Awal Skenario itu

28 0 0
                                    


Ann terbangun lantas memegang kepalanya yang sedikit pusing. Ia melihat sekeliling mencoba mengingat kejadian semalam. Opsir yang menyadari Ann bangun lalu ia menghampirinya.

"Nona, makanlah ini. Kau mungkin lapar dan kehabisan tenaga karena teriak-teriak semalam" opsir itu menyerahkan mi instant ke Ann. Ann menerimanya ragu. Ia mulai ingat kejadiaan semalam, kejadian yang menyeretnya berurusan dengan pihak kepolisian.

"Kepala kau pusing? Wah efek minuman itu memang bekerja" ujar opsir itu. Ann yang makan dengan lahap lalu menghentikan makannya lalu melotot ke opsir itu.

"Kau memberiku apa? Pantas saja kepalaku pusing seperti ini!!" bentak Ann. Ia mulai mencium bau alkohol dari mulutnya.
"Maafkan kami nona, bukannya kami bermaksud untuk mencelakaimu tapi kau semalam memberontak seperti banteng jadi kami memutuskan untuk yah.... itu" jelas opsir perlahan-lahan. Ia sadar wanita ini akan sebentar lagi berteriak sumpah serapah.
"Apa banteng!!!! Beraninya kau! Kau tak tahu? Aku baru saja diselingkuhi, orang yang tak kukenal melaporkanku ke polisi dan lihat polisi memberiku minuman yang membuatku tak sadar! Kau berani sebut dirimu polisi hah!" teriak Ann.

"Ada apa ini? Bukannya ini masih pagi?" tanya seorang pria berseragam yang tiba-tiba menengahi perdebatan "kecil" Ann. Polisi itu menatap Ann dari ujung kaki ke ujung kepala. "Wanita ini benar-benar kacau" bisik pria itu dalam hati.

"Lepaskan saja dia, lihatlah betapa kacaunya dia? Dia lebih cocok di RSJ dibanding kantor kita" ujar pria itu. Opsir tadi mengangguk lalu membawa Ann paksa. Ann tak dapat berkutik. Ingin sekali ia melawannya tapi ia urung karena melihat dua bintang di pundak pria tadi. Ia tak ingin berurusan dengan polisi lagi.

Sesaat sampai di mulut pintu Ann menghentikan langkahnya. Opsir yang membawanya menelan ludah, bersiap dengan segala kemungkinan. Ann berbalik, menatap tajam pria tadi.
"Dengarkan ucapanku ini kali terakhir aku berada di kantormu yang sialan ini!!" teriak Ann. Semua orang kaget, beberapa menggeleng, beberapa lagi menatap Ann kasihan.
"Lepaskan aku! Aku bisa keluar sendiri" sergah Ann.

"Well, yang lain silahkan kembali bekerja" ujar pria itu.
"Hmm, boleh juga" ia tersenyum mengingat kejadian tadi.

***

Ann berjalan gontai menyusuri trotoar jalan. Sesekali ia melirik restoran dan kedai makanan sepanjang jalan. Ia mengambil amplop gajinya kemarin.

"Beli tidak ya? Ahh bukannya uang ini untuk boots cantik itu. Ya sudahlah aku masih bisa menahan lapar" Ann memegang perutnya yang mulai sakit. Perut tak bisa bohong. Lalu ia tersenyum licik karena Ann melihat Aslan yang baru saja memarkir mobilnya.

"Mari kita lihat. Mau kemana pria ini" Ann memerhatikan Aslan dari kejauhan, senyumannya kian melebar. Yang benar saja Aslan singgah untuk sarapan di restoran cepat saji.

"Bagaimanapun juga aku harus sarapan pagi ini. Yah harus!" Ann langsung mempercepat langkahnya. Aslan berhenti karena melihat Ann yang berjalan ke arahnya. Aslan tak berkutik ia tetap berdiri di dekat mobilnya tanpa ekspresi sampai Ann berdiri tepat di depannya.

"Apa-apaan kau ini!" suara keras Ann membuat beberapa pejalan kaki terpaku kaget.
"Baiklah, maafkan aku tapi ini adalah kesalahpahaman. Bukan aku yang melapor..."
"Diam Stevan! Aku tak mau mendengar alasanmu lagi" pinta Ann sambil menaruh telunjuknya di bibir Aslan. Aslan menatap bingung Ann. Apalagi permainan wanita ini.
"Cukup Stevan, katakan pada orang tuamu kita akan menikah!" Ann langsung bertekuk lutut di depan Aslan. Aslan malah melongo dengan tingkah wanita ini. Sedangkan para pejalan kaki yang melihat ini mulai berbisik-bisik.

"Pria macam apa dia membiarkan wanita malang itu bertekuk lutut di hadapannya"

"Dasar pria tak tahu malu"

Aslan yang menyadari reaksi pejalan kaki terhadapnya lalu ia menunduk agar sejajar dengan Ann.

"Apa-apaan kau ini?" bisik Aslan.
"Traktir aku sarapan maka akan kuhentikan drama ini. Deal?" balas Ann dengan berbisik-bisik juga. Aslan menghela nafas. Aslan berdiri lalu mengulurkan tangannya ke Ann.

"Baiklah akan kuberitahu orang tuaku. Berdirilah" kata Aslan. Ann langsung saja senyum kegirangan. Rencananya berhasil. Aslan langsung melepas tangan Ann lantas merangkulnya. Pejalan kaki yang melihatnya berseru bahagia beberapa bahkan ada yang bertepuk tangan. Aslan membukakan pintu restoran cepat saji itu untuk Ann. Ann tersenyum geli. Ini jauh dari skanarionya.

"Pesanlah semaumu tapi setelah ini jangan mengangguku lagi" kata Aslan saat mereka mulai duduk berhadap-hadapan. Mereka mengambil tempat duduk di pojokan. Sengaja.
"Kau pikir aku akan melepaskanmu begitu saja setelah kau memenjarakanku!!" Aslan langsung menutup mulut Ann yang mulai berteriak-teriak lagi. Untungnya itu tak menyita perhatian pengunjung lainnya.

"Apa kau bisa berbicara tanpa suara yang besar seperti itu. Rajinlah mandi dan jangan minum alkohol dan oh iya bukan aku yang melaporkanmu tapi kekasihmu" kata Aslan tetap dengan ekspresi dinginnya.
"Kekasihku? Andrew maksudmu? Kenapa kau bisa tahu? Ohhh jadi dia yang melaporkanku! Hei! Tentang alkohol aku tak meminumnya, polisi yang memberikannya padaku" jelas Ann. Aslan mengangguk.
"Aku Annabeth, panggil saja Ann" Ann mengulurkan tangannya, malah Aslan hanya terdiam melihat tangan dan wajah Ann bergantian. Merasa diabaikan Ann langsung saja meraih tangan Aslan untuk berjabat tangan dengannya.
"Aslan" jawab Aslan pendek.
"Baiklah berhubung semua urusan kita selesai. Berhentilah mengangguku lagi jangan coba menemuiku" sambungnya. Ann mengangguk lagian ia sudah mendapatkan apa yang ia inginkan. Aslan meninggalkan Ann. Saat di mulut pintu Ann berteriak terima kasih tapi Aslan tak mengubrisnya.
"Dasar pria" kata Ann pada dirinya sendiri.

*keesokan harinya

Aslan hanya menghabiskan waktunya seharian di apartemennya. Sesekali menonton TV atau bermain game. Hari ini hari libur jadi Aslan hanya ingin menghabiskan minggu tenangnya tanpa gangguan siapapun terlebih lagi ibunya. Tapi apa disangka yang tak diinginkan datang malah menerobos masuk apartemennya. Ibu Aslan.

"Ingatkan aku untuk mengganti password apartemenku" kata Aslan. Masih menatap lurus TV depannya.
"Kau tak sopan Aslan. Ibumu yang datang kau pikir siapa yang membesarkanmu. Ah lupakan karena ini yang penting" ibu Aslan melempar majalah lagi namun dengan artikel yang berbeda. Aslan menatap ke majalah itu. Majalah yang sama saat ia digosipi sebagai seorang "gay"

Digosipi "Gay" Aslan Dwyne mulai menggandeng seorang wanita"

Aslan memerhatikan foto paparazzi dirinya. Yang benar saja! Ini fotonya saat ia bersama Ann kemarin.

"Bawa wanita itu. Perkenalkan pada keluarga jika kau masih ingin tinggal disini"

*thanks for keeping read this story
**You may give me some suggestion on comment colum below. Its so meant for me
***sorry if that story just so so for you all.

Marriage ScenarioWhere stories live. Discover now