Hiashi's Plan

6K 349 19
                                    

Sehari sebelumnya.

Hal yang tak biasa terjadi di kediaman Hyuga, mungkin bisa dibilang aneh, pasalnya Hyuga Hiashi sedang duduk serius dihadapan tamu undangannya dengan tatapan mengancam. Bukan musuh, atau pejabat penting dari desa lain, hanya sekumpulan anak muda, yang dengan perintahnya, dia menyuruh segerombolan jounin Hyuga untuk menciduk mereka.

"Jadi Paman Hiashi, mengapa kami semua ada disini?" Shikamaru membuka suara.

Beberapa orang pelayan menghidangkan Kaiseki yang dibuat khusus oleh juru masak keluarga bangsawan Hyuga, membuat sebagian besar tamu sudah meneteskan air liur.

Kepala Klan Hyuga menyambut mereka layaknya tamu istimewa, dia bahkan mengenakan pakaian terbaiknya. Suasana formal dan mewah ini entah mengapa terasa berbahaya, dia sukses mengintimidasi semua orang di sana.

"Jadi langsung saja," kata Hiashi penuh wibawa.

"Hinata putri ku adalah teman dan rekan kalian, jadi kalian pasti menginginkan kebahagiannya," lanjut Hiashi seperti melempar tanggung jawab.

"Dia juga masih muda dengan masa depan yang masih panjang," Orang tua minim ekspresi ini mulai berbelit-belit.

Sekarang Shikamaru menguap, dia bahkan tidak mau repot menutup mulutnya.

"Jadi paman, apa hubungan kebahagian Hinata dengan kehadiran kami di sini," kata Kiba tidak sabar.

Hiashi berdehem membersihkan tenggorokannya. "Baiklah. Karena sebentar lagi Hinata akan kembali dari misinya, jadi langsung saja. Kemarin saya tidak sengaja mendengar pemuda Uzumaki itu ingin melamar Hinata."

Sebenarnya Hyuga Hiashi ingin memperbaiki perhiasan mendiang istrinya di salah satu toko perhiasan terbaik di Konoha, saat itulah dia mendengar Naruto berkata pada seorang pengrajin bahwa dia akan melamar kekasihnya.

"Ohh," koor semua hadirin.

Terjadi kehebohan di kubu para gadis. Sakura, Ino dan Tenten bahkan sudah sampai pada pembahasan tentang bulan madu.

"Aku sudah menduganya," kata Shino datar.

"Naruto memang hebat, penuh dengan semangat masa muda," timpal Rock Lee dengan semangat berlebihan.

"Tentu," Chouji berbicara dengan mulut penuh, dia sudah menghabiskan lebih dari setengah hidangan di mejanya.

Namun tiba-tiba bunyi memekakkan telinga itu membuat mereka terkejut, sebuah meja kecil yang malang telah hancur di tangan Hiashi Hyuga.

"Jadi kalian sudah menduga hal ini?" suaranya yang dingin entah mengapa membuat bulu kuduk meremang. "Kalian tidak merasa heran?" lanjut Hiashi.

"Aku sangat yakin, Naruto sangat mencintai Hinata dan begitupun sebaliknya." Sakura meyakinkan calon mertua Naruto.

"Saya bukannya tidak menyetujui, tapi mereka masih terlalu muda." Orang tua stoic itu sebenarnya tidak mau mengakui bahwa sebenarnya dia belum siap berpisah dengan anaknya gadisnya.

"Sebenarnya masalahnya bukan hanya itu. Demi dewa, mereka bahkan baru seminggu menjalin hubungan," lanjut Hiashi dramatis.

"Kurasa itu tidak jadi masalah," kata Sakura lagi dan seluruh rekan mereka bergumam menyetujui. Hiashi tetap tenang walaupun tak ada yang mendukungnya.

"Jadi paman sebenarnya mengapa kami ada di sini?" kata Ino.

"Besok Pemuda Uzumaki itu akan melamar Hinata, sebuah cincin akan terlibat."

"Jadi aku ingin kalian..." Dia menatap tajam satu persatu tamu istimewanya. "Menggagalkan rencana Naruto, lakukan apa saja agar dia tidak bisa memberikan cincin itu."

Gumaman tak setuju menyebar. "Maaf paman kami tidak bisa melakukan itu pada Naruto dan Hinata," Sakura berdiri hendak meninggalkan ruangan.

"Benar," Ino dan Tenten sepakat, mereka berdua berdiri menyusul Sakura.

"Saya kira ada masalah penting apa," kata Shikamaru. "Teman-teman ayo kita pulang."

Pergerakan tiba-tiba dari luar ruangan tidak mereka sadari, beberapa orang Hyuga berjalan mengendap tanpa menimbulkan suara, mereka memasuki ruang pertemuan melalui pintu rahasia.

Tak berapa lama, selusin Hyuga sudah berada ditengah-tengah mereka dengan byakugan aktif, jari mereka terarah pada titik tenketsu siap memutus aliran chakra para tamu. Hyuga Hiashi sedang mengancam mereka.

"Aku tidak ingin memaksa kalian, aku hanya meminta bantuan," kilahnya.

"Jadi silahkan duduk kembali," kata Hiashi seakan ini bukan apa-apa.

Shikamaru dan yang lainnya saling pandang kebingungan. Dia yakin orang tua itu serius dengan tindakannya. Kalau sebelah kaki mereka berada di luar ruangan, maka mereka akan pulang dengan cidera berat.

"Anda tidak bisa mengancam kami seperti ini," kata Kiba.

"Hokage-sama pasti akan tau cepat atau lambat," kata Shino.

Hiasi kembali duduk dengan anggun, menggunakan isyarat tangan agar semua tamu mengikutinya. "Silahkan lanjutkan menyantap hidangannya."

Kali ini para pelayan menyajikan teh hijau. Wajah-wajah gusar itu hanya memandang makanan mereka tanpa minat, hanya Chouji dan Lee yang tetap makan dengan ceria.

"Jadi Hokage-sama tidak akan mendengar apapun yang terjadi di ruangan ini."

"Karena aku hanya ingin kalian melihat ini," Hiashi memberikan isyarat pada Ko untuk membagikan setumpuk gulungan pada tamunya.

Shikamaru yang biasanya tak peduli akan apapun kini tidak lagi, matanya melotot memandangi gulungan yang baru saja dibukanya, dengan terpaksa dia menelan ludah. "Tidak mungkin."

Kiba yang juga banyak bicara kini hanya diam, mencengkram gulungan di tangannya. Shino tak melakukan gerakan apa pun, namun bulir-bulir keringat membanjiri wajahnya.

Rock lee bahkan menelan bulat-bulat kudapan mochi yang lumayan besar. Chouji dengan panik memukul-mukul punggungnya.

Wajah para gadis berubah merah. "Jangan sampai ada orang lain yang melihat ini", kata mereka kompak.

"Tentu saja," kata Hiashi dengan senyum kemenangan.

"Jadi akhirnya kita sepakat?"

Tbc

***

Cerita ini terinsprasi dari manga DETECTIVE CONAN vol.40 file 1,2,3 karya Aoyama Gosho.

Amethyst StoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang