir Alvina. Pelan, lembut dan penuh kehati-hatian ia mulai melumat. Menikmati setiap detik bergulir, menjelajah setiap rasa di dalam bibir Alvina. Situasi ini terasa intim dan Nizar seperti melayang. Sungguh jika tahu rasa berciuman seperti ini ia mau setiap jam bahkan setiap menghela nafas mencium Alvina.

Plak...

Tamparan keras sangat terasa di pipi kanannya. Alvina baru saja menampar lalu mendorong tubuh Nizar.

"Kamu.." Suara Alvina bergertar bahkan air mata Alvina keluar dengan sendirinya.

"Kamu kira aku wanita murahan yang bisa kamu cium seenaknya hanya karena kamu penasaran?" teriak Alvina tak terima.

"Kemarin kamu sempat menatap dada aku dengan kurang ajar, sekarang kamu seenaknya cium aku. Lalu besok apa lagi? Aku bukan perempuan murahan. Jangan kamu pikir karena sedang patah hati aku berubah menjadi gampangan." setelah mengatakan itu Alvina berlari sambil terisak meninggalkan Nizar yang masih diam seribu bahasa. Sepanjang Alvina marah hanya satu pandangan mata yang ia tuju.

Bibir Alvina yang sangat manis. Ia menyukainya.

***

"Mau apa lagi?" ketus Alvina saat Nizar menghampirinya di dalam kendaraan. Sudah satu jam mini bus berjalan dan baru sekarang Nizar berani mendekati Alvina. Saat Nizar masuk ke dalam mini bus Alvina duduk di tempat paling belakang dan lebih memilih menyendiri. Nizar membiarkan dulu hati Alvina tenang. Ia butuh waktu yang pas. Dan satu jam setelahnya dirasa cukup bagi Nizar.

"Saya mau minta maaf." Nizar tak perlu meminta izin untuk duduk di samping Alvina.

"Saya tidak menyesal mencium kamu." Alvina memalingkan wajahnya. Ia tahu itu kejujuran. Dasar pria aneh.

"Bahkan saya mau lagi." Alvina menggeram dan menatap garang Nizar.

"Tapi saya sadar kalau itu dilarang." jelas Nizar buru-buru. "Kita tidak punya status yang membolehkan bibir saya menempel di bibir kamu."

"Jangan bertele-tele kalau menjelaskan." ketus Alvina. Nizar mengangguk. "Iya saya minta maaf lagi."

"Maunya apa sih kamu!?" Alvina benar-benar sulit melacak kemana arah pembicaraan Nizar. Minta maaf tetapi tak merasa bersalah. Terlihat palsu dan formalitas semata.

"Saya mau minta maaf jika tindakan saya menyinggung perasaan kamu. Saya tidak bermaksud melecehkan. Sungguh..." Belum sempat Nizar menjelaskan, tangan Alvina memberikan intruksi untuk tidak melanjutkan.

"Aku nggak mau dengar. Capek." Alvina memberika jarak kepada Nizar di sampingnya. Ia menempel ke arah kaca. Memperhatikan pemandangan jalanan, cukup membuat perasaannya tenang. Berusaha melupakan kilasan-kilasan bibir Nizar yang telah mencicipi bibirnya.

Nizar sendiri seolah sadar akan kesalahannya mau tak mau menuruti perintah Alvina. Tadi, benar-benar di luar batasnya bertingkah. Semua di luar kendalinya menguasai rasa. Berada dekat dengan Alvina memang membuat rasa baru yang belum pernah Nizar rasakan.

Ya, dekat dengan Alvina membuat ia bergairah. Tidak secara fisik semata, tetapi secara psikis ia merasakan luapan gairah yang begitu indah. Alvina membuka hatinya dengan cara sederhana. Senyuman indah milih Alvina mengajak Nizar mencoba menyelami dengan sukarela. Dan itu patut diperjuangkan.

Ya, akhirnya Nizar merasa Alvina kandidat utama untuk didekati. Suka tidak suka, ia harus berusaha. Sayangnya ia terlalu tergesa-gesa. Seolah waktu akan pergi secepat kilat.

Lama Nizar berdiam diri di samping Alvina tanpa pergerakan apa-apa, sepertinya Alvina benar-benar lelah. Nizar tahu Alvina tertidur,membuat tubuhnya juga ikut merasakan lelah. Tidak heran seharian ini mereka cukup banyak beraktivitas dengan alam, hingga suatu gerakan ia rasakan dari Alvina.

Sayup-sayup ia melirik tubuh Alvina terhuyung menempel ke tubuhnya. Jika di awal pertemuan ia protes merasa terganggu, kali ini tidak. Nizar bahkan tersenyum menatap Alvina yang sedang memejamkan mata. Secara sadar ia merengkuh tubuh Alvina agar lebih mudah ia peluk. Merapikan posisi tangan, mendorong kepala Alvina agar nyaman berbantalkan dadanya. Alvinapun menyambut. Membalas pelukan Nizar tanpa sadar.

"Seperti inikah mempunyai pasangan kekasih? Lalu seperti apa rasanya menikah dan memiliki pasangan hidup?" Nizar bertanya dalam hati sambil ikut memejamkan mata. Tersenyum dalam lelapnya. Tak perduli pandangan beberapa mata di dalam mini bus akan kelakukan dua anak manusia ini. Semua terasa sederhana saat bersatu bersama.

"Serasi yah mereka. Ayo pa foto moment romantis ini."

***
Tbc
Jumat, 25-11-16
Mounalizza

My Apple Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu