Chapter 4 : Misunderstanding?

43 15 7
                                    

June 20, 2016
Beijing, China

Di tengah malam yang gelap gulita, aku duduk sendirian di kursi taman panjang. Menangisi hubunganku dengan Julian yang entah akan seperti apa jadinya. Kenapa Julian begitu tega. Tak lama kemudian, seseorang ikut duduk satu kursi denganku. Siapa yang pergi ke taman di tengah malam seperti ini? Kalau bukan hantu, pastilah orang yang berniat buruk. Aku menegang, sedikitpun aku tidak berani melihat orang itu.

"Elena..."

Kudengar sayup-sayup, namaku dipanggil. Kok dia bisa tahu namaku?! Berarti orang yang duduk di sebelahku bukan manusia. Aku semakin ketakutan, tapi tidak berani bergerak, aku takut dikejutkannya nanti. Jadi aku hanya diam saja, bagai patung.

"Elenaaa..."

Sekali lagi, suara itu terus memanggilku. Kututup mataku rapat-rapat, berharap suara itu segera menghilang dan aku dapat pergi dari sini secepatnya. Aku mulai merasakan hangat di bahuku. Apakah mereka sedang menyentuhku? Aku semakin panik.

"Elenaaaaa..."

Suara itu memanggilku lagi. Aku tidak tahan lagi. Aku berdiri, bersiap lari. Aku berteriak sekeras-kerasnya.

"ARGGHHHH!!!!! HANTUUUU!!!"

Tetapi...

"Mana?! Mana?! Mana hantu?!" pekik orang itu.

Reflek orang itu memelukku karena kaget. Aku hanya melotot kaget karena secara tiba-tiba dipeluk seperti itu.

Ternyata yang memanggilku tadi adalah Steven. Dan rasa hangat di bahuku, adalah hangat tangannya yang memegang bahuku. Entah kenapa aku mendengarnya seperti panggilan aneh. Masalahnya, dulu orang tuaku selalu mengingatkanku agar tidak menoleh saat dipanggil seseorang di malam hari, karena mungkin saja yang memanggil bukanlah manusia. Dan mungkin itu selalu terbawa-bawa sampai sekarang, terdengar konyol memang.

"Jangan takut, aku tidak melihat ada hantu disini."

Ia sepertinya berusaha menenangkan aku. Belaiannya di rambutku membuatku merasa tenang. Astaga... pelukan yang sangat hangat darinya membuat diriku yang sedang ketakutan dan sedih merasa sangat nyaman dalam pelukannya.

Kemudian belaiannya berhenti. Ia mendorongku menjauh darinya.

"A-apa ya-yang kau lakukan?!"

Tampaknya ia baru sadar, kalau yang dipeluknya adalah aku, bukan Cindy. Ia memejamkan matanya. Kelihatannya ia jadi salah tingkah. Wajahnya sungguh lucu. Tak tahan, aku kembali menertawakannya.

"Cukup! Itu tidak lucu!"

Aku tetap tertawa. Ia berusaha menutup mulutku dengan tangan hangatnya, namun berkali-kali kutepis. Untuk beberapa saat kami seperti itu, ia berusaha menutup mulutku, sedangkan aku yang terus berusaha mengelak. Aku terus tertawa. Hingga...

bruukk!

Kami terjatuh. Kenapa tidak sakit sama sekali? Ah ternyata aku jatuh tepat di atas tubuhnya. Untuk sesaat kami berdiam dalam posisi itu, saling memandang.

Kalau kulihat-lihat, ia memang tampan, apalagi saat dilihat dari dekat seperti ini. Setiap kali aku melihatnya, aku seperti pernah melihatnya, tapi entah siapa, aku tidak pernah berhasil mengingatnya.

Kemudian aku sadar, ini sungguh tidak etis. Aku beranjak bangun terlebih dahulu. Diikuti olehnya.

"Kamu cari-cari kesempatankan?! Akui saja!" sergapku.

Ia kaget, kusergap seperti itu. Ia hanya menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Pasti!!" tuduhku.

Accidental EncounterМесто, где живут истории. Откройте их для себя