Prologue

128 23 17
                                    

"Ini sudah malam, lebih baik aku pulang sekarang." ucapku padanya.

Aku berbalik, berjalan keluar dari ruangannya. Tiba-tiba lenganku ditarik dan dia menciumku. Aku terkaget-kaget. Ia terus menciumku dengan liar. Seharusnya aku berusaha melepaskan ciuman ini. Tidak seharusnya aku mengkhianati Julian, tapi entah mengapa aku juga menikmatinya. Tapi tidak bisa! Aku harus melepaskan ciuman liar itu.

"Cukup! Kita tida-"

Belum selesai kalimatku, ia kembali menciumku, namun yang kali ini ciumannya lebih lembut dari sebelumnya. Ia melepas ciumannya sejenak, dan secara reflek aku seperti mengejar bibirnya, seolah meminta lebih darinya. Ia menatapku dalam dengan sepasang bola matanya yang hitam.

"Jangan bicara lagi... aku tahu apa yang akan kau bicarakan, dan aku tidak peduli."

Ia kembali menciumku dengan lembut dan hangat. Tanpa sadar, akupun membalas ciuman yang dimulainya.

-----------------------------------------------------------

August 21, 2006
Ottawa, Canada

Lampu sorot yang berwarna-warni menerangi seisi ruangan yang gelap. Sorak sorai mereka yang berada di lantai dansa semakin meramaikan suasana. Bahkan bartender tampak sangat sibuk menyajikan minuman.

"Len! Kamu tidak ikut dance?"

Aku, Elena Lan, biasa dipanggil Elena atau Len dengan teman-temanku. Sangat suka hal yang berbau fashion. Aku juga orang yang cukup perfectionist akan segala hal. Berpegang teguh dengan prinsip orang tuaku, dan itu salah satu alasan aku belum memiliki kekasih sampai saat ini.

"Tidak, kalian saja sana." tolakku.

Lalu mereka pergi dengan tampang acuh mereka. Aku tahu mereka mengajakku hanya sekedar basa-basi. Mereka takut kekasih mereka terpikat padaku, hanya saja mereka tidak ingin jauh dariku agar mereka lebih dikenal.

Acara prom ini adalah acara perpisahanku dengan teman-teman sekolahku, juga hari terakhirku di Kanada. Setelah ini aku akan meninggalkan negara ini, negara dimana aku menempuh ilmu pendidikan selama 8 tahun terakhir. Setelah ini, aku akan menetap di China, negara asalku.

"Lebih baik aku bersenang-senang sedikit, daripada aku meninggalkan Kanada tanpa kesan sama sekali." aku berbicara sendiri.

Aku turun ke dance floor. Aku memang sangat mahir berdansa. Aku mengajak salah satu teman lelakiku untuk melakukan slow dance. Baru saja kami berdansa, aku sudah menyudahinya.

"Kok? Kita baru saja berdansa kan? Kenapa berhenti?" tanya teman lelakiku itu.

"Lebih baik, kau belajar berdansa terlebih dahulu agar tidak menginjak kakiku terus." jawabku ketus.

Aku meninggalkannya. Aku mengambil minuman yang telah disajikan. Tiba-tiba aku ditabrak oleh seseorang.

"Aduh!" pekikku.

Aku berbalik, dan melihat seorang lelaki tampan memakai kemeja merah selengan yang dikancing sampai leher.

"Ah... maaf!" ujarnya.

Aku hanya cemberut kesal memandanginya. Kemudian ia berlalu meninggalkanku. Tampan sih, tapi menyebalkan. Ia jelas-jelas melihat gadis secantik aku ini, masa cuma di diamkan saja? Seharusnya ia mengajakku berkenalan, bukan hanya berlalu seperti itu. Tapi... ya sudahlah.

"Len, Elena!" panggil sahabat baikku, Vanessa.

"Ya Nes?"

Baru saja aku berbalik berhadapan dengannya, ia langsung menarikku.

"Sini kukenalkan pada seseorang."

Ia membawaku bertemu seorang lelaki tampan mengenakan tuxedo berwarna hitam dan dasi kupu-kupu hitam.

"Julian, ini sahabat yang sering kubilang itu." ujar Vanessa.

"Dan Elena ini Julian, aku yang mengundangnya kesini."

Vanessa mengenalkanku pada seorang lelaki tampan bernama Julian ini.

"Hai, aku Julian." mulainya dengan suara yang sangat lembut.

"Elena." balasku dengan penuh percaya diri.

Vanessa tampak bahagia sekali. Entah apa untungnya mengenalkan kami berdua. Kemudian Vanessa mengeluyur pergi, meninggalkan kami berdua.

"Vanessa! Kau mau pergi kemana?! Hei!" panggilku.

Entah dia tidak mendengarku atau pura-pura tidak mendengarnya, ia tetap pergi tanpa berbalik menoleh kearahku.

"Kata Vanessa, kamu akan meninggalkan Kanada besok, benarkah?" lagi-lagi dia yang memulai lebih dulu.

"Betul, aku akan menetap di China."

"Di China? Kalau begitu sama denganku! Aku juga sudah memutuskan untuk menetap di China bersama ayahku."

"Oh benarkah? Kamu juga memutuskan untuk menetap disana?"

Lelaki dengan curl bangs itu tersenyum manis.

"Iya benar, aku akan meninggalkan Kanada minggu depan. Bagaimana bila kita bertukar nomor telepon?" usulnya.

"Tentu!"

Aku mengambil pena dan secarik kertas di atas meja yang berada di sebelahku, menuliskan nomor teleponku, begitupun Julian.

"Begitu kau sampai di China, berikan nomor teleponmu yang baru, ok?"

"Ok!

Kemudian Vanessa datang kembali. Dan menarikku juga Julian ke tengah ruangan. Semuanya berbaris, begitupun aku, Julian dan Vanessa.

Cekrek... cekrek...

Kami membuat kenangan indah malam ini. Aku pun menikmati malam terakhirku di Kanada. Karena entah kapan aku akan dapat kesempatan untuk kembali kesana.

-----------------------------------------------------------

August 22, 2006
Ottawa Airport, Canada

"Pa, tolong bantu aku meletakkan koperku di atas sana."

Semua orang yang berada di dalam pesawat sibuk. Ada yang mencari tempat duduknya dan ada yang menaruh barang-barang mereka di bagasi, seperti kami.

Aku duduk, begitupun dengan penumpang lainnya. Sebab pesawat akan segera lepas landas. Aku melihat kearah jendela. Melihat pemandangan terakhir Kanada.

Selamat tinggal Kanada, suatu saat nanti aku pasti akan kembali kemari.

China, aku datang! Aku siap untuk petualangan baruku disana.

-----------------------------------------------------------

Kalau ada typo atau kesalahan lainnya, harap dimaklumi ya. Nanti pasti aku edit kesalahannya.

Dimohon kritik dan sarannya. Itu akan sangat membantu Author dalam menyelesaikan cerita ini.

Untuk Happiness For 10,000 Years, akan terus dilanjutkan. Tidak akan terbengkalai kok. Jadi tunggu saja kelanjutannya. (Edited : Saat ini Hapiness 10.000 Years sudah selesai dan tamat ya.)

Thanks ya readers.

-----------------------------------------------------------

Writer : Evelyn A Chandra

Accidental EncounterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang