Chapter 6 : Double-Date (part 2)

Start from the beginning
                                    

Musisi jalanan meramaikan suasana, musik mengalun indah. Orang-orang berdatangan melihat pertunjukan itu. Kulihat beberapa orang lainnya menari, ada yang sendiri dan ada yang berpasangan. Dari kecil, aku memang sangat gemar menari, hingga kursus menari. Aku masuk ke dalam kerumunan orang-orang yang tengah menari. Aku mulai menari dengan tarian yang pernah kupelajari dulu. Langkah kakiku yang mantap membuatku semakin percaya diri. Kulihat Steven tersenyum dan tertawa melihatku menari. Ia mengiringiku dengan tepuk tangannya. Kembali kutarik lengannya, mengajaknya masuk ke dalam keramaian untuk mengikutiku menari. Ia tampak malu-malu, dan hanya kebingungan. Aku menuntunnya untuk mengikuti langkahku.

"Ayolah!" ajakku.

"Tidak... aku tidak bisa menari." ujar seraya tertawa.

"Come on! Ayolah Steven! Follow my step!" bujukku.

Dengan malu-malu ia menarikku ke dalam dekapannya. Terjadi kontak mata diantara kami. Untuk sesaat, kami saling memandang satu sama lain. Aku tersenyum gugup padanya, begitupun Steven. Musik terus mengalun lembut. Kami memulai langkah pertama dengan perlahan dan ragu. Sambil terus saling memandang, kami meneruskan tarian ini dengan langkah ragu. Steven tersenyum kecil yang agak tertahan, tapi tidak dapat menyembunyikan bahwa ia juga menikmati saat ini.

Dari dekat seperti ini, aku bisa melihat wajahnya lebih jelas. Tak bisa kupungkiri lagi, ia sangat tampan, sangat-sangat tampan. Senyuman tersungging di bibirku. Ia juga menatapku dengan mata sendunya. Tangannya yang melingkar di pinggangku dan tanganku yang melingkar di lehernya, membuat kami terlihat seperti sepasang kekasih.

Alunan musik lembut berakhir. Aku melepaskan rangkulanku darinya. Kami mundur sedikit, menjaga jarak antara kami. Dengan gugup, aku berusaha mengatur napasku yang tak beraturan. Jantungku berdegup kencang. Aku menunduk, tidak berani menatapnya. Kenapa aku jadi seperti ini?

Musik berganti menjadi lebih ceria dan bersemangat. Irama musik seolah menuntunku untuk kembali menari. Aku kembali mengajak Steven menari bersama. Aku mulai menari dengan tarian cha-cha, Steven mengikutiku, ternyata Steven bukannya tidak bisa menari, tapi kurasa ia malu-malu. Mantap di setiap langkah, membuat kami menari dengan indahnya. Kami menari tanpa mempedulikan orang lain. Dapat kudengar, tepukan tangan riuh di sekeliling kami.

Musik berhenti, begitupun dengan kami yang mengakhiri tarian kami dengan sentuhan akhir yang memukau. Napas kami tak beraturan, dapat kurasakan napasnya yang sedikit memburu. Aku memandangnya yang tersenyum manis padaku. Kubalas senyumannya dengan gugup.

"Keren!!" pekik seseorang di belakang kami.

Kami menoleh ke belakang secara bersamaan, dan melihat Cindy yang melompat-lompat sambil menepuk tangannya. Dengan cepat, aku dan Steven melepas pelukan kami.

"Ih keren banget! Steve, kok aku tidak pernah tahu kamu bisa menari sebagus itu?" tanya Cindy.

Steven hanya diam saja. Wajah Steven menunjukan wajah jengkel, apakah ia jengkel karena Cindy pergi bersama Julian? Ya, kurasa... akupun merasakan hal yang sama.

"Kalian sudah selesai?" tanyaku acuh.

Julian mengangguk ragu.

"Kok bisa tahu kita ada disini?" tanyaku.

"Kebetulan lihat kalian sedang menari-nari disini." jawab Cindy.

Aku hanya mengangguk-angguk saja.

"Elena, kita makan dulu yuk, nanti baru lanjut lagi." ajak Cindy.

Aku hanya mengikuti kemauan Cindy. Dialah bosnya dalam acara kencan konyol ini.

Kami memesan makanan di salah satu kedai. Sambil menunggu makanan disajikan, kami mengobrol.

Accidental EncounterWhere stories live. Discover now