5. The Foretold Word

523 37 8
                                    

Monopoli, kepercayaan sesaat, dan prostitusi. Hanya itu yang menguasai Yunani di abad 23 akhir-akhir ini. Bermacam-macam hotel dan salon berlomba-lomba menawarkan pelayanan plus kepada para pelanggannya. Pengusaha-pengusaha kelas atas menanamkan modalnya di banyak tempat, sibuk memperkaya diri sendiri. Ribuan aliran pemuja setan bergerak secara diam-diam di sela-sela Athena. Beruntunglah Zoe dan Bion yang terperangkap dalam kontainmen mereka—tidak perlu merasakan kerasnya kehidupan di luar—meskipun, tentu saja, keamanan yang disediakan kontainmen besi terkokoh sekali pun tak akan abadi.

Rhiannon baru saja pulang sehabis mengunjungi Zoe terakhir kali di kontainmennya. Pulang ke rumahnya, bukan ke kamar khusus pegawai di Departemen. Kunjungannya ke tempat Zoe sendiri berantakan. Mungkin memberi tahu tentang masa lalu orang tua Zoe adalah ide terburuk yang pernah dipikirkan orang-orang Departemen.

"Jadi mereka—mereka—pemberontak? Mirip yang ada di buku ini?"

"Ya—Demi.... Dari mana kau mendapatkan buku itu? Hah?"

"Kenapa nada suara Dokter begitu? 'Kan, Dokter sendiri yang bilang, buku-buku ini dari sumbangan."

"Zoey.... Jangan baca buku itu lagi. Demi aku, Say, oke?"

"Kenapa? Ada hubungannya dengan halaman ini? Oh... biar kutebak. Ada hubungannya dengan orang tuaku, 'kan? Hah, muka Dokter Ree gampang dibaca."

"Ha-ha. Lucu. Memangnya ada tulisan apa di visorku?"

"Itu cuma kiasan, tahu.... Duuh. Dokter, boleh pinjam wi-fi-nya, nggak?"

Harus ia akui, amarahnya sendiri juga lumayan terpancing karena sikap persisten Zoe. Pokoknya Zoe berkata akan mencari tahu tentang organisasi yang halamannya dirobek itu bagaimana pun caranya. Titik. Rhiannon dibuat gelisah karenanya.

Wanita itu membelokkan skateboard-nya ke kompleks apartemen di ujung jalan, melewati robot satpam yang dengan sigap melakukan pemeriksaan singkat terhadap sosok Rhiannon. Suhu tubuh normal, tidak terdeteksi penyakit menular, memiliki izin masuk apartemen, oke. Andaikan wanita itu tidak memenuhi syarat, si robot pasti sudah mencegatnya di depan pagar. Rhiannon menoleh ke belakang dan melambaikan tangan pada robot tersebut. Ia bisa jadi super eksentrik kalau sudah ada di atas skateboard.

Rhiannon meliuk-liuk melewati gugusan semak bunga yang menghiasi halaman depan apartemen (ini apartemen mewah, bukan rumah susun sederhana di sudut kota). Satu-dua orang dewasa yang melihatnya akan mengira wanita itu baru kabur dari rumah sakit jiwa. Di pintu masuk gedung yang terbuka, dua orang pelayan robot berkostum butler segera mengulurkan tangan mereka, memblokir akses ke dalam. Rhiannon menghentikan skateboard-nya.

"Ada apa, Petros?" tanyanya tak sabaran. Ia menatap robot di sebelah kiri pintu—yang ia panggil Petros—dengan curiga. "Kau tidak diprogram untuk menarik uang sumbangan, 'kan?"

"Selamat siang, Br5-21. Kami mendapat titipan surat untuk Anda," Petros menjawab dengan suara mesinnya. "Maaf telah mengganggu Anda, Br5-21. Selamat siang."

Robot butler satunya mengangsurkan sebuah amplop ke tangan Rhiannon dengan gaya courtly berlebihan. Wanita itu menerimanya dengan enggan. Memikirkan soal penampilan Petros dan "teman" satunya itu, didukung oleh suasana Victorian ala Inggris abad 19 di sekitarnya, membuatnya berpikir apa si pemilik apartemen masih waras atau tidak saat membuat tempat ini. Rhiannon menghela napas dan bergumam "terima kasih" yang tidak dibalas oleh si robot.

Diseretnya skateboard miliknya ke dalam koridor apartemen. Ia tidak repot-repot membawa motopad atau mobil hanya untuk bolak-balik ke Departemen. Skateboard lebih praktis, tidak berpolusi, dan bisa sekalian untuk olahraga. Ia juga bisa membawa alat transportasinya itu ke dalam gedung, sehingga resiko kecurian lebih kecil.

Twisted Wind [on hold]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora