7. In the Teeth of Charon

418 28 6
                                    

Mau ketemuan di Gázi besok? Jam 7 malam. Di situ ada bar lesbian dan teater murah kalau kau penasaran.

Athanasius mencengkeram kertas berbau lavender di tangannya erat-erat. Udara di sekelilingnya berbau bir, parfum, bistik gosong dan kebobrokan moral remaja modern. Ia selalu membayangkan Gázi sebagai pusat kehidupan malam yang apik dan berkelas; tempat anak-anak muda berdompet tebal berkumpul. Namun ia tidak membayangkan tempatnya akan segila ini!

.

.

"Keren, 'kan, Thanatos?" Melpie menepuk punggung Athan keras-keras. "Di umurmu yang hampir kepala empat, kau seharusnya lebih banyak bersenang-senang. Sesekali, Bung!" Gadis itu menyeringai pada sang pria.

"Kehidupan liar bukan seleraku. Lagipula, aku bukan Athan yang dulu, Melpie," Athan menggeleng.

Ia harus mengakui bahwa Gázi memang cukup keren ketika malam hari. Bagaikan New York-nya Yunani, tempat ini dipenuhi gedung berkelap-kelip dan suara bising (tetapi tidak ada yang buang ludah sembarangan, karena hal itu kini dilarang pemerintahan). Melpie membawanya ke atap Night Love, sebuah bar kelolaan kakaknya, sambil mengepit sebatang rokok mahal yang masih mengepul.

Dari atap bangunan itu, Athan bisa melihat jalan-jalan di bawahnya dengan jelas. Beribu-ribu mobil berdesakan di badan jalan seperti semut mengerubungi gula (bahkan semut pun lebih teratur daripada mobil-mobil tersebut). Di udara, sama saja. Langit kini dipenuhi mobil-mobil pribadi dalam mode penerbangan mereka; sayap besi terentang layaknya pesawat dan mesin jet pendorong di tempat knalpot sebelumnya berada. Di kejauhan, ia bisa melihat sungai buatan melintang di sepanjang Athena. Sungai itu (lagi-lagi) berfungsi sebagai jalur alternatif perairan bagi mobil dalam mode perahu motor, dan tampaknya tengah penuh oleh kendaraan.

"Macet total, ya," komentar Melpie. Dihisapnya asap rokok lamat-lamat.

Athan menghela napas.

Melpie adalah gadis eksentrik berumur 27 tahun. Dia penggemar berat warna pastel, bahkan rambut sepunggungnya dicat pink. Gadis itu mempunyai selera fashion yang aneh bagi seorang adik pemilik hiburan malam—jaket kuno warna pink dengan pinggiran berenda, kaus putih motif retro, rok pendek berlapis-lapis warna putih-kuning, dan sepatu bot warna cokelat butut. Wajahnya cukup manis; awet muda, malah. Ia masih terlihat seperti remaja umur 17 atau 18 tahunan. Siapapun yang melihatnya tidak akan mengira bahwa Melpie adalah anggota organisasi terlarang.

"Jadi... kudengar katanya kau bekerja di Departemen, ya?" tanya gadis itu, dengan nada jijik. "Bagaimana rasanya di sana? Pasti membosankan."

"Gubernur mengawasiku terus," Athan mengangkat bahu. Dilepasnya visornya dengan hati-hati. "Karena posisiku kini dekat dengan Apollo—yah, dan Artemis juga. Tapi di Departemen, nama mereka Bion dan Zoe. Anak-anak Akakios."

"Mereka ada di sana? Kukira mereka sedang sembunyi denganmu!"

"Dua anak itu direbut dari Thekla saat penyergapan 18 tahun lalu. Diambil Departemen. Katanya untuk penelitian."

Melpie terdiam. Alis-alisnya bertaut, dan sekilas ia terlihat seperti wanita seusianya. Pertanda sedang marah.

"Orang-orang Departemen itu... jahat, ya?"

"Ya."

.

.

Mereka kembali turun ke lantai dasar kelab di mana kakak Melpie telah menunggu. Pria itu berdiri di belakang meja bar, mendampingi seorang bartender lain menyiapkan bir. Melpie mengajaknya duduk di sofa kosong paling pojok. Athan hanya menurut dengan pasrah.

Twisted Wind [on hold]Where stories live. Discover now