Part 5

27 9 1
                                    

     "Kau tidak perlu mencemaskan hal-hal kecil seperti itu. Semua itu tidak penting bila kau benar-benar jatuh cinta."

****

Zara's prov

     Kusambar sebuah kereta dorong.
     "Kau benar!" Seruku dengan nada dibuat-buat.
     "Cinta mengalah-ngalahkan segalanya!" Kudorong keretaku ke depan dengan satu sentakan kuat.

     Seseorang menjerit.

     Salsa dan aku kontan tertegun. Kemudian aku mendesah.

     Di sana, tepat di depan kami, di lorong Buah dan Sayur, atau lebih tepatnya, terimpit di antara kereta dorongku dengan rak yang memajang tomat, berdiri sang cowok. Meski mustahil dan sama sekali di luar sana aturab hukun probabilitas, aku mendapati diriku bertanya-tanya dalam hati apakah cowok itu Dia.

     Aku menengadah. Tepat di depanku, berdiri cowok paling ganteng dan menawan yang pernah ku lihat seumur hidupku. Umurnya paling kurang delapan belas tahun, tinggi, berambut pirang, berkulit putih layaknya Asia , dan kurus namun terlihat sangat kokoh. Aku sangat  menyukai cowok yang rambutnya diekor kuda--- kurasa itu aku terlalu sering menonton Clark Gable berakting di film Mutiny on the Bounty---- sementara rambut cowok ini cepak dan jabrik. Dan dia mengenakan anting-anting. Nah, kalau itu gara-gara kebanyakan nonton Ray Miland di film Golden Earrings. Tapi ada sesuatu dalam diri cowok itu yang menarik perhatianku..

Canggih...

Menarik...

Intelek...

Mungkin bahkan sedikit liar juga...

     Kulirik isi kereta dorongnya. Tidak ada daging ataupun daging disana.

     "Oh, maafkan aku!" Seruku terkesiap kaget.
     "Aku tidak bermaksud---"

     "Kau mau membunuhku, ya?" Meski bisa dibilang berteriak, suara cowok itu terdengar indah. Ya. Sangat indah. Dalam dan hangat. Seperti suara Clark Gable atau mungkin Harrison Ford.

     Meski cowok itu marah padaku, bukan lantas berarti dia bukan jodohku. Buktinya, lihat saja di film-film. It Happened One Night... The Front Page... Bringing Up Baby... Romancing the Stone... Dalam film-film itu, meski selalu diawali perdebatan dan perkelahian, pasti akhirnya pasangan dalam film saling jatuh cinta. Sama seperti burung merak yang membentangkan bulu-bulu ekornya yang indah. Itu hanyalah salah satu cara menarik perhatian.

     Tatapan kami bertemu. Sekali lihat saja aku langsung tahu cowok itu memiliki jiwa. Menatap matanya seperti itu membuatku merasa seolah sudah mengenal dia. Napasku kontan terhenti.

     "Tidak," jawabku lemah, menarik kereta dorongku yang mengimpit badannya.
     "Maksudku, ini kecelakaan yang tidak disengaja."

     Meski masih terlihat sedikit terguncang, cowok itu berhasil juga menyunggingkan seulas senyum.

     "Kusangka, kecelakaan lazimnya terjadi di jalan bebas hambatan, bukan di supermarket," katanya padaku.
     "Bagaimana kalau kau sedikit lebih hati-hati? Kau bisa membuat orang lain cedera, bersenda gurau seperti itu."

     Aku membuka mulut untuk mengatakan sesuatu yang terdengar cerdas--- supaya cowok itu tahu dia telah menemukan jodohnya, karena meski belum menyadarinya sekarang, sebenarnya dia sangat tepikat padaku--- tapi aku tidak mampumengatakan apa-apa.

The Boy of My Dreams (END) Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα