Part 38 | Awal Dari Segalanya

1.8K 96 2
                                    

Tania dan kedua sahabatnya sekarang berada di salah satu kafe yang sering mereka kunjungi. Mereka janjian berkumpul disini pukul sebelas siang.

Setelah keluar pengumuman hasil seleksi universitas kemarin. Mereka janjian untuk bertemu. Tania akhirnya diterima di salah satu universitas negeri di Bandung dan begitupun juga dengan Jeny.
Sedangkan Cece diterima di universitas negeri di daerah Semarang.

"Angga lulus dimana, Ce?" tanya Jeny.

"Dia di Jakarta-lah. Katanya malas mau keluar." jawab Cece.

Jeny manggut-manggut lalu matanya menelusuri seisi kafe itu. Banyak pelanggan yang baru masuk. Berkali-kali bel yang ada di pintu berdenting. Suasana kafe pun menjadi semakin ramai. Sampai akhirnya mata Jeny menangkap sosok yang tidak asing dimatanya. Mata Jeny terus menyelidik sosok itu.

Tania menghentikan aktifitas makannya dan beralih menatap apa yang dilihat oleh Jeny.

"Lo lihat apaan, Jen?" tanya Tania penasaran.

Jeny lalu beralih ke Tania lalu menggeleng. "Nggak lihat apa-apa kok. Gue tadi kayak ngelihat orang tapi nggak asing gitu." tutur Jeny sembari kembali meminum latte-nya.

"Mungkin lo pernah lihat sebelumnya kali." sahut Cece.

"Mungkin juga." jawab Jeny sambil manggut-manggut.

***

Hari ini SMA Nusa Harapan Bangsa menjadi tuan rumah Expo Seni antar SMA.

Adit dan teman-temannya pun sudah siap tampil karena mereka sudah latihan dua minggu lebih.

Adit dan Caca pun kembali akrab seiring jalannya latihan band itu. Mereka seperti tidak punya masalah lagi, seakan masalah itu lenyap seketika.

Adit membuka kancing kemeja atasnya lalu memakai dasi berwarna hitam tersebut. Caca yang berdiri tidak jauh darinya berjalan menuju Adit. Tangan Caca pun terulur untuk membantu Adit memasang dasinya.

Adit kaget ketika tiba-tiba tangan Caca sudah berada di lehernya sambil membenarkan letak dasi tersebut. Adit susah payah menelan salivanya saat matanya bertemu dengan mata Caca. Jarak lah yang membuat suasana menjadi canggung seperti ini. Tapi Adit dengan cepat menepis semua perasaan itu.

"Selesai." ucap Caca lalu tersenyum.

"Makasih." balas Adit lalu tersenyum kaku. Entah mengapa suasana menjadi canggung seperti ini. Biasanya tidak ada rasa canggung diantara mereka.

Adit lalu membalikkan badan untuk mengambil minumnya yang tergeletak diatas meja persegi itu. Baru saja Adit balik badan, mata Adit sudah menangkap sosok Tania disana yang sedang berdiri dengan pakaian panitianya.

Adit menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan menghampiri Tania. "Udah lama?" tanya Adit.

Tania mengangguk. "Hmm. Sejak lo pasang dasi. Kayaknya asik banget masang dasinya sampe nggak lihat sekitar." kata Tania dengan menekankan kata 'dasi'.

"Nggak kok. Gue min--"

"Udahlah lupain," potong Tania cepat. "Oh ya lo nampil urutan ketiga setelah dance. Bilang sama yang lain jangan keluyuran." ujar Tania lalu langsung beranjak keluar. Adit pun mengekori Tania dari belakang.

Sadar diikuti, Tania berbalik dan otomatis Adit hampir saja menabrak tubuh Tania. "Lo ngapain ngikutin gue?" tanya Tania kesal.

"Lo marah ya?"

"Marah kenapa?"

Dalam hati, Tania sudah mendumel kesal. Pakai nanya lagi marah atau nggak. Ya jelas lah marah. Siapa yang nggak marah coba lihat cowoknya sama cewek lain berdekatan dengan jarak segitu.
Dasar nggak peka! Gerutu Tania dalam hatinya.

When Your Heart Talk [Completed]Where stories live. Discover now